Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Optimisme Wujudkan Generasi Emas 2045
Oleh : opini
Jum'at | 22-02-2013 | 13:16 WIB

Oleh Aripianto


PEMUDA SELALU diidentikan dengan perubahan. Betapa tidak, peran pemuda dalam membangun bangsa ini, peran pemuda dalam menegakkan keadilan, peran pemuda yang menolak kekuasaan otoriter atau sewenang-wenang. Di dalam masyarakat, pemuda merupakan satu identitas yang potensial sebagai penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber insani bagi pembangunan bangsanya.


Semua itu telah dicatat dalam sejarah kiprah pemuda-pemuda yang tak kenal waktu selalu berjuang dengan penuh semangat biarpun jiwa raga menjadi taruhannya. Indonesia merdeka berkat pemuda-pemuda Indonesia yang berjuang, seperti Ir. Soekarno, Moh. Hatta, Sutan Sjahrir, Bung Tomo dan lain-lain dengan penuh mengorbankan dirinya untuk bangsa dan negara.

Generasi muda memiliki kecenderungan untuk bersikap antusias dalam menghadapi berbagai isu, baik yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan kehidupan mereka sehari-hari. Selain itu, idealisme yang terkandung dalam jiwa dan pikiran generasi muda memungkinkan generasi muda untuk memainkan peranan penting dalam kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Karena sifatnya ini, generasi muda menjadi kelompok yang potensial untuk mendukung pembangunan. 

Dengan demikian, generasi muda perlu dilibatkan dalam setiap perencanaan pembangunan, sehingga pelayanan dapat lebih disesuaikan dengan sasaran yang ingin dicapai. Namun demikian, progresifitas generasi muda tidak hanya penting dalam kerangka pemberdayaan generasi muda, tapi juga memberikan kontribusi bagi penyiapan generasi selanjutnya, serta regenerasi kepemimpinan di masa mendatang.

Jika kita kembali menyimak gagasan Mendikbud, Muhammad Nuh, yang disampaikannya pada konferensi pers seputar rencana perayaan Hardiknas pada Mei 2012 lalu, yang menyatakan, sebagai tahun investasi untuk menanam 'generasi emas' Indonesia. Dengan kata lain, yang berarti pasti itulah kita sebagai bangsa Indonesia memiliki kapabilitas untuk merealisasikan generasi emas pada tahun 2045 nanti. Sungguh sebuah momen yang tepat serta perlu dibarengi dengan ketelatenan dan konsistensi dalam penggarapannya. 

Optimisme Menuju Generasi Emas 
Ada anggapan sistem pendidikan kita tidak berhasil membangun sikap positif anak terhadap lingkungan sekitar. Mereka yang berhasil lulus dari pendidikan tinggi lebih banyak yang cenderung melakukan aktualisasi untuk kepentingan pribadi, bukannya melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi kemaslahatan bangsa. Oleh karena itulah diperlukan reaktualisasi yang dapat menjadikan terangkatnya derajat bangsa.

Berdasarkan data dari Trends in International Math and Science Survey tahun 2007, disebutkan bahwa hanya 5% siswa Indonesia yang dapat mengerjakan soal berkategori advance yang memerlukan reasoning,  kata Mendikbud. Dalam perspektif lain, 78% siswa Indonesia hanya dapat mengerjakan soal berkategori rendah yang semata hanya memerlukan knowing dan hafalan. Dari sinilah perlunya mengembangkan kurikulum yang menuntut penguasaan reasoning.

Untuk itu, tema pengembangan kurikulum 2013 adalah kurikulum yang dapat menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan serta memiliki sikap, ketrampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi. Menyinggung elemen perubahan pada kurikulum 2013, Mohammad Nuh mencontohkan, untuk SD kompetensi dikembangkan melalui tematik integratif dalam semua mata pelajaran. Untuk SMP dikembangkan melalui mata pelajaran, untuk SMA melalui mata pelajaran wajib dan pilihan, dan untuk SMK melalui mata pelajaran wajib, pilihan, dan vokasi.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sangat optimis bahwa bangsa kita akan mempunyai generasi unggul atau generasi emas di usianya yang ke-100 tahun atau di tahun 2045. Sebab pemerintah mengklaim saat ini sudah menjalankan program pendidikan anak usia dini dengan "Melalui gerakan PAUDisasi, kita ingin menyongsong generasi emas di usia ke-100 tahun Indonesia merdeka di tahun 2045.

