Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Judicial Rewiew yang Diajukan DPD RI Memiliki Peluang Dikabulkan MK
Oleh : si
Minggu | 04-11-2012 | 20:01 WIB

DENPASAR, batamtoday - Pakar Hukum Tata Negara Reffly Harun mengatakan, uji materi atau judicial Review terhadal UU MD3 dan UU P3 ke Mahkamah Konstitusi memiliki peluang besar untuk dikabulkan.



Reffly menjelaskan, ada lima materi yang sejatinya bisa diberikan secara penuh kepada DPD yang memang dalam konstitusi UUD 1945 melekat pada DPD.

"Lima materi itu memang akan didapatkan DPD jika judicial review dikabulkan MK. Yakni keterlibatan DPD secara penuh dalam pembahasan dan penentuan Prolegnas penentuan Rancangan UU. Soal pertama ini saya yakin akan dikabulakan MK sehingga yang mengajukan RUU bukan hanya dari DPR namun kjuga DPD," ujar reffly  saat Raker DPD tentang Efektifitas Legislasi dalam Sistem Parlemen Indonesia di Denpasar, Bali, kemarin.

Reffly menambahkan, RUU DPD setara dengan RUU yang diajukan Pemerintah maupun yang diajukan DPR. Karenanya, DPD juga bisa ikut membahas RUU yang terkait dengan daerah mulai dari awal sampai akhir.

"Dalam sistem tripartid juga memiliki semangat yang jelas bahwa RUU dibahas DPR, Presiden, dan DPD. Kan DPD sebagai cabang kekuasaan punya kewenangan juga dalam enam hal. Yakni Otda, hubungan pusat-daerah, pengelolaan Sumber Daya Alam, pembentukan pemekaran ataupun penggabunhan daerah, serta terkait perimbangan keuangan pusat-daerah.

"Dan yang sangat penting yang mungkin dikabulkan MK adalah soal keikutsertaan DPD dalam membahas RUU hingga pengambilan keputusan atau persetujuan," tegasnya.

Sementara itu, Ketua Tim Litigasi DPD untuk UU MD3 Wayan Sudirta mengatakan, dikebirinya peran DPD dalam pembuatan legislasi jelas membuat pembangunan di daerah amburadul. Padahal pondasi sebuah negara yang terdiri atas daerah-daerah akan berjalan kuat dengan tiga syarat pokok. Yakni Rakyat, Wilayah, dan Pemerintahan.

"Nah, kalau rakyat kan diwakilkan melalui DPR, lalu wilayah diwakilkan oleh DPD, dan Pemerintahan diwakilkan Presiden. Tapi kan selama ini unsur wilayah itu diabaikan sehingga pembangunan dan efektifitas pembangunan daerah menjadi amburadul," ujar Wayan.

"Kalau selama ini baru dua saja yang dipakai dalam membahas fungsi legislasi, lalu kemana wakil wilayah, yang selalu dilewatkan begitu saja. Tak heran jika kemudian ada 77 UU yang tak berpihak pada daerah lalu menimbulkan masalah. Sebab kalau wakil wilayah tak diajak ketika membahas masalah yang berkenaan dengan daerah, maka  hal itu akan merugikan daerah," tandasnya.

Wayan mengatakan, sebenarnya sudah bisa dibayangkan betapa sulitnya memajukan daerah manakala puluhan UU tidak menguntungkan bagi daerah.

"Sebenarnya kami sudah lelah berdialog dengan DPR soal ini. Makanya kita ambil jalur judicial review ke MK. Sebab penguatan fungsi dan peran DPD dalam membahas UU yang terkait daerah adalah solusi dalam menyesaikan maslah DPD," terangnya.

Sementara itu, Laode menjelaskan, pengajuan Judicial Review untuk meminta tafsir ke MK mengenai posisi DPD sebagai lembaga legislatis berdasarkan UU MD3 dan UU P3. Tentunya, dalam hal ini kedepannya diharapkan DPD dapat terlibat pada setiap tahapan pembahasan legislasi bersama DPR. "Kita inginkan ikut sampai tingkat manapun. Jika tidak diikuti, maka undang-undang yang dihasilkan itu cacat konstutisional," katanya.

Menurut Laode, selama ini masyarakat memahami jika banyak berbagai persoalan yang terjadi di daerah. Karena itulah, DPD memiliki peran yang strategis untuk memperjuangkan berbagai kebijakan yang berpihak pada daerah.

Dia juga berpendapat, perlunya pengadaan hari khusus, yakni hari aspirasi di DPD.