Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Rakyat Papua Minta Dialog dengan SBY, bukan Kekerasan
Oleh : si
Senin | 04-03-2013 | 20:40 WIB

JAKARTA, batamtoday - Konflik berkepanjangan di Papua ditanggapi beragam oleh masyarakat termasuk warga Papua sendiri. Tapi, yang menjadi pertanyaan selama ini kenapa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) belum pernah berdialog dengan rakyat Papua?


 
Padahal, melalui dialog itulah segala masalah bisa diselesaikan dengan baik, dan bukannya menghindari dialog, yang justru menimbulkan kekerasan, dan merenggut ratusan bahkan ribuan nyawa. Baik dari aparat maupun masyarakat sipil sendiri.

"Dengan dialog itu Pak SBY juga bisa langsung mengkonfirmasi ke warga Papua apakah pembangunan yang direncanakan melalui otonomi khusus (Otsus) dengan anggaran puluhan triliun rupiah selama ini sudah berjalan sesuai program pemerintah? Jadi, Pak SBY tidak perlu khawatir mereka akan meminta merdeka, dan itu tak akan pernah terjadi. Kami setia pada NKRI," andas Wakil Ketua DPRD Papua, Jimmy Demianus Ijie dalam Empat Pilar 'Kekerasan Di Papua'  bersama anggota DPD RI asal Provinsi Papua Wahidin Ismail dan sejarawan LIPI Asvi Warman Adam di Gedung DPR/MPR RI Jakarta, Senin (4/3/2013).

Jimmy mengatakan, dana Otsus Papua yang mencapai triliunan rupiah selama ini ternyata tidak menyentuh pembangunan masyarakat di Papua, karena banyak dikorupsi dan disalahgunakan oleh pejabat Pemda di Papua.

"Kenapa aparat penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan dan KPK pilih-pilih untuk menyeret pejabat itu ke meja hija. Jika diseret pejabat yang terlibat itu nantinya akan membuka keterlibatan pejabat yang lain," kata Jimmy.

Menurut Jimmy, Presiden SBY berjanji akan melakukan pendekatan melalui dialog. Namun, faktanya yang terjadi adalah Presiden sangat hati-hati menyikapi masalah Papua dan dialog itu belum pernah terjadi.

"Jadi, yang dibutuhkan itu ketegasan sikap dan tindakan. Dengan dana Rp 4 triliun untuk Papua Barat dan Rp 7 triliun untuk Papua, dengan penduduk asli sebesar satu juta orang, kalau benar untuk membangun Papua, dana itu sudah sangat cukup. Tapi, kanapa tidak mensejahterakan? Untuk itu, kegagalan itu bukan saja karena Pemda Papua, tapi juga Jakarta,"  katanya.

Diakui Jimmy, memang ada pejabat Papua yang memperkaya diri dari dana Otsus tersebut, namun ada pula yang memelihara konflik. Mereka ini menjadikan Papua sebagai eksperimen politik.

"Selama 32 tahun Orde Baru keamanan PT Freeport dikendalikan oleh TNI Angkatan Darat, dan pasca reformasi diserahkan pada kepolisian, dan sekarang menjelang turunnya dana Otsus kembali terjadi penembakan, sehingga wajar kalau ada yang mencurigai adanya permainan dan sengaja memelihara konflik itu demi uang," katanya.

Wahidin Ismail menilai konflik Papua ini karena ada masalah politik, kemanusiaan, dan pelanggaran HAM yang masih diaanggap belum tuntas. Otsus pun belum terlaksana dengan baik, karena banyak anggaran yang tidak diperuntukkan bagi pembangunan Papua dengan benar. Karena itu, pemerintah harus berkomunikasi dengan baik dan konsisten dalam membuat kebijakan.

"Tak bisa melepas uang Otsus begitu saja, tanpa pengawasan yang ketat,"  ungkapnya.

Hal senada diungkapkan Asvi Warman Adam, jika pendekatan kultural Gus Dur oleh pemerintah perlu ditiru. Apalagi penyelesaian setiap daerah itu memang tidak bisa disamakan dengan daerah yang lain.

"Gus Dur itu mengakui identitas adat Papua dan dialog pun tak membuahkan kemerdekaan sebagaimana yang dikhawatirkan. Hanya saja dialog itu perlu dirumuskannya mengenai siapa sebagai representasi warga Papua, materi atau substansi dialog, dan format dialog yang tepat yang bagaimana? Jadi, jangan menghindari dialog," katanya.

Editor : Surya