SBY mengkritik orangtua yang terlalu mengekang anaknya. SBY berpendapat banyak orangtua yang tidak mengerti bahasa dan pemikiran anak-anak zaman sekarang. Orangtua terlalu memaksakan kehendaknya dan membentuk karakter anak seperti apa yang ia inginkan. Itu tidak sepenuhnya benar, kritik SBY. Orangtua sering dihinggapi oleh yang disebut culture shock, atau kejutan budaya atau future shock atau lompatan masa depan. Banyak orangtua yang menanggap anak-anak yang mempunayi pemikiran, pergaulan, mind set, dan lainnya yang menyimpang. Maka itu untuk menciptakan generasi anak yang berkualitas di masa depan, harus dibutuhkan keinginan dari orangtua untuk tidak menelantarkan anaknya. Orangtua harus memberikan pendidikan yang cukup. Tentu, kata dia dibantu dengan program-program pemerintah.

Di tahun 2045, para pemimpin bangsa dan presiden Indonesia akan berasal dari kita yang sedang berstatus sebagai mahasiswa sekarang. Oleh karena itu persiapkanlah diri dan mental kita untuk mencapai Indonesia Emas 2045.  Dengan konsep inilah pemuda semestinya bergerak dan menyadari dirinya, lebih dari itu pemuda harus bergerak bersama rakyat dan pemerintah untuk membangun bangsa. 

Oleh karena itu, senatiasa menginsyafi dan selalu berintrospeksi diri sebagai seorang mahasiswa, kita jadikan sebagai momentum untuk hijrah, yaitu hijrah dari kemalasan menuju kerja keras, hijrah dari sikap pesimis menuju sikap optimis, berani keluar dari kenyamanan untuk mendaki dan menempuh kesulitan, respect dan tanggap terhadap permasalahan bangsa dan negara, sehingga akhirnya kita layak dan pantas untuk disebut sebagai seorang pemuda.

Tantangan Generasi Emas di Tengah Problematika Pendidikan
Karakter atau watak bangsa Indonesia adalah suatu konstruksi budaya tentang sikap hidup, cara berpikir dan bertindak dari setiap individu bangsa Indonesia yang multikultural yang terpancar dari nilai-nilai budaya dan ideologi nasional Indonesia yaitu Pancasila (dalam menghadapi perubahan global). 

Sesungguhnya pemuda memiliki kemampuan yang signifikan dalam memajukan negaranya. Pemuda juga menentukan arah tujuan dan masa depan bangsa. Selain itu pemuda juga menjadi pelaku aktif dalam proses pembangunan nasional serta berperan dalam memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. Pemuda kita ditantang untuk membawa iklim perubahan untuk bangsa dan negara yang lebih baik. Negara ini membutuhkan aksi kongkrit, bukan hanya gerakan parlemen di jalan atau pun di ruang rapat diskusi.

Tentunya pemuda masa depan akan didominasi oleh nilai-nilai dan pemikiran cosmopolitan, dan karenanya setiap pelakunya, termasuk pelaku bisnis dan politik, dituntut memiliki 4 C, yaitu concept, competence, connection, dan confidence (Rossabeth Moss Kanter, 1994). Sehingga lahirlah inspirator, inisiator, motivator, dan organisator bangsa yang kompeten.

Untuk menjawab tantangan global ini, pemuda Indonesia dituntut melakukan empat hal, yaitu riset, advokasi, kemampuan produksi, dan publikasi. Bukanlah pemuda yang mengatakan bahwa "inilah ayahku", Sesungguhnya pemuda adalah mereka yang berkata "inilah aku" (Ali bin Abi Thalib) Musthafa Al-ghulayyani dalam kitab Jazariyyah mengatakan bahwa "Sesungghunya di tangan pemuda, hari ini adalah perkara-perkara umat dan masa depan umat ada pada pemuda hari ini. Begitu juga dengan pesan Bung Karno, sediakan sepuluh pemuda maka akan kugonjangkan dunia, sediakan seribu orang tua maka akan kupindahkan gunung semeru.

Penulis adalah Kader DPC GMNI Pekanbaru dan Penulis adalah Mahasiswa FKIP Universitas Riau.