Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Jual BBM Bersubsidi ke Hiswana

Senin Besok, Komisi VII DPR akan Panggil Karen Agustiawan
Oleh : si
Minggu | 02-12-2012 | 16:43 WIB
Ahmad_Farial.jpg Honda-Batam

Wakil Ketua Komisi VII DPR Ahmad Farial

JAKARTA, batamtoday - Pimpinan Komisi VII DPR akan memanggil Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan pada Senin (3/12/2012) besok, untuk mempertanyakan kabar dari BPH Migas mengenai penjualan BBM bersubsidi ke Hiswana Migas.


Achmad Farial, Wakil Ketua Komisi VII DPR mengatakan Karen akan dimintai klarifikasi terkait laporan BPH Migas, Pertamina menjual BBM Bersubsidi tidak sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 15 tahun 2012. Khususnya mejual BBM subsidi Rp4.300 per liter ke Hiswana Migas di Depot.

"Saya minta buktinya membeli Rp4.300, saya akan panggil Pertamina. Tolong kasih buktinya ke saya, bahwa membeli Rp4.300," ungkapnya di Jakarta kemarin.

"Saya hari Senin, saya akan panggil Karen, saya akan tanya ini. Bagaimana BBM bisa dijual dengan Rp4.300 per liter," tegasnya menanggapi pernyataan Djoko Siswanto, Direktur BPH Migas.

Lanjutnya menjelaskan, untuk BBM subsidi, terdapat "fee" untuk penyalur sekitar Rp200 per liternya. Karenanya, jika Hiswana Migas sebagai pelaku usaha SPBU membelinya Rp4.300 per liter, maka itu artinya Hiswana Migas mendapat keuntungan ganda. Yakni "fee" penyalur dan untung pembelian sebesar Rp200 per liter dari pembelian BBM subsidi di Depot Pertamina.

Sebelumnya, Direktur BPH Migas mengutarakan berdasarkan aturan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 15 yang menyatakan bahwa titik serah BBM bersubsidi itu di penyalur di SPBU. Bukan di Depot Pertamina.

Harga BBM bersubsidi yang dibeli oleh Penyalur adalah Rp4.500 per liter. Bukan Rp4.300 per liter, seperti yang terjadi saat Hiswana Migas membeli di depot.

"Faktanya, bila mengacu pada Perpres nomor 15, Hiswana Migas masih membeli dari Depot dengan harga Rp4.300. Inikan salah. Ini sangat-sangat salah tidak sesuai Perpres nomor 15," sebutnya.
 .
Padahal, kata dia, Hiswana seharusnya membeli BBM bersubsidi dengan harga pasar lalu menjualnya ke masyarakat seharga Rp 4.500 perliter. Selisihnya diklaim lalu ke pemerintah.

Menurut Djoko, praktik penjualan BBM bersubsidi antara Pertamina dan Hiswana Migas itu melanggar peraturan presiden (Perpres) Nomor 15 tahun 2012 . Kenyataannya, kata dia, tidak semua BBM bersubsidi yang keluar dari Depot Pertamina sampai ke masyarakat.

"Praktik itu sampai sekarang. Celakanya lagi, negara bayar subsidi BBM yang keluar dari depot. Ini dari manajemennya harus diperbaiki," kata Djoko.

Seperti diberitakan, pemerintah akan mengajukan tambahan kuota BBM bersubsidi sebanyak 1,2 juta kiloliter ke DPR. Pasalnya, kuota BBM bersubsidi sebesar 44 juta kiloliter yang ditetapkan dalam APBNP 2012 diprediksi akan habis pada 23 Desember

Itulah, menurutnya, yang salah dari manajemen dan harus diperbaiki untuk mengurangi penyalahgunaan. "Inilah dulu yang harus dibenahi. Hiswana jangan membeli BBM bersubsidi di Depot dengan harga di bawah harga subsidi. Belilah dengan harga keekonomian, dan kalau kalian menjual ke masyarakat dengan harga subsidi, tunjukkan ke negara, tunjukan kepada BPH siapa konsumennya, berapa volumenya," keluhanya.