Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

DPD Nilai Kasus Korupsi di Daerah Lebih Baik Ditangani KPK Dibanding Polri
Oleh : si
Rabu | 10-10-2012 | 18:45 WIB

JAKARTA, batamtoday - DPD RI melihat masyarakat di daerah lebih cenderung membawa kasus korupsi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) daripada ditangani oleh aparat kepolisian daerah, karena kepercayaan pada aparat di daerah masih rendah.


“Hal ini terjadi karena kepercayaan masyarakat daerah kepada institusi penyelenggara pemberantasan korupsi masih rendah, karena itulah Kaukus Anti Korupsi DPD lebih memilih kasus simulator SIM ditangani KPK”, ungkap Sarah Lery Mboeik (Anggota Kaukus Anti Korupsi DPD RI/Anggota DPD RI Asal Provinsi NTT) di Jakarta, Rabu (10/10/2012).

Dalam dialog “Quo Vadis Pemberantasan Korupsi”, yang juga dihadiri Nudirman Munir (Komisi III DPR/Anggota DPR F-PG), Brigjen Suhardi Alius (Kadiv Humas Mabes POLRI), Fadjroel Rahman (Aktivis Anti Korupsi), dan Emerson Juntho (ICW), Sarah Lery Mboeik menyatakan, pemberantasan korupsi yang efektif dan efisien memang sangat diperlukan agar korupsi dapat benar-benar diatasi.

Namun, yang terjadi saat ini banyak kasus korupsi yang jalan di tempat. Bahkan banyak kasus korupsi yang terjadi di daerah yang tidak dapat ditangani KPK jika angkanya tidak mencapai 1 miliar rupiah.

"Kuncinya di sini adalah transparan dan juga etika serta moral dari para pemberantas korupsi. Selama ini tidak pernah ada kontrol sehingga banyak kasus yang jalan di tempat,” pungkas Anggota Kaukus Korupsi DPD RI ini.

Kadiv Humas Mabes Pol Suhardi Aliyus mengatakan bahwa ada tugas KPK yang tidak maksimal yaitu program empowering, bagaimana memberdayakan kejaksaan dan kepolisian supaya lebih baik. Walaupun pada periode terdahulu empowering ini sudah berjalan, yaitu ketika penyidik-penyidik terbaik POLRI yang telah matang di KPK, dikembalikan lagi ke POLRI dan diberikan jabatan-jabatan di daerah.

“Ini akhirnya menjadi tim kuat dan berkualitas di daerah untuk pemberantasan korupsi, waktu itu di Jawa Timur, tapi sekarang tidak berjalan lagi” jelas Suhardi.

Sedangkan Nudirman Munir mengatakan Partai Golkar setuju untuk memberhentikan revisi UU KPK. Namun demikian, Nudirman berpendapat bahwa KPK belum ideal karena jumlah penyidiknya yang masih sedikit, yaitu 87 orang. Jumlah ini sangat sedikit dibandingkan negara lain seperti Hongkong yang punya 10.000 penyidik, Malaysia ada 7000 penyidik.

”Kalau saja penyidik bisa ditambah, maka koruptor bisa nangis”, kata Anggota DPR RI dari Fraksi Golkar itu.

Sikap Fraksi Partai Golkar ini disambut baik oleh Emerson Juntho. Emerson beranggapan bahwa DPR begitu ’ngotot’ untuk merevisi UU KPK karena ketidaksukaan beberapa anggota dewan terhadap KPK.”KPK masuk ke jantung utama pendanaan partai, seperti Badan Anggaran yang sudah diproses KPK, begitupun juga dengan kader-kadernya”, kata Emerson.

Kemudian menurut Emerson, untuk ke depan urusan pemberantasan korupsi yang menyangkut masalah internal Polri, hanya ditangani oleh KPK dan Kejaksaan. Salah satu alasannya karena selama ini banyak kasus-kasus korupsi yang ditangani kepolisian tidak pernah tuntas.

Emerson mencontohkan kasus dugaan suap Trunojoyo oleh Adrian Waworuntu, rekening gendut Polri, kasus suap Gayus Tambunan, yang tidak pernah selesai.

”Saya tidak percaya polisi menyelesaikan masalah internal mereka”, jelas Emerson.

Sementara menurut Fadjroel,  DPR berada di titik nadir kepercayaan masyarakat, dan berdasarkan survei yang dibuat oleh Fadjroel dan beberapa LSM di 33 provinsi, DPR merupakan lembaga terkorup.

”Di tengah ketidakpercayaan masyarakat ini dan ada beberapa anggota DPR yang tersangkut kasus korupsi, tiba-tiba DPR akan merevisi UU KPK, ini akan menjadi pertanyaan,” kata Fadjroel.

Fadjroel Rahman menilai bahwa Presiden RI telat dalam merespon kasus antara Polri dan KPK. Bahkan sampai terjadi pengepungan KPK oleh Polri pada tanggal 6 Oktober 2012 yang lalu.

“Kejadian kemarin tidak terjadi jika presiden tegas terhadap Kapolri, sayang SBY selalu telat,” kata Fadjroel yang menyaksikan peristiwa tersebut menyayangkan.

Ia menegaskan, bahwa KPK tidak pernah melindungi pelaku kekerasan dan koruptor seperti yang sempat dituduhkan oleh beberapa pihak.

“Dari kejadian ini, seolah-olah yang terjadi adalah SBY dan Polri melawan KPK dan rakyat,” ujar Fadjroel.