Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Arjuno 200.000
Oleh : Redaksi
Selasa | 31-12-2024 | 08:24 WIB
Arjuno.jpg Honda-Batam
Dahlan Iskan berfoto di depan Hortimart Agro Center. (Foto: Disway.id)

Oleh Dahlan Iskan

IA ulang tahun ke-88. Saya tidak bisa datang --saat itu lagi di Tiongkok dalam perjalanan ke Amerika. Dari Shenzhen saya bikin video: selamat ulang tahun.

Namanya Anda sudah kenal: Budi Dharmawan. Nama mandarinnya: Kwik Kian Djien. Aktivis buah tropis. Punya kebun buah percontohan di Bawen, selatan Semarang. Ia membangun vila di tengah kebun itu. Di situ ultah ke-88 dirayakan. Video ucapan dari Shenzhen pun diputar.

Saya ke kebun Hortimart Agro Center itu. Kemarin pagi. Siapa tahu Pak Budi masih tidur di vilanya. Ternyata tidak ada. Ia lagi ke Bogor. Nanti malam ia akan merayakan malam tahun baru dengan anak cucu di kota hujan itu.

Tidak masalah.

Saya berfoto di depan vila. Biar foto itu dikirim ke Bogor: pertanda saya telah hadir di ulang tahunnya.

Lalu saya keliling kebun buah tropis itu: 20 hektare. Buah apa saja ada. Semuanya organik. Saya diantar Mbak Damayanti. Dia sudah 16 tahun di kebun itu. Sudah pandai menjadi pemandu wisata buah tropis.

Sebenarnya ada satu jenis durian yang ingin saya rasakan di situ: durian Arjuno. Nama itu memang ciptaan pak Budi sendiri. Daripada durian itu tidak bernama.

Begitu banyak durian lokal yang tidak bernama. Banyak yang enak: ada yang manis, ada yang pahit, ada pula yang di antara manis dan pahit.

Pak Budi mengumpulkan mereka yang tidak bernama itu di kebunnya. Mereka yang tidak bernama itu pun dicoba dibedakan berdasarkan rasa. Ternyata banyak sekali. Hampir 90 jenis. Dicarilah nama yang harus berbeda. Pak Budi akhirnya memilih nama-nama wayang kulit.

Durian lokal yang rasanya terenak ia beri nama "Durian Arjuno" --lelananging jagat: tokoh playboy paling ganteng nan pertapa. Paling ganteng se dunia wayang.

"Pernah salah satunya diberi nama tokoh wayang yang sangat populer, yakni Sengkuni," ujar Damayanti. "Tapi banyak yang membencinya. Lalu nama Sengkuni dihapus," tambah alumnus Undip Semarang itu.

Meski rasanya tidak kalah dengan Musangking tetap saja harga Arjuno masih kalah. Beda Rp 100.000 per kilogram. Musangking dijual Rp 300.000/kg (termasuk kulitnya). Arjuno Rp 200.000. Sedang durian lokal lainnya Rp 50.000.

Di pintu masuk kebun itu memang ada toko buah. Tidak ada buah impor. Itu toko penjual hasil kebun buah tropis itu sendiri. Kalau pun ada buah dari luar, itu dari kebun rakyat yang dibina Pak Budi.

"Beliau punya Yayasan Obor Tani," ujar Damayanti. Yayasan itulah yang mendidik petani yang ingin bergerak di bidang buah tropis.

Setelah lulus pendidikan barulah mereka mendapat bibit buah yang diinginkan. Bibit apa saja ada. Di bagian belakang kebun itu ada sektor pembibitan.

Yayasan tidak melepas begitu saja mereka. Selama empat tahun Yayasan Obor Tani menempatkan orang khusus untuk membimbing mereka. Sampai berhasil.

Sudah ada 127 petani binaan Pak Budi. Mereka tersebar di seluruh Indonesia. Khusus yang di Jateng, Pak Budi membantu sampai pemasaran.

"Kalau ada yang kesulitan pemasaran bisa kirim buahnya ke toko buah yang di Bawen. Mutunya dijamin sesuai dengan standar Hortimart.

Di kebun ini juga dikembangkan buah dari luar negeri. Misalnya Musangking dari Malaysia. Awalnya menanam pohon indukan dulu. Setelah menghasilkan mutu yang persis aslinya, barulah dikembangkan Musangking seperti sekarang.

Juga jeruk Bali dari Tiongkok. Dari kawasan suku Hakka, Meixian. Atau kelapa Pandan Wangi dari Thailand --yang harga jualnya tiga kali lipat dari kelapa biasa.

Saya tidak menyangka bisa menutup tahun 2024 di kebun buah --sebelum perjalanan ke Semarang.

Setelah diskusi dengan gubernur terpilih Jateng, Ahmad Luthfi, tadi malam juga balik ke timur. Hujan sepanjang jalan --sampai pun di DIC Farm.

Rasanya di situlah hari terakhir 2024 saya habiskan: untuk memasang ''Pintu Langit'' menuju 2025.

Met tahun baru!*

Penulis adalah wartawan senior Indonesia