Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Presiden ke Depan Harus Miliki Integritas dan Kompetensi, bukan Hanya Populer
Oleh : si
Rabu | 20-02-2013 | 16:16 WIB
Rizal ramli1.jpg Honda-Batam

Rizal Ramli

JAKARTA, batamtoday -Pengamat Ekonomi Econit Rizal Ramli menegaskan negara Indonesia sulit menyamai negara Cina, Jepang maupun Korea, jika hanya mengandalkan popularitas dalam mencari seorang pemimpin.


Kalau itu terjadi, maka bangsa Indonesia telah meniru politik negara Philipina yang memilih pemimpinnya hanya berdasarkan faktor kekayaan dan pesohor.

“Indonesia jangan bermimpi akan menjadi next Jepang, next Korea atau Cina jika hanya mengandalkan popularitas dan tidak mementingkan integritas maupun kompetensi, “ ujar Rizal Ramli kepada pers di Jakarta, Rabu (20/2).

Menurut Rizal, sudah saatnya pemimpin setelah era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atau  di pemilu 2014, bukan lagi pemimpin yang berdasarkan pencitraan, tetapi berdasarkan pencerdasan.

Artinya tokoh yang sudah teruji, baik dari segi akademik dan pengalaman di masyarakat dan msyarakat Indonesia mengedepankan aspek atau kriteria integritas dan kompetensi serta amanah untuk memilih seorang presiden, bukan berdasarkan popularitas.

“Bisa dibayangkan dengan penduduk 200 juta, jika hanya mengandalkan foto, baliho spanduk maupun iklan, maka Indonesia tak akan maju. Kalau itu yang terjadi, maka dulu Bung Karno tak akan pernah menjadi presiden Indonesia. Tiga kriteria untuk memilih pemimpin adalah amanah, integritas dan kompetensi, “ ujar mantan Menteri Koordinator Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid ini.

Ditambahkan Rizal, disaat parpol yang sudah tidak laku di mata rakyat, maka selayaknya Indonesia mencari orang yang telah memiliki nama yang memiliki integritas, kompetensi dan bersih KKN.

“Sebab integritas dan kompetensi itu tidak bisa direkayasa. Semakin populer tokoh itu maka akan memudahkan negosiasi dengan parpol, “ ujarnya.

Rizal Ramli merasa prihatin, karena Indonesia yang dikenal super kaya raya, tetapi 60 persen penduduknya masih kategori miskin. Kondisi tersebut terjadi, akibat banyak masalah sosial tak kunjung tertangani, yang disebabkan pemimpinnya selain tidak amanah juga tidak memahami persoalan yang sedang dihadapi dan bagaimana langkah memperbaiki kehidupan rakyat.

“Mimpi reformasi adalah rakyat sejahtera, demokratis dan supremasi hukum terpelihara, tetapi apa yang terjadi, jauh dari harapan. Bahkan kegiatan kenegaraan kita bagai pasar malam, siapapun bisa masuk berbaur ke dalam, “ ujarnya.

Ditambahkan Kabulog era Gus Dur itu, mestinya Indonesia  mampu mengalami kemajuan dengan tingkat pertumbuhan hingga 14 persen, tidak hanya 6 persen. 

“Dengan tingkat pertumbuhan sekarang ini,  kita tidak bisa bermimpi mengejar kemajuan negara tetangga seperti Malaysia, Singapura apalagi Korea, Jepang dan China, “ ujarnya

Editor : Surya