Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Menghijaukan Gedung-Gedung Dunia
Oleh : dd
Senin | 28-01-2013 | 12:00 WIB
masdar_city.jpg Honda-Batam
Masdar City, salah satu kota di Uni Emirat Arab yang berhasil menghijaukan gedung-gedungnya.

BATAM, batamtoday - Menghijaukan gedung-gedung dunia bisa menjadi solusi masalah energi, sampah dan perubahan iklim.

Hal ini terungkap dari laporan Worldwatch Institute berjudul “State of the World 2012: Moving Toward Sustainable Prosperity” yang dirilis pekan lalu di Washington, D.C.

Jumlah gedung-gedung dunia akan terus bertambah seiring dengan pertumbuhan ekonomi. Pada 2030, diperkirakan akan ada 1,4 miliar penduduk baru yang tinggal di perkotaan dan 1,3 miliar diantaranya berada di negara-negara berkembang.

Meningkatnya jumlah gedung di perkotaan ini berdampak jangka panjang pada lingkungan dan sumber daya alam. Bangunan tempat kita hidup dan bekerja, merupakan pengguna energi terbesar. Bangunan bertanggung jawab atas 30–40% total emisi CO2. Bangunan juga menghasilkan 30-40% sampah padat dunia dan menggunakan 12% kebutuhan air tawar.

Namun solusi atas masalah tersebut. Kaarin Taipale, penyusun laporan Worldwatch Institute ini menyatakan, kebijakan publik yang efektif bisa menjadi solusi paling efisien dan murah untuk mewujudkan bangunan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Tujuan akhirnya adalah mengurangi secara radikal jejak lingkungan (environmental footprint) serta dampak sosial dan finansial negatif dalam jangka panjang.

“Kebijakan bisa mengontrol (melalui regulasi yang mengikat), memotivasi (melalui pemberian insentif), atau meningkatkan kepedulian (melalui pembentukan kesadaran). Dan kebijakan yang paling efektif adalah yang bisa menggabungkan ketiganya,” ujar Taipale, yang merupakan seorang ahli perkotaan dari Finlandia. “Panel surya di atap bukanlah ukuran sebuah bangunan hijau. Diperlukan sebuah regulasi bangunan yang ketat dengan target-target terukur untuk mewujudkannya.”

Taipale menyarankan empat dimensi kebijakan terbaik guna mewujudkan bangunan berkelanjutan.

Dimensi pertama adalah proses. Menurut Taipale, siklus kehidupan sebuah gedung harus benar-benar dikaji, mulai dari perancangan, konstruksi, pemakaian hingga penghancurannya. Di sini, kebijakan berperan penting untuk memastikan bahwa perencanaan dan konstruksi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan dipatuhi. Hal penting lain yang diperlukan adalah catatan pemeliharaan gedung yang meliputi perawatan dan renovasi.

Dimensi kedua adalah kinerja. Harus ada kriteria utama bagi sebuah gedung yang ramah lingkungan dan berkelanjutan seperti kinerja minimal penggunaan energi, emisi gas rumah kaca yang dihasilkan, standar penggunaan air dan produksi limbah. Standar minimal ini harus dipenuhi pada setiap bangunan di perkotaan.

Dimensi ketiga adalah infrastruktur yang berkelanjutan. Bangunan memerlukan infrastruktur yang efisien yang mampu menghemat sumber daya dan memberikan layanan dasar yang sama kepada semua orang, seperti air dan sanitasi, energi, komunikasi dan transportasi publik. Kebijakan di lima sektor ini diperlukan untuk mengamankan akses atas layanan-layanan dasar tersebut.

Dimensi keempat, menurut Taipale adalah penggunaan sumber daya. Penggunaan sumber daya secara berkelanjutan memerlukan pertimbangan finansial, SDM dan ketersediaan sumber daya alam. Contoh, untuk membantu mitigasi perubahan iklim dan pemanasan global, dibutuhkan tekad yang kuat untuk beralih ke energi baru dan terbarukan (EBT). Peralihan ini bisa mengurangi polusi dan bermanfaat bagi kesehatan.

Mewujudkan gedung yang ramah lingkungan dan berkelanjutan harus dimulai sejak awal gedung tersebut dibangun. Kebijakan publik yang efisien dan konsisten adalah kuncinya.

Sumber : Hijauku.