Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

PLN Batam dan Kegentingan Kepemimpinan
Oleh : Redaksi
Kamis | 15-05-2025 | 09:04 WIB
LAYANAN-PLN-BATAM.jpg Honda-Batam
Kantor Pelayanan PLN Batam. (Foto: Humas PLN Batam)

Oleh Lintong C Monroe

MASYARAKAT Batam kembali harus menghadapi kenyataan yang menyakitkan: listrik yang kerap padam tanpa pemberitahuan.

Lebih dari sekadar gangguan teknis, kondisi ini memperlihatkan gejala lebih dalam: hilangnya profesionalisme dan kendali tata kelola di tubuh PT PLN Batam.

Gangguan listrik yang berulang dan sering kali terjadi tanpa informasi resmi tidak hanya merugikan secara ekonomi, tetapi juga mengguncang rasa aman warga.

Industri rumah tangga dan UMKM terganggu, fasilitas penyimpanan ikan rusak, dan kebutuhan dasar seperti penerangan malam hari terganggu. Kekecewaan masyarakat pun memuncak.

Yang menjadi pertanyaan publik hari ini bukan semata soal teknis kelistrikan, tetapi siapa yang sesungguhnya memimpin dan bertanggung jawab di PLN Batam.

Penunjukan Kwin Fo sebagai Direktur Utama PLN Batam menuai tanda tanya. Tak banyak yang mengenalnya, bahkan pencarian digital tentang rekam jejaknya pun minim.

Serah terima jabatan yang dilakukan via zoom, tanpa keterlibatan publik dan internal yang memadai, memunculkan spekulasi: apakah penunjukan ini sesuai dengan prinsip good governance?

Tokoh masyarakat Batam, Yudi Kurnain, menyampaikan bahwa penunjukan tersebut mengabaikan prinsip profesionalitas. Ia juga menyebut bahwa PLN Batam dulunya dikenal solid, profesional, dan responsif. Kini, citra itu nyaris sirna.

Masyarakat bertanya-tanya, mengapa pucuk pimpinan diserahkan kepada figur yang tidak dikenal memiliki kompetensi spesifik di bidang kelistrikan Batam?

Lalu datanglah pembelaan yang absurd: Dirut PLN Batam, Kwin Fo, bersuara di media bahwa ia akan melaporkan praktik koruptif di dalam tubuh PLN.

Baik. Tapi apakah koar-koar bongkar korupsi itu dilakukan untuk memperbaiki institusi PLN Batam atau mengalihkan sorotan dari buruknya pelayanan? Publik cerdas, dan Batam tak sudi dibodohi. Pelaporan korupsi tak bisa menjadi tameng untuk menutupi ketidakmampuan.

Publik juga tahu, tugas utama seorang direksi adalah memastikan layanan publik berjalan optimal. Mengungkap korupsi penting, tetapi tidak boleh menjadi alasan untuk menutupi kegagalan memberikan pelayanan dasar.

PLN Batam bukan entitas privat. Ia perusahaan strategis milik negara, dibangun dari keringat dan dana masyarakat Batam. Di dalamnya terkandung dana penerangan jalan, pajak, dan investasi kolektif masyarakat kota industri ini.

Maka, setiap kebijakan dan penunjukan pejabat strategisnya tidak bisa dilakukan secara sembarangan.

Pemerintah pusat, khususnya Kementerian BUMN, semestinya peka. Batam adalah etalase ekonomi Indonesia di perbatasan. Jika masalah kelistrikan saja tidak bisa diselesaikan dengan tuntas dan transparan, bagaimana publik bisa percaya pada komitmen negara dalam menjamin pelayanan publik di daerah strategis lainnya?

Kini saatnya refleksi. Kepemimpinan di perusahaan negara tidak cukup hanya dengan gelar atau kedekatan. Yang dibutuhkan adalah kompetensi, rekam jejak, dan keberanian untuk bekerja dalam transparansi.

Jika PLN Batam ingin dipulihkan marwahnya, maka tata kelola yang sehat dan akuntabel harus dikembalikan. Dimulai dari menjawab satu pertanyaan sederhana: siapa yang memimpin, dan apakah ia layak dipercaya?

Saat ini, yang mati bukan cuma lampu. Yang padam adalah akal sehat pengambil kebijakan. Listrik bisa dipadamkan sementara, tapi jika nalar dan etika tak dinyalakan kembali, maka yang gelap bukan sekadar ruangan, melainkan masa depan Batam sendiri.*

Penulis adalah Wartawan Senior dan Mantan Aktivis 98