Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Gempa MK
Oleh : Redaksi
Rabu | 21-08-2024 | 09:24 WIB
2108_GEMPA-MK_029383473478.jpg Honda-Batam
Ilustrasi gempa politik di Mahkamah Konstitusi. (Foto: Disway.id)

Oleh Dahlan Iskan

GEMPA bumi datang lebih cepat dari skenario siapa pun. Episentrum gempa kali ini di Mahkamah Konstitusi.

Ini memang gempa politik: MK, kemarin pagi, membuat putusan yang menjungkirbalikkan skenario para sutradara politik.

Diputuskan: syarat ambang batas perolehan suara partai politik untuk bisa mendaftarkan calon gubernur maupun bupati/wali kota dibuat sama dengan persyaratan calon independen.

Untuk kota seperti Jakarta syarat itu diturunkan tinggal 7,5 persen. Dari sebelumnya: 20 persen. Itu karena penduduk Jakarta yang terdaftar sebagai pemilih antara 6 sampai 12 juta.

Maka partai seperti PDI-Perjuangan tiba-tiba bernapas lagi. PDI-Perjuangan bisa usung sendiri cagub DKI Jakarta. Tanpa harus koalisi dengan partai lain.

PDI-Perjuangan tidak mungkin berkoalisi. Selama ini partai banteng sangat pusing: ditinggal sendirian oleh koalisi multipartai. Terpojok tanpa teman. Tanpa punya peluang mengajukan calon.

Putusan MK kemarin itu membuat PDI-Perjuangan seperti dapat durian runtuh. Durian kasta Balai Karangan pula --seperti yang Sabtu lalu saya lahap di Pontianak.

Yang juga heboh adalah para pendukung Anies Baswedan. Mereka, tadi malam, seperti pesta tahun baru. Terutama setelah mendengar PDI-Perjuangan pasti mencalonkan Anies. Dipasangkan dengan mantan wali kota Semarang yang sangat berprestasi: Hendrar Prihadi.

Hendrar adalah salah satu dari tiga kepala daerah yang memikat hati Presiden Jokowi. Karena itu Hendrar diangkat sebagai kepala LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) --menggantikan Abdullah Azwar Anas yang diangkat sebagai menteri Pendayagunaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi.

Dua bupati lainnya adalah: Abdullah Azwar Anas sendiri dan Bupati Kulon Progo dr Hasto Wardoyo. Jokowi mengangkat dr Hasto menjadi kepala BKKBN. Tiga kepala daerah berprestasi itu dari PDI-Perjuangan.

Tentu gempa bumi tidak hanya terjadi di Jakarta. Pun di Jawa Tengah. Akibat putusan MK, putra ketiga Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep, tidak bisa dicalonkan sebagai wakil gubernur Jateng --rencananya berpasangan dengan jenderal polisi bintang dua Ahmad Luthfi.

Apakah masih ada peluang KPU tidak melaksanakan putusan MK ini? Mengapa KPU masih akan konsultasi dengan DPR --terkait dengan putusan MK kemarin?

"Tidak ada peluang untuk menunda. Harus langsung dilaksanakan," ujar Prof Dr Yusril Ihza Mahendra, mantan menkum HAM dan mensesneg yang juga ahli hukum tata negara.

"Kecuali putusan MK menyebut kapan mulai berlakunya. Karena tidak menyebut itu maka harus mulai berlaku sejak diucapkan," ujar Prof Yusril.

Pun Mahfud MD. "Harus berlaku sejak diucapkannya pukul 09.51, Selasa, tanggal 20 Agustus 2024," ujar Mahfud.

Begitu tiba-tiba. Begitu mendadak. Padahal pendaftaran calon gubernur, bupati dan wali kota tinggal 7 hari lagi.

Maka akan banyak partai di berbagai daerah yang tiba-tiba bisa jualan lagi rekomendasi.

Bagi Partai Gelora --salah satu penggugat-- sebenarnya tidak ada kaitan gugatan itu dengan Pilkada. "Gugatan itu kita ajukan bulan Mei lalu. Jauh setelah Pemilu," ujar Fahri Hamzah, wakil ketua umum Partai Gelora.

Saya menghubungi Fahri tadi malam. Saya ingin tahu perasaan partai itu. Terutama terkait dengan keikutsertaannya dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) --yang untuk Pilkada Jakarta menjadi KIM-Plus.

"Apakah Partai Gelora akan dianggap tidak sejalan dengan KIM-Plus?"

"Harusnya tidak. Gugatan ini kan baik bagi demokrasi," kata Fahri.

Ketika mengajukan gugatan dulu alasannya hanya satu: "agar semua suara di Pemilu dihargai. Hanya itu. Tidak menyangka putusan MK sampai mengatur detail begitu."

Partai Gelora --'pecahan' PKS-- tidak mendapat satu kursi pun di DPR. Pun di DPRD Jakarta. Bahkan Fahri sendiri gagal terpilih di dapil kampungnya di NTB --ia berasal dari Sumbawa. Penyebabnya, katanya, Pemilu kali ini adalah Pemilu logistik. Padahal ketika masih di PKS Fahri selalu terpilih. Sampai mengantarkannya menjadi wakil ketua DPR.

Penggugat satunya lagi adalah Partai Buruh. Dua gugatan itu diajukan terpisah. Sendiri-sendiri. Oleh MK disidangkan secara bersamaan.

Pun soal gugatan lain tentang umur calon kepala daerah. Ada enam gugatan soal ini. Diajukan sendiri-sendiri. Tanpa saling tahu.

Mereka antara lain Wahyu Rea dan Aufaa Luqmana Rea. Itu anak nomor dua dan nomor tiga dari pengacara Boyamin Saiman dari Solo. Anda sudah tahu Boyamin: anak sulungnya, Almas Tsaqibbirru, pernah menggugat ke MK dan juga dikabulkan.

Gugatan anak sulung Boyamin itulah yang membuat Gibran Rakabuming Raka, putra Presiden Jokowi, memenuhi syarat maju menjadi calon wakil presiden.

Sedang anak nomor dua dan tiganya ganti membuat putra Presiden Jokowi lainnya, Kaesang, gagal memenuhi syarat sebagai calon wakil gubernur Jateng.

Calon kepala daerah, menurut putusan MK kemarin, minimal harus 30 tahun. Kaesang baru berusia 30 tahun pada 25 Desember 2024.

Semua akan berubah. Banyak yang akan berubah. Kantor-kantor partai pada skala kewaspadaan tinggi.

Gara-gara putusan MK ini pula saya harus membuang tulisan yang sudah telanjur jadi. Saya telat mengetahui gempa bumi ini. Baru pukul 19.00 tadi malam saya diinfo oleh wanita Disway dari Jakarta. Untung bisa segera nyambung ke Prof Yusril. Ke Fahri. Juga ke Boyamin.

Hati saya sendiri sudah lama tidak terpengaruh gempa seperti itu. Biarlah Jakarta dan Jateng terus diguncang gempa susulan. Sepanjang tadi malam. Sepanjang hari ini. Sampai 27 Agustus depan.

Jakarta bergoyang. Jateng bergoyang. Ranjang di kamar para perusuh Disway juga bergoyang.*

Penulis adalah wartawan senior Indonesia