Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Fitra Minta Korupsi Bansos Rp 63 Miliar di Kementerian PDT Diusut
Oleh : si
Minggu | 18-11-2012 | 19:15 WIB
Ucok_Sky_Kadafi.jpg Honda-Batam

Ucok Sky Kadafi, Koordinator Investigasi dan Advokasi FITRA

JAKARTA, batamtoday - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menilai ada potensi penyelewengan dana bantuan sosial (bansos) sebesar Rp 63 milyar di Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) dibawa pimpinan Menteri Helmy Faisal Zaini


Potensi penyelewengan tersebut terjadi karena penggunaan anggaran tidak memiliki bukti pertanggungjawaban yang jelas dan tertulis resmi.

Menurutnya, berdasarkan hasil audit BPK semester I tahun 2012, sudah jelas menyatakan bahwa pengeluaran anggaran sebesar Rp 63 milyar yang tidak didukung dengan bukti pertanggungjawaban yang lengkap dan sah berpotensi terjadi penyimpangaan.

"Dari anggaran bansos sebesar Rp63 miliar, sebanyak Rp57,8 miliar tidak berdasarkan proposal atau SK (Surat Keputusan) Bupati tentang lokasi penerimaan bantuan, SPK (Surat Perintah Kerja), dan BAST (Berita Acara Serah Terima) pekerjaan. Lihat di pagu anggaran bansos tahun anggaran 2011 sebesar Rp 277.569.559.000, dan sudah direalisasi sebesar 79.9 persen atau anggarannya sebesar Rp 221.942.827.528," kata Koordinator Investegasi dan Advokasi FITRA Uchok Sky Khadafi, Jakarta, Minggu (18/11/21012).

Beberapa contoh pengeluaran dana bansos untuk daerah yang berpotensi ada penyimpangan antara lain, Sarana Air Bersih di Kabupaten Morowali sebesar Rp300 juta, Sarana Air Bersih di Kabupaten Lebong sebesar Rp298 juta, Sarana air bersih di Halmahera Timur sebesar Rp313 juta, Air Bersih kabupaten Pasaman Barat sebesar Rp493 juta dan Paket Dermaga di Muna sebesar Rp396 juta.

Sementara itu, alokasi anggaran sebesar Rp5,1 miliar sisanya tidak memiliki kontrak atau BAST (Berita Acara Serah Terima) pekerjaan. Beberapa contoh alokasi bansos untuk daerah dari anggaran tersebut dan berpotensi ada penyimpangan adalah jalan desa di kabupaten Lombok Timur sebesar Rp325 juta dan pasar desa di kabupaten Alor sebesar Rp663 juta.

"Selain itu Masih ada tagihan dari pihak ketiga sebesar Rp 9.3 milyar yang belum dibayar oleh KPDT, dan memang sampai sekarang belum dianggarkan dalam DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) KPDT tahun 2012 ini. Di sini saja sudah menyalahi aturan," lanjut Ucok

Menurut Uchok, penyelidikan yang lebih merinci perlu dilakukan atas alokasi anggaran dana bansos di Kementerian PDT. Apalagi, dana bansos merupakan alokasi anggaran yang sering menghilang tanpa jejak.

"Penyataan opini hasil audit BPK semester I tahun 2012 sudah jelas menyatakan bahwa pengeluaran anggaran sebesar Rp63 miliar yang tidak didukung dengan bukti pertanggungjawaban yang lengkap, dan berpotensi terjadi penyimpangan," kata Uchok.

Ia juga meminta agar DPR mau mendorong kasus dugaan penyelewengan dana bansos tersebut ke aparatur hukum seperti Polri dan KPK.

"DPR harus dorong dong kasus ini ke aparat hukum. Masa anggaran bansos sebesar Rp 63 milyar tidak didukung oleh bukti pertanggungjawaban yang lengkap dan sah, dibiarkan saja alias tidak diapa apakan. DPR jangan kalah dengan (Meneg BUMN) Dahlan Iskan atau (Sekretaris Kabinet) Dipo Alam.  Masak DPR mau anggotnya dianggap hanya tidur, duduk, dan duit. Padahal anggota DPR itu bisa beraksi, dan berani. Ayo gunakan hak pengawasan DPR anda ," kata Uchok.