Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Menkomdigi Tegaskan Komitmen Indonesia Bangun Ekosistem AI yang Inklusif dan Berkeadilan di Forum Dunia
Oleh : Redaksi
Jum\'at | 25-04-2025 | 11:24 WIB
Forum-Global.jpg Honda-Batam
Menkomdigi Meutya Hafid, menjadi pembicara dalam forum internasional Machines Can See 2025 yang digelar di Dubai, Uni Emirat Arab, Rabu (23/4/2025). (Komdigi)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid, menegaskan masa depan kecerdasan buatan (AI) bukanlah milik segelintir negara maju, melainkan hak seluruh umat manusia.

Pesan ini disampaikan saat ia menjadi pembicara dalam forum internasional Machines Can See 2025 yang digelar di Dubai, Uni Emirat Arab, Rabu (23/4/2025).

Dalam sesi panel bertema 'Wanted: AI to Retain and Attract Talents to the Country', Meutya menggarisbawahi pentingnya membangun ekosistem AI yang etis, inklusif, serta mencerminkan keberagaman dunia. "Teknologi seharusnya tidak hanya menjawab kebutuhan segelintir orang. Ia harus menjadi representasi dunia yang beragam," ujarnya, demikian dikutip laman Komdigi.

Meutya menjelaskan Indonesia kini berada pada posisi strategis dari sisi demografi, digitalisasi, dan geopolitik. Dengan lebih dari 212 juta pengguna internet dan status sebagai negara keempat dengan populasi terbesar di dunia, Indonesia berkomitmen untuk menjadi pemain aktif dalam pengembangan teknologi global.

Ia juga menyoroti kerja sama Indonesia dengan negara-negara BRICS dalam membentuk ekosistem AI yang bertanggung jawab. Kolaborasi ini, menurutnya, difokuskan pada kesetaraan akses, pemberdayaan perspektif negara berkembang, serta pemanfaatan AI untuk menjawab kebutuhan nyata masyarakat, seperti deteksi bencana, pertanian cerdas, dan layanan kesehatan jarak jauh.

"Indonesia tengah mengembangkan berbagai aplikasi AI untuk meningkatkan pelayanan publik, termasuk sistem perlindungan sosial yang akan diluncurkan Agustus 2025 dan layanan pemeriksaan kesehatan gratis," kata Meutya.

Ia menambahkan, pemerintah juga tengah menyiapkan pelatihan bagi sembilan juta talenta digital hingga 2030 guna menghadapi transformasi teknologi.

Meutya turut menekankan pentingnya ketahanan pangan, yang menjadi perhatian utama Presiden Prabowo. Menurutnya, penerapan AI dalam sistem pertanian dan logistik menjadi strategi krusial dalam menghadapi tantangan geopolitik dan perubahan iklim.

Di sisi infrastruktur, Meutya memaparkan sejumlah langkah pemerintah untuk mengatasi ketimpangan konektivitas di wilayah kepulauan. Di antaranya adalah pelelangan spektrum 2,6 dan 3,5 GHz, perluasan jaringan serat optik, pembangunan kabel bawah laut, serta pengembangan pusat data nasional berlatensi rendah.

"Indonesia memiliki 17.000 pulau yang harus dikoneksikan. Ini bukan tugas mudah, tapi menjadi syarat mutlak agar AI bisa dinikmati secara merata," ujarnya.

Lebih lanjut, Meutya menyoroti isu diaspora digital. Ia menyebut sekitar delapan juta warga Indonesia tinggal di luar negeri, termasuk 20.000 profesional di Silicon Valley yang kini terlibat dalam pengembangan teknologi AI. "Kami tidak menyebutnya brain drain, tetapi brain link --karena mereka tetap menjadi bagian dari kekuatan nasional," tegasnya.

Sebagai wujud inklusivitas, pemerintah juga tengah membangun pusat keunggulan AI di beberapa kota, seperti Bandung, Surabaya, dan Papua. Menurut Meutya, keberadaan pusat AI di Papua menjadi simbol penting bahwa transformasi teknologi harus menyentuh seluruh pelosok negeri.

Forum Machines Can See 2025 menjadi panggung penting bagi Indonesia untuk menyuarakan visi global yang inklusif dalam pengembangan AI. Meutya menutup pernyataannya dengan menyerukan bahwa masa depan kecerdasan buatan harus dibentuk bersama berdasarkan prinsip keadilan, akses merata, dan keberagaman.

Editor: Gokli