Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Deforestasi Rusak Sistem Penyimpanan Karbon
Oleh : dd
Senin | 04-02-2013 | 13:33 WIB

BATAM, batamtoday - Pembukaan lahan gambut di wilayah tropis “membangkitkan” karbon dari dalam tanah dan melepas CO2 ke atmosfer. Temuan ini terungkap dari hasil penelitian terbaru dari Open University dan mitra, yang diterbitkan dalam jurnal Nature, pekan lalu.

Lahan gambut tropis dengan kandungan air yang tinggi dan tingkat pembusukan yang rendah, menyimpan karbon organik hingga kedalaman puluhan meter di dalam tanah. Lahan gambut ini banyak ditemukan di wilayah Indonesia.

Lahan gambut alami (yang juga menjadi habitat bagi orangutan yang terancam kelestariannya) terus dirusak oleh praktik deforestasi, pembuatan saluran air (drainase) dan pembakaran hutan demi membuka lahan pertanian dan perkebunan, terutama perkebunan sawit dan tanaman pangan.

Dr Sam Moore, lulusan program doktoral di Open University, yang memimpin penelitian ini menyatakan: “Jumlah karbon yang terlepas akibat proses pengeringan dan deforestasi lahan gambut 50% lebih tinggi dibanding lahan yang tidak tersentuh praktik deforestasi.”

Karbon yang terlepas pada lahan gambut yang terkena dampak deforestasi adalah karbon yang berumur ratusan bahkan ribuan tahun yang terletak jauh di dalam tanah.

Deforestasi lahan gambut Asia adalah sumber emisi CO2 dunia dan jumlah emisi yang dihasilkan jauh lebih besar dari yang diperkirakan sebelumnya. Pelepasan karbon akibat pembangunan sistem drainase atau saluran air seringkali tidak diperhitungkan. Para peneliti menemukan, praktik tersebut menambah jumlah karbon yang terlepas hingga 22%.

Perubahan siklus air akibat pembangunan drainase adalah penyebab utama hilangnya karbon ini. Jika lahan gambut tidak mengalami kerusakan, sebagian besar air hujan akan diserap oleh tanaman. Saat hutan gambut dan rawa dirusak, air hujan akan mengalir melalui lahan gambut dan rawa, menghanyutkan karbon yang telah tersimpan ribuan tahun lamanya.

“Karbon berumur ribuan tahun ini terus hilang di lahan-lahan gambut Asia akibat pembukaan lahan untuk tanaman pangan dan biofuel,” ujar Dr Vincent Gauci, Dosen Senior di Earth Systems and Ecosystem Science milik Open University.

“Jumlah karbon yang hilang akibat pengeringan ekosistem gambut di sepanjang sungai Asia Tenggara naik 32% dalam 20 tahun terakhir. Angka ini lebih dari separuh jumlah karbon yang hilang per tahun di lahan-lahan gambut Eropa,” tambahnya lagi.

Kerusakan lahan gambut di Asia menurut para peneliti adalah bencana lingkungan. Namun – tidak seperti deforestasi di hutan Amazon – belum banyak pihak yang mengetahui mengenai kerusakan ini. Tim peneliti menyimpulkan, diperlukan upaya perlindungan yang lebih serius untuk menjaga lahan gambut dari kerusakan akibat praktik pembukaan lahan untuk perkebunan sawit dan kepentingan yang lain.