Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Terbitkan Perpres No.95 Tahun 2012

Pemerintah Taati Putusan MK soal Pembubaran BP Migas
Oleh : si
Kamis | 15-11-2012 | 16:23 WIB

JAKARTA, batamtoday - Pemerintah menaati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dibubarkannya Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Usaha Minyak dan Gas (BP Migas). Presiden sendiri telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 95 tahun 2012 untuk mencegah kevakuman terhadap usaha hulu migas.


Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan hal ini dalam keterangan pers menanggapi keputusan MK tersebut, di Kantor Presiden, kemarin petang. Presiden menegaskan akan menaati putusan MK yang menilai keberadaan BP Migas sebagai tidak memiliki ketetapan hukum.

"Saya tidak punya tafsiran, pendapat, atau analisis apapun kecuali menjalankan dengan sepenuh hati apa yang telah menjadi putusan MK," kata Presiden SBY. Sejak ada putusan MK tersebut, lanjut SBY, sudah berkembang sejumlah isu, termasuk keresahan dari berbagai kalangan.

Pemerintah segera mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menangapi putusan MK dan meredakan kecemasan yang berkembang dengan mengeluarkan Perpres No. 95 tahun 2012. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah kevakuman aturan sekaligus memberikan kepastian bagi usaha hulu minyak dan gas bumi.

"Dalam Perpres yang telah saya terbitkan, pada prinsipnya kita tentukan bahwa eks BP Migas pada masa transisi ini, sesuai pula degan putusan MK, kedudukannya berada di bawah Menteri ESDM," Presiden SBY menjelaskan.

"Saya juga sudah memerintahkan Menteri ESDM untuk mengaudit, sebelum sepenuhnya menjalankan apa yang dilakukan BP Migas," SBY menambahkan.

Mengenai kecemasan karyawan mantan BP Migas, Presiden menyatakan mereka tetap berada di posisinya, "Kecuali yang posisinya terkait dengan dibubarkannya BP Migas. Pegawai dan karyawan lainnya tetap pada posisi dan tetap menjalankan fungsi, tidak boleh terhenti," ujar SBY.

"Tidak perlu ada ketidaknyamanan, kegiatan akan terus berlangsung merujuk putusan MK, pemerintah akan melaksanakan kewajibannya, terutama di masa transisi ini sampai segala seusatunya ada diposisi lebih baik," Presiden menegaskan.

Presiden menambahkan, mengakui pembubaran BP Migas sempat menimbulkan kecemasan dari berbagai kalangan yang mempertanyakan kepastian hukum terkait presdiksi dari kebijakan dan regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah.

"Kemarin saya dengar laporan (putusan MK) jam 11 siang, 13 November 2012. Tentu ada implikasinya. Pertama, apa yang saya pantau memang putusan itu menimbulkan kecemasan menyangkut legal certainty di negeri ini. Juga menyangkut `predictability over policy and regulation` yang dikeluarkan oleh pemerintah," katanya.

Ia mengatakan di negara manapun juga dunia investasi dan dunia usaha memerlukan jaminan kepastian hukum dan prediktabilitas dari kebijakan yang ada untuk mengambil keputusan.

"Kalau ini tidak segera saya ambil alih situasinya, isu tentang ketidakpastian bisa mengganggu iklim investasi yang sebenarnya sekarang makin baik dibandingkan 10 tahun lalu misalnya," kata Presiden merujuk pada keperluan penerbitan peraturan presiden untuk mengisi kevakuman kepastian hukum.

Kepala Negara mengatakan bahwa saat perekonomian dunia mengalami kesulitan seperti saat ini tidak semua negara memiliki peluang itu.

Ia juga mengatakan tanpa pertumbuhan ekonomi, tidak tercipta lapangan pekerjaan sehingga investasi sangat penting.

"Sektor minyak ini juga penting, sekitar Rp300 triliun setahun. Oleh karena itu iklim ini tidak boleh ada goncangan," ujarnya.

Pada kesempatan itu Presiden mengatakan bahwa pemerintah taat dan menjalankan putusan MK yang bersifat final dan mengikat dengan menerbitkan peraturan presiden sebagai aturan resmi untuk menghindari kevakuman.

"Pemerintah mulai besok akan menyusun aturan pasti yang akan menjadi UU yang baru agar dunia bisnis hulu migas ini berlangsung dengan baik, transparan, bebas dari penyimpangan, dan sebagainya mengingat minyak dan gas bumi adalah aset negara dan kekuatan ekonomi serta masa depan Indonesia," kata Presiden.