Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Ribuan Massa Siap Usir Paksa LSM Asing
Oleh : si/dd
Rabu | 24-10-2012 | 10:37 WIB
demo-tolak-lsm-asing-1.jpg Honda-Batam
Demo tolak LSM asing

JAKARTA, batamtoday - Setelah politisi Aria Bima dan Hidayat Nur Wahid, giliran Tim Aliansi Mahasiswa Tolak LSM Asing mengecam keras seruan boikot produk hutan Indonesia yang gencar dilakukan LSM asing, seperti Greenpeace dan Rainforest Action Network (RAN). Guna menyelamatkan perekonomian Indonesia dari penjajahan gaya baru, ratusan, bahkan ribuan massa akan mengusir paksa Greenpeace dan LSM asing dari Indonesia.


"Karena pemerintah terlalu sibuk dan tidak sempat menindak tegas LSM asing antek penjajahan gaya baru, maka kami bersama elemen masyarakat lain dan tokoh-tokoh ulama akan mengerahkan ribuan massa untuk mengusir paksa LSM asing Greenpeace dan antek-anteknya dari Bumi Pertiwi. Mereka ini sering menjelek-jelekkan Indonesia di dunia internasional. Kami akan membentuk satgas untuk memburu dan mensweeping mereka. Tunggu saja," ujar Koordinator Tim Aliansi Mahasiswa Tolak LSM Asing, Rudy Gani, kepada batamtoday, Rabu (24/10/2012).

Rudy juga mengkritisi lembaga pemerintah yang terkesan menutup-nutupi data LSM asing yang dianggap bermasalah. Ia mencontohkan pengalamannya ketika meminta data LSM Greenpeace dari pihak Kemenkumham. 

Meski dipimpong ke sana ke mari dan telah melewati banyak proses birokrasi serta mengajukan pertanyaan tertulis seperti disyaratkan pihak Kemenhukham, hingga kemarin Tim Aliansi belum juga mendapat surat jawaban.

Padahal, surat permohonan untuk mendapatkan informasi tertulis seputar status hukum, sumber pendanaan, maupun laporan keuangan Greenpeace telah diajukan beberapa bulan lalu. "Kata mereka jawabannya sudah dikirimkan, tapi sampai hari ini tidak pernah kami terima. Padahal, alamat sekretariat kami jelas kok, terlalu mengada-ada kalau menyalahkan pihak Pos," sesal dia.

Menurut Rudy, hal sepele seperti itu merupakan contoh betapa buruknya kinerja aparat pemerintah. "Setelah Greenpeace dan RAN, akan banyak lagi LSM asing yang dipakai negara lain untuk menghancurkan perekonomian Indonesia. Kalau pemerintah tegas dan mau mendengarkan aspirasi rakyat, LSM asing seperti RAN dan Greenpeace tidak akan berani menginjak-injak harga diri Indonesia,” tukas dia.

Data dari Kemendagri, papar Rudy, lebih dari 150 LSM asing beroperasi di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 49 di antaranya tidak terdaftar dan 15 lainnya bermasalah, termasuk Greenpeace. "Greenpeace ini tidak taat aturan Indonesia dan tidak mau mendaftar atau melaporkan kegiatannya ke Kesbangpol Kemendagri maupun Kesbangpol Pemprov DKI Jakarta. Mereka ini termasuk yang paling sering melakukan kampanye negatif terhadap produk-produk Indonesia," tambah Rudy.   

Rudy juga memaparkan sejumlah kampanye negatif yang dilakukan Greenpeace. Di antaranya meminta perusahaan asing (Wal-Mart, Hewlett-Packard, Carrefour dan KFC) memboikot produk tertentu dari Indonesia.  Buntutnya, perusahaan asing ramai-ramai memboikot hasil industri perkebunan dan industri kehutanan Indonesia, termasuk Amerika yang menolak minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) asal Indonesia. 

Kampanye Greenpeace yang paling fatal adalah mengajak masyarakat memboikot restoran siap saji KFC. Restoran asal Amerika itu dituding menggunakan kertas kemasan makanan dari hasil hutan salah satu perusahaan nasional Indonesia. Padahal, KFC sendiri mengaku tidak pernah menggunakan dan membeli kertas kemasan dari perusahaan tersebut.

"Aksi Greenpeace ini jelas tindak pidana pembohongan publik. Seharusnya, pemerintah sudah menindak tegas Greenpeace. Misalnya, Kemendagri, harusnya berani menjatuhkan sanksi pembekuan atau pembubaran. Kemenkumham juga bisa mencabut izin Greenpeace, bukan justru memberikan justifikasi berupa badan hukum perhimpunan terhadap Greenpeace yang jelas-jelas berkelamin Ormas, ” tegas Ketua Badko HMI Jabotabek-Banten ini.

Seperti diketahui, RAN mengecam kebijakan Indonesia di bidang industri kerap mengorbankan lingkungan dan satwa langka demi kepentingan bisnis serta mendesak perusahaan-perusahaan di luar negeri agar tidak membeli hasil hutan Indonesia. Kecaman itu dilontarkan beberapa hari setelah Presiden SBY  menerima penghargaan di bidang lingkungan dari tiga LSM internasional, di New York, Selasa (26/9/2012).

Kepada media massa luar negeri, LSM tersebut menuding Indonesia sebagai penghasil emisi karbon terbesar ketiga di dunia dan tidak melindungi populasi harimau Sumatra. RAN bersama perusahaan raksasa Amerika, Disney, kemudian mengumumkan kebijakan Disney yang akan menghentikan pengadaan produk hasil hutan dari Indonesia dengan alasan hutan Indonesia merupakan daerah berisiko tinggi.

Padahal, Rudy menambahkan, selama ini Disney tidak pernah mengimpor bahan baku dari Indonesia. Sementara di sisi lain, produk Disney dengan leluasa merajai pasar dalam negeri Indonesia.