Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Menkes Dorong Penyelesaian Registrasi Anak Nasional, Fokus pada Penyandang Down Syndrome
Oleh : Redaksi
Senin | 19-05-2025 | 10:48 WIB
Down-Syndrome-Sedunia.jpg Honda-Batam
Menkes Budi Gunadi Sadikin, saat menghadiri peringatan Hari Down Syndrome Sedunia 2025 di RSAB Harapan Kita, Jakarta, Kamis (15/5/2025). (Kemenkes)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, menegaskan pentingnya percepatan penyelesaian registrasi anak nasional (children registry) sebagai dasar layanan kesehatan anak yang lebih inklusif dan akurat, terutama bagi anak-anak dengan kondisi khusus seperti Down Syndrome.

Pernyataan ini disampaikan dalam acara peringatan Hari Down Syndrome Sedunia 2025 di RSAB Harapan Kita, Jakarta, Kamis (15/5/2025). "Database-nya harus jadi, registry-nya harus jadi. Ini harus diselesaikan cepat," tegas Budi dalam sambutannya.

Proses pengumpulan data nasional ini kini dikoordinasikan oleh Direktur Utama RSAB Harapan Kita, dr Ockti Palupi Rahayuningtyas, dan menjadi landasan penting dalam menyusun kebijakan berbasis bukti untuk pelayanan kesehatan anak yang lebih tepat sasaran.

Menurut data dari program Cek Kesehatan Gratis (CKG), sekitar 400 ribu bayi telah menjalani skrining dini untuk enam jenis penyakit bawaan, termasuk hipotiroid kongenital. Hasil skrining menemukan 4.300 kasus penyakit jantung bawaan, menjadikannya kelainan terbanyak kedua setelah gangguan empedu. Sekitar 50 persen anak dengan Down Syndrome juga mengalami kondisi jantung bawaan tersebut.

"Yang saya minta sekarang adalah sumber data yang betul-betul bisa menyelesaikan child registry ini," ujar Budi, demikian dikutip laman Kemenkes.

Ia juga menyoroti penanganan Down Syndrome hingga saat ini masih cenderung semi-paliatif, mengingat kondisi ini sudah terbentuk sejak masa kehamilan. Oleh karena itu, Kemenkes memperkuat kolaborasi dengan organisasi seperti NLR dan POTADS (Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome) untuk memperluas jangkauan edukasi dan layanan kesehatan di seluruh daerah.

Sebagai langkah nyata, RSAB Harapan Kita ditugaskan untuk menghimpun data pasien Down Syndrome dari rumah sakit daerah di 514 kabupaten/kota, serta menyusun program pelatihan dokter daerah agar pemerataan layanan tidak hanya berpusat di ibu kota. "Jangan hanya eksklusif di Jakarta," tegas Menkes.

Lebih lanjut, Budi menekankan bahwa kesenjangan akses layanan akibat kondisi geografis menjadi tantangan serius. Ia meminta rumah sakit yang menerima bantuan pemerintah agar mampu memberikan layanan optimal, khususnya bagi anak-anak berkebutuhan khusus.

Dalam acara yang sama, Ketua POTADS, Eliza Oktavianti Rogi, menyambut baik peluncuran buku 'Tanya Jawab Seputar Penyakit Jantung Bayi, Anak, dan Remaja dengan Down Syndrome'. Buku ini diharapkan dapat menjadi referensi penting bagi tenaga medis maupun orang tua penyandang Down Syndrome.

"Kami sebagai orang tua berusaha, tapi kami juga butuh dukungan dari luar," ujar Eliza.

POTADS selama ini aktif mengedukasi dan mendampingi keluarga penyandang Down Syndrome melalui kegiatan seperti Rumah Ceria. Menurut Eliza, anak-anak dengan Down Syndrome bisa menjadi individu produktif bila mendapatkan dukungan, layanan, dan akses yang setara.

Data POTADS mencatat sekitar 300 ribu penyandang Down Syndrome di Indonesia, namun hanya sekitar 3.000 yang tercatat aktif dalam komunitas. Dengan dukungan Kemenkes dan jaringan Puskesmas hingga kelurahan, diharapkan jangkauan edukasi dan pendampingan dapat semakin meluas.

Peringatan Hari Down Syndrome Sedunia setiap 21 Maret kini diarahkan sebagai momentum untuk memperkuat sistem kesehatan yang inklusif, adil, dan merata bagi seluruh anak Indonesia. Peluncuran buku ini menjadi bagian dari strategi jangka panjang untuk mewujudkan layanan kesehatan yang berpihak pada anak dengan kondisi khusus.

Editor: Gokli