Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Tolak RUU PPDK

DPR Tetap Sayangkan Keengganan Sikap Pemerintah untuk Membahas
Oleh : si
Kamis | 25-10-2012 | 16:25 WIB

JAKARTA, batamtoday - DPR RI menyayangkan keengganan pemerintah membahas RUU Percepatan Pembangunan Daerah Kepulauan (PPDK) yang merupakan usul inisiatif DPR dan telah menjadi RUU prioritas program legislasi nasional (Prolegnas) 2012.


Kepada pers di Gedung DPR Jakarta, kemarin, Ketua Pansus RUU PPDK Abdul Gaffar Patappe menjelaskan bahwa penyusunan RUU tersebut secara utuh merupakan politik hukum yang responsif atas kebutuhan masyarakat, khususnya di daerah kepulauan.

"RUU ini sudah memenuhi landasan pemikiran filosofis, sosiologis, dan yuridis serta telah pula disinkronisasi dengan peraturan perundang-undangan terkait dan tidak bertentangan," ujarnya.

Sebelumnya, pemerintah memandang bahwa materi RUU PPDK itu bertentangan dengan beberapa peraturan perundang-undangan, diantaranya UUD 1945, UU No. 17/1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea, UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 43/2008 tentang Wilayah Negara.

Menurut Wakil Ketua Pansus RUU PDK Alex Litaay, RUU PDK tersebut hendaknya dilihat sebagai undang-undang yang semakin memperkuat NKRI, adanya pengakuan desentralisasi yang bersifat khusus dan UU yang lebih spesialis (lex specialis).

Ditegaskannya bahwa apabila daerah-daerah kepulauan dibangun dengan benar dan konsekuen dalam suatu kerangka undang-undang yang utuh, maka hal itu justru lebih memperkokoh Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI.

"Karenanya jika pemerintah tidak mau melanjutkan pembahasan RUU PPDK ini, maka pemerintah sama saja dengan melanggar konstitusi UUD 1945," ujar Alex Litaay.

DPR memandang latar belakang penyusunan RUU PPDK itu karena terdapat lebih dari 140 juta penduduk Indonesia yang bermukim di wilayah pesisir, sebagian dari penduduk tersebut tinggal di desa pesisir dan pulau-pulau terpencil yang kurang tersentuh pembangunan.

Sementara pada saat yang sama, pendekatan kebijakan pembangunan di Indonesia dilakukan dengan orientasi membangun daratan, sehingga perlu adanya suatu pendekatan yang berbeda untuk pembangunan di provinsi kelautan.

Selain itu, antara provinsi yang berbasis daratan dengan yang berbasis kepulauan juga terdapat kesulitan dalam pola pengendalian wilayah.

Pada provinsi yang berbasis daratan aspek komunikasi, transportasi hingga pelayanan kesehatan mudah dijangkau dan dilakukan. Sementara untuk provinsi yang berbasis kepulauan, hal-hal semacam itu jauh lebih sulit, terutama untuk wilayah perbatasan dengan negara lain.