Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

BPS Catat Neraca Perdagangan RI Surplus 49 Bulan Beruntun
Oleh : Redaksi
Rabu | 19-06-2024 | 18:44 WIB
perdagangan1532.jpg Honda-Batam
Ilustrasi.

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) menyampaikan neraca perdagangan barang Indonesia mengalami surplus selama 49 bulan beruntun sejak Mei 2020, dengan keberlanjutan keuntungan pada Mei 2024 sebesar 2,93 miliar dolar AS.

"Dengan demikian, hingga Mei 2024, neraca perdagangan barang Indonesia telah mencatatkan surplus beruntun selama 49 bulan secara berturut-turut," kata Deputi Bidang Statistik Produksi BPS M. Habibullah dalam konferensi pers perkembangan ekspor dan impor Mei 2024 di Jakarta, Rabu (19/6/2024).

Habibullah menjelaskan, keberlanjutan surplus itu didapat dari keuntungan transaksi perdagangan di sektor nonmigas yang mencapai 4,26 miliar dolar AS, serta dikurangi defisit transaksi perdagangan sektor migas 1,33 miliar dolar AS.

Selama periode Januari-Mei 2024, secara kumulatif Indonesia mengalami surplus hingga 13,06 miliar dolar AS.

"Selama Januari-Mei 2024 sektor migas mengalami defisit 8,07 miliar dolar AS, namun masih terjadi surplus pada sektor nonmigas 21,13 miliar dolar AS, sehingga secara total mengalami surplus 13,06 miliar dolar AS," ujarnya.

Lebih lanjut, ia menyampaikan tiga negara penyumbang surplus nonmigas terbesar pada Mei 2024 yakni India sebesar 1,5 miliar dolar AS, Amerika Serikat 1,2 miliar dolar AS, serta Jepang sebanyak 742 juta dolar AS.

Sedangkan tiga negara penyumbang defisit neraca perdagangan tertinggi yaitu China 1,3 miliar dolar AS, Australia 539 juta dolar AS, serta Thailand 320 juta dolar AS.

Sebelumnya Badan Pusat Statistik menyampaikan kenaikan nilai ekspor Mei 2024 yang mencapai 22,33 miliar dolar AS atau naik secara bulanan 13,82 persen didominasi oleh kontribusi industri pengolahan nonmigas (manufaktur) yang menyumbang terhadap devisa di periode ini sebesar 20,9 miliar dolar AS.

Sementara untuk impor pada Mei 2024 yang mencapai 19,40 miliar dolar AS, didominasi oleh pembelian bahan baku atau penolong yakni sebesar 14,1 miliar dolar AS atau 72,6 persen dari total impor di periode tersebut.

Sumber: ANTARA
Editor: Yudha