Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pengusaha Pilih Ekspor Kelapa ke Singapura dan Malaysia

Harga Santan Kelapa Melonjak, DPRD Batam Minta Pemerintah Carikan Solusi
Oleh : Aldy Daeng
Selasa | 04-03-2025 | 14:44 WIB
AR-BTD-5419-DPRD-Batam.jpg Honda-Batam
Kabid Pasar Disperindag Batam, Elfasi, saat mendampingi Komisi II DPRD Batam, Sidak ke Pasar Mitra Raya, Batam Center, Selasa (4/3/2025). (Foto: Aldy Daeng/Batamtoday)

BATAMTODAY.COM, Batam - Harga santan kelapa mengalami lonjakan signifikan di awal Ramadan, diduga akibat banyaknya pebisnis kelapa yang lebih memilih mengekspor kelapa ke Singapura dan Malaysia dibanding memasoknya ke pasar lokal.

Kenaikan ini berdampak langsung pada konsumen dan pedagang yang mengandalkan santan sebagai bahan utama dalam usaha mereka.

Saat pasokan kelapa masih stabil, harga santan berkisar Rp 10-12 ribu per kilogram untuk santan dengan campuran 25-35 persen air, sementara santan murni dihargai Rp 15-17 ribu per kilogram. Namun, dalam dua bulan terakhir, harga santan melonjak hingga Rp 46 ribu per kilogram untuk santan murni dan Rp 23 ribu untuk santan dengan campuran air.

Kepala Bidang (Kabid) Pasar Disperindag Batam, Elfasi, mengakui lonjakan harga ini dan menyatakan pihaknya akan menelusuri informasi mengenai kelapa yang sudah 'dipanjar' untuk ekspor ke Singapura dan Malaysia. "Kami belum memiliki data pasti terkait hal ini, namun memang daerah penghasil kelapa tidak hanya memasok ke Batam, tetapi juga ke luar negeri. Ini soal bisnis, tentu mereka akan mencari keuntungan terbaik," ujar Elfasi, setelah sidak bersama DPRD Batam di Pasar Mitra Raya, Selasa (4/3/2025).

Untuk mengatasi permasalahan ini, Disperindag Batam berupaya menjalin lebih banyak kerja sama dengan daerah penghasil kelapa. Saat ini, pasokan kelapa masih bertumpu pada daerah seperti Bintan, Tembilahan, Guntung, dan Dumai.

Elfasi menegaskan meskipun lonjakan harga santan terjadi setiap Ramadan dan Lebaran, kenaikan tahun ini sangat signifikan, melebihi 50 persen. "Permintaan meningkat drastis. Biasanya sekitar 5 ton per hari, sekarang bisa mencapai 7-8 ton. Kami tengah mencari daerah pemasok lain agar stok tetap aman," jelasnya.

Elfasi juga menyoroti harga di Pasar Mitra Raya cenderung lebih tinggi karena pasar ini melayani segmen menengah ke atas. "Kalau di sini, harga Rp 50 ribu pun masih bisa terbeli. Berbeda dengan pasar lain yang melayani konsumen dengan daya beli lebih rendah," tambahnya.

Sementara itu, Ketua Komisi II DPRD Batam, Yunus Muda, meminta Pemko Batam untuk lebih aktif menjalin kerja sama dengan daerah penghasil guna menstabilkan harga komoditas. Yunus mengakui banyak kelapa dari daerah seperti Tembilahan dan Jambi yang lebih diprioritaskan untuk ekspor ke Singapura dan Malaysia.

"Bahkan ada laporan bahwa kelapa sudah dipanjar di kebun sebelum panen. Jika pengusaha kelapa melakukan ini ke petani, maka sulit bagi kita untuk bersaing," ungkapnya.

Sebagai solusi, DPRD Batam bersama Pemko Batam dan instansi terkait akan melakukan survei ke daerah penghasil dan mendorong kabupaten/kota di Kepulauan Riau untuk menggalakkan perkebunan kelapa.

"Kami juga meminta Pemko Batam agar tidak hanya fokus pada santan kelapa, tetapi juga komoditas lain. Batam ini daerah konsumtif, bukan penghasil, sehingga harus lebih proaktif menjalin kerja sama dengan daerah pemasok," tutup Yunus.

Di sisi lain, Jumri, salah satu pedagang santan kelapa di Pasar Mitra Raya, mengakui bahwa pasokan kelapa berkurang, menyebabkan harga semakin mahal. "Memang pengiriman kelapa sedikit, jadi harga pun ikut naik. Kalau kelapa mahal, otomatis santan juga mahal," ujarnya.

Editor: Gokli