Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

DPR Minta Oknum TNI AU Pelaku Pemukulan Wartawan Diproses Hukum
Oleh : si
Rabu | 17-10-2012 | 19:44 WIB
TB_Hasanuddin.jpg Honda-Batam

PKP Developer

TB Hasanuddin, Wakil Ketua Komisi I DPR dari F-PDIP

JAKARTA, batamtoday  - Menyusul terjadinya penganiayaan wartawan oleh oknum TNI AU terkait jatuhnya pesawat Hawk 200 di kawasan Marpoyan, Kecamatan Marpoyan Damai, Pekanbaru, Riau, Selasa (16/10), kalangan DPR menyesalkan dan mendesak agar pelaku diproses secara hukum.


Wakil Ketua Komisi I DPR-RI, TB Hasanuddin, menilai, meski memang ada aturan bahwa dalam kecelakaan pesawat tempur siapapun dilarang mendekati dalam radius tertentu untuk faktor keselamatan, namun tidak boleh melakukan tindakan kriminal pemukulan terhadap wartawan.

“Kami sangat menyesalkan tindak penganiayaan terhadap wartawan di Riau. Untuk tindak pidana yang dilakukan Pamen TNI AU terhadap wartawan itu sangat disesalkan, namun hal itu bisa dilakukan proses hukum sesuai aturan yang berlaku," tandas TB Hasanuddin pada wartawan di Gedung DPR RI Jakarta, Rabu (17/10/2012).

Menurut TB. Hasanuddin, dalam aturan kecelakaan pesawat-pesawat tempur dimana pun di dunia ini memang ada aturan bahwa dalam radius tertentu demi keselamatan bersama, masyarakat tidak diperbolehkan mendekat pada sasaran, mengingat bisa saja pesawat tersebut membawa bahan peledak yang sangat membahayakan masyarakat.

Seharusnya pihak TNI AU tidak perlu sampai melakukan tindak kekerasan, cukup dengan memberikan garis pembatas saja. "Dalam kasus itu sesungguhnya petugas TNI AU cukup membuat garis pembatas, dan tak perlu melakukan pemukulan-kekerasan," tambah politisi PDIP ini.

Sedangkan Anggota Komisi I dari F-PG Tantowi Yahya meminta agar kasus pemukulan terhadap wartawan tersebut tetap diproses secara hukum.  "TNI AU secara institusi harus menjelaskan kronologis peristiwa tersebut kepada masayarakat luas, dan menyampaikan permohonan maaf secara terbuka sekaligus membantu proses pengobatan dan mengganti alat-alat jurnalistik lainnya yang rusak akibat penganiayaan tersebut," kata politisi Golkar itu.

Selain itu kata Tantowi, oknum TNI AU yang melakukan pemukulan terhadap wartawan juga harus dihukum secara organisasi dan hukum pidana. "Oknum TNI AU yang melakukan tindak kekerasan terhadap wartawan. Haruslah diproses sesuai hukum yang berlaku, baik itu secara internal (organisasi TNI), ada sanksi administratif bagi oknum yangg bersangkutan maupun diproses melalui jalur hukum pidana," tuturnya.

Ia berharap peristiwa kekerasan terhadap wartawan yang terjadi di Riau kemarin, menjadi peristiwa yang terakhir dan tidak terjadi lagi. "TNI dari rakyat dan untuk rakyat, sehingga peristiwa tersebut tak mencerminkan rakyat, apapun alasannya. Semestinya TNI mengedepankan proses dialog, termasuk kalangan pers bila memang peristiwa tersebut memiliki tingkat bahaya dan kerahasiaan yang tinggi," ungkapnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, tiga wartawan mengalami penganiayaan oleh petugas berseragam TNI Angkatan Udara saat meliput jatuhnya pesawat Hawk 200 di kawasan Marpoyan, Kecamatan Marpoyan Damai, Pekanbaru, Riau. Tiga wartawan tersebut adalah Didik (fotografer Riau Pos), Robi (wartawan Riau Televisi), dan Rian Anggoro (fotografer Antara). Akibat penganiayaan tersebut kamera milik ketiga wartawan tersebut dirampas petugas. Tidak hanya itu, mereka juga melakukan tindak pemukulan.

Oleh sebab itu ratusan wartawan yang tergabung dalam Solidaritas Wartawan Anti Kekerasan melakukan aksi terkait tindak kekerasan yang dilakukan seorang oknum perwira TNI AU terhadap wartawan yang tengah melakukan peliputan. Dalam aksinya, massa menuntut beberapa hal untuk segera dilakukan terkait terjadinya aksi kekerasan terhadap wartawan tersebut.

Mereka menuntut aparat TNI yang melakukan aksi kekerasan terhadap wartawan di Riau, segera dipecat dan dipidanakan. Karena tindak kekerasan tersebut merupakan bentuk pelanggaran terhadap UU Pers No. 40 tahun 1999 dan masuk dalam unsur pidana, selain itu tindakan tersebut juga telah mencoreng korps dan semangat reformasi dalam tubuh TNI.

Mereka juga menuntut Kementerian bidang Politik, Hukum dan Keamanan dan jajaran terkait dalam hal ini Kementerian Pertahanan RI dan Mabes TNI agar menginstruksikan kepada seluruh perwira tinggi, menengah, sampai ke level prajurit TNI agar menghormati kerja-kerja jurnalistik dari para awak media, termasuk memberi ruang kepada pekerja media dalam melakukan peliputan.

Pendemo juga menuntut Presiden SBY selaku Panglima Tertinggi TNI agar menginstruksikan kepada Panglima TNI untuk menindak tegas dan memproses hukum pelaku kekerasan terhadap wartawan di Riau. Presiden diminta untuk memastikan tidak ada lagi peristiwa kekerasan terhadap wartawan yang tengah melakukan peliputan, massa menuntut Presiden memastikan hal ini tidak terulang di kemudian hari.

Mereka juga mendesak Komisi I DPR RI memanggil Menhan dan Panglima. TNI, termasuk Kepala Staf TNI AU, untuk menjelaskan bentuk pertanggungjawaban mereka atas kasus kekerasan ini.