Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Akui Ada yang Nakal

ABADI Tolak Permenakertrans yang Batasi Usaha Outsourcing
Oleh : si
Jum'at | 09-11-2012 | 18:52 WIB

PARA PENGUSAHA outsourcing yang tergabung dalam Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia (ABADI) menyatakan, menolak draft Peraturan Menakertrans (Permenakertrans) yang membatasi outsourcing menjadi hanya lima bidang.


Seperti diketahui, kelima bidang yang diperbolehkan meliputi cleaning service, security, catering, pertambangan, dan transportasi. ABADI menilai, Permenakertrans tidak menyelesaikan masalah outsourcing.

"Pandangan ABADI terhadap Permenakertrans tentang syarat-syarat alih daya, kita menolak, karena draft tersebut tidak mengurai masalah di lapangan," tegas Ketua Umum ABADI Wisnu Wibowo di Menara Kuningan, Jumat (9/11/2012).

Menurut Wisnu, draft peraturan yang disiapkan Menakertrans Muhaimin Iskandar akan menciptakan ketidakpastian hukum karena bertubrukan dengan Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 dan KUHPerdata serta memperumit birokrasi.

"Kami menyarankan usaha pemborongan tidak perlu diatur Permen karena sudah diatur dalam UU dan hukum perdata. Ini juga menciptakan birokrasi baru, pungutan baru," ujarnya.

Bila Permenakertrans benar-benar disahkan, pihaknya mengancam akan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). "Kalau Permen tetap membatasi lima, kita akan lakukan gugatan hukum terhadap Permenaker tersebut," tandas Wisnu.

Pada kesempatan itu, Wisnu mengakui bahwa sebagian besar perusahaan outsourcing tidak menaati aturan hukum yang berlaku, sehingga menyebabkan banyak buruh hidup dengan upah tidak layak.

"Pelaksanaan alih daya (outsourcing) memang belum sempurna, tapi banyak juga yang taat aturan dan manusiawi meski jumlahnya lebih kecil, seperti kami ini. Dari 12 ribu, yang terdaftar di Kemenakertrans 6.300, anggota ABADI hanya sekitar 100," katanya.

Wisnu menjelaskan, kebanyakan perusahaan outsourcing yang bermasalah bergerak di sektor penyediaan tenaga kerja. Adapun, outsourcing yang melakukan pemborongan kerja relatif tidak bermasalah.

"Ada pmborongan pekerjaan dan penempatan pekerja atau penyediaan pekerja. Penempatan pekerja ini yang lebih dikenal. Disana banyak penempatan tenaga kerja unskilled. Di pemborongan tidak terjadi permasalahan. Terjadi pengerdilan pengertian outsourcing," jelasnya.

Menurut dia, pemerintah tidak perlu membatasi outsoucing hanya pada lima bidang pekerjaan. Seharusnya, yang dilakukan adalah menertibkan perusahaan-perusahaan outsourcing yang tidak taat hukum.

"Pemerintah harus lebih fokus pada tata cara penegakan disiplin terhadap penyedia jasa alih daya yang tidak taat hukum," ujar Wisnu.

Untuk meminimalkan berbagai penyelewengan dalam praktek outsourcing, lanjut Wisnu, ABADI merekomendasikan pemerintah untuk memperketat izin pendirian perusahaan outsourcing, peningkatan standar tenaga kerja, mendorong penyedia jasa outsourcing untuk menjadi anggota asosiasi, serta mendukung program pembinaan buruh lewat program pendidikan kejuruan.

Selain itu, pihaknya juga menyatakan kesiapan untuk dilibatkan dalam pengawasan terhadap praktek outsourcing. "Kita mengundang pemerintah untuk melibatkan kami dalam pengawasan dan penyaringan izin untuk outsourcing," pungkas Wisnu.