Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Menunjukkan Amarah Juga Bagus untuk Memperpanjang Umur
Oleh : dd/dth
Kamis | 27-12-2012 | 15:55 WIB

BATAM, batamtoday - Ada yang bilang jika kemarahan yang tak dilampiaskan akan menyebabkan perasaan jadi mendongkol atau sakit hati yang tak kunjung sembuh. Ternyata hal ini benar adanya. Sebuah studi mengungkap pelampiasan kemarahan secara berapi-api atau menunjukkan emosi negatif justru baik bagi kesehatan seseorang, terutama sebagai kunci panjang umur.

Secara khusus peneliti pun membandingkan orang Italia dan Spanyol yang pemarah dengan orang Inggris yang suka memendam amarah. Orang Italia dan Spanyol yang pemarah terbukti bisa hidup dua tahun lebih lama ketimbang orang Inggris. Lagipula karakteristik orang Inggris yang suka memendam amarah itu justru dapat berakibat serius terhadap kesejahteraan fisik dan mental mereka.

Setelah mengamati lebih dari 6.000 pasien, tim peneliti dari University of Jena di Jerman menemukan bahwa partisipan yang menyembunyikan kecemasannya dilaporkan mengalami peningkatan denyut nadi. Masalahnya, dari waktu ke waktu, hal ini menyebabkan tekanan darah tinggi dan peningkatan peluang berbagai penyakit, mulai dari penyakit jantung koroner, kanker hingga kerusakan ginjal.

Studi yang diprakarsai Marcus Mund dan Kristin Mitte ini pun mengidentifikasi orang-orang yang suka memendam amarahnya ini dengan sebutan 'represor' dan mengklaim bahwa mereka berisiko tinggi mengalami berbagai gangguan kesehatan akibat karakternya itu.

"Orang-orang seperti ini dikenal dari cara mereka menyembunyikan tanda-tanda ketakutannya serta dari perilaku defensif mereka. Mereka cenderung menghindari risiko dan selalu mengambil tindakan pengendalian tingkat tinggi terhadap dirinya sendiri dan lingkungan di sekitar mereka," ujar Mund seperti dikutip dari Daily Mail, Kamis (27/12/2012).

"Misalnya ketika menemui sebuah pekerjaan yang membuat mereka stres maka detak jantung dan rasio denyut nadi mereka akan tercatat lebih tinggi daripada non-represor. Mereka pun cenderung menunjukkan berbagai gejala stres dan kecemasan obyektif lainnya," lanjutnya.

Beruntung peneliti juga menemukan meski orang-orang yang suka memendam perasaan semacam ini berisiko lebih tinggi terserang berbagai penyakit, proses pemulihan mereka dari penyakit-penyakit ini juga dilaporkan bisa lebih cepat.

"Karena tingkat pengendalian dirinya yang tinggi, represor cenderung sangat disiplin dan lebih termotivasi untuk mengadaptasi atau merubah gaya hidupnya menjadi lebih baik," pungkas Mund.