Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Penerapan FTZ BBK Mandul

APINDO KEPRI: Kepabeanan Sebaiknya Dihapus
Oleh : Sumantri
Selasa | 22-03-2011 | 10:58 WIB
Ir._Cahya_Ketua_APINDO_Kepri.jpg Honda-Batam

Ketua APINDO Kepri, Ir Cahya. (Foto: Sumantri).

Batam, batamtoday - Selama masih ada pembatasan barang masuk ke wilayah dengan status Free Trade Zone (Kawasan Perdagangan Bebas/FTZ) seperti Batam, Bintan dan Karimun (BBK), karena peraturan Kepabeanan, maka implikasi FTZ tidak akan terasa. FTZ menjadi, 'mandul'.

Demikian dikatakan Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Kepulauan Riau, Ir. Cahya, kepada batamtoday, Selasa 22 Maret 2011.

Menurut Cahya, sejatinya untuk daerah dengan status FTZ, seharusnya tidak ada pembatasan secara kuantitas atas barang-barang masuk. "Selagi masih dibutuhkan masyarakat maupun industri di kawasan FTZ jangan dibatasi, biarkan saja masuk," tandas Cahya.

Dia menambahkan, berbagai barang yang masuk ke daerah FTZ, apalagi untuk sektor konsumsi tidak perlu dibatasi. Tetapi meski demikian, barang-barang tersebut juga tidak diperkenankan untuk keluar dari daerah FTZ BBK secara bebas.

Menurut Cahya, penetapan status FTZ untuk daerah BBK sejauh ini belum maksimal, indikatornya adalah masih diberlakukannya regulasi yang berkaitan dengan Kepabeanan, yang tentu saja hal itu bertentangan dengan semangat FTZ itu sendiri.

Menurut Cahya, suatu wilayah yang dinyatakan berstatus FTZ, seharusnya benar-benar daerah bebas bagi masuknya berbagai barang yang dibutuhkan oleh masyarakat, selama itu tidak keluar dengan bebas dari kawasan FTZ.

Meski demikian, sejauh ini, lanjut Cahya, APINDO melihat ada indikasi baik dari pemerintah pusat, dalam hal ini adalah Menko Ekuin, seputar soal pengimplementasian UU FTZ di kawasan BBK. Pemerintah tengah mempertimbangkan apakah regulasi yang terkait Kepabeanan di wilayah FTZ seperti Batam, Bintan dan Karimun (BBK), perlu diterapkan atau dienyahkan dari ranah FTZ.

"Karena regulasi Kepabeanan membuat status FTZ  setengah hati, dan penerapan FTZ menajdi tidak jalan alaias mandul," kata Cahya.

APINDO yang anggotanya 80 persen terdiri dari pengusaha Industri mengharapkan penetapan wilayah BBK sebagai kawasan FTZ secara riil tanpa embel-embel dan dihambat dengan berbagai regulasi oposite lainya.

Suksesnya penetapan BBK sebagai daerah dengan status FTZ merupakan sukses pemerintah pusat dalam menata daerah dengan status istimewa ini, begitu juga sebaliknya jika gagal, merupakan cerminan ketidakmampuan pemerintah dalam menetapkan status FTZ karena tumpang tindihnya regulasi yang ada, papar Cahya.

Lebih lanjut, Cahya menambahkan kontrol pemerintah diperlukan untuk barang-barang yang keluar dari daerah FTZ, bukan untuk barang-barang yang masuk, apalagi jenis barang-barang konsumtif. Selagi barang yang masuk bisa bermanfaat untuk sektor konsumtif dan industri seharusnya tidak ada pembatasan dengan masih diberlakukanya regulasi Kepabeanan.

"Di kawasan FTZ, yang perlu dikontrol, barang-barang yang keluar, bukan yang masuk," tandas Cahya.

Dan untuk pengawasan barang-barang yang keluar dari kawasan FTZ, kata Cahya, menjadi kewajiban semua elemen yang terkait dengan FTZ, seperti Bea dan Cukai, Polisi Air, untuk melakukan pengawasan ketat atas barang-barang yang bebas masuk tersebut.

Regulasi yang diterapkan pusat, membuat implikasi FTZ belum seperti yang diharapkan, terutama oleh kalangan dunia usaha. Bahkan yang paling fatal dalam UU FTZ kawasan BBK dinyatakan sebagai kawasan di luar Kepabeanan, namun praktek di lapangan tidak demikian, pembatasan masih kuat terjadi. Jika masalah ini tidak segera diselesaikan maka turunan dari masalah Kepabeanan seperti 'Masterlist' bisa menjadi indikator kegagalan penerapan FTZ di daerah BBK," terang Cahya.

Contoh kasus yang riil dihadapi oleh pengusaha adalah pembatasan masuknya Makanan Luar, karena terganjal oleh regulasi Kepabeanan. Di Jakarta saja, menurut Cahya, masih bisa dilihat penyebaran Makanan Luar yang didistribusikan secara nyata dan periodik, misalnya makanan Jepang, Korea, Eropa dan Amerika.

Dengan kata lain, jika regulasi yang bertentangan dengan penetapan FTZ, seperti Kepabeanan masih diberlakukan di kawasan FTZ, maka boleh dibilang penetapan FTZ didaerah BBK ini, masih setengah hati.