Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Upaya Penjemputan Paksa Kompol Novel

Polri Ingin Kriminalisasi KPK melalui Penyidiknya
Oleh : si
Sabtu | 06-10-2012 | 08:08 WIB

JAKARTA, batamtoday - Kompol Novel Baswedan, seorang penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nyaris dijemput paksa oleh Polri karena dianggap mempunyai masalah pidana di Bengkulu pada 2004 lalu.


Untuk menangkap Novel, Polri tak tanggung-tanggung mengepung gedung KPK dengan mengerahkan dua Kompi SSK pada Jumat (5/10/2012) malam dipimpin Direskrimum Polda Bengkulu Kombes Pol Dedi Irianto, didampingi beberapa perwira dari Polda Metro Jaya dan Bareskim Mabes Polri.

Akibat upaya penangkapan Kompol Novel itu, hubungan antara KPK dan Polri kembali memanas karena Polri dianggap telah melakukan kriminilisasi KPK melalui penyidiknya. Atas upaya kriminalisasi itu, berbagai elemen masyarakat kembali menggalang dukungan untuk menolak upaya penangkapan Kompol Novel. Bahkan para pimpinan KPK terang-terangan akan memberi perlindungan hukum bagi Kompol Novel dari upaya kriminalisasi yang dilakukan Polri.

Bahkan Menko Polhukam Djoko Suyanto ikut turan tangan mengatasi 'penyerbuan' personel Polri ke gedung KPK karena ditugaskan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Menko Polkam pun langsung mengutus Wamenkumham Denny Indrayana ke gedung KPK guna berdiskusi dengan pimpinan KPK mengenai upaya kriminilasasi KPK jilid II tersebut.

Djoko Suyanto juga langsung menelpon Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo agar menarik pasukannya dari gedung KPK. Anehnya, ketika ditanya mengenai pengerahan pasukan Polri ke gedung KPK mengaku tidak tahu menahu. Kapolri menyatakan tidak diberi tahu ada upaya penangkapan paksa Kompol Novel di KPK.

Kompol Novel jadi incaran Polri karena dianggap berani menyidik para petinggi Polri seperti Irjen Pol Djoko Susilo yang terlibat dalam kasus Simulator SIM, dan memimpin penggeledahan Gedung Korlantas Mabes Polri beberapa waktu lalu. Kompol Novel juga adalah salah penyidik yang memeriksa Djoko Susilo pada pemeriksaan perdana di KPK Jumat kemarin.

Menanggapi hal itu,  Kadiv Humas Mabes Polri Brigjen Pol Suhardi Alius mengatakan, Kompol Novel Baswedan tidak termasuk dalam lima penyidik yang ditarik dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena habis masa tugasnya.

"Novel tidak termasuk yang lima dari 20 yang sudah habis masa tugasnya, yang lima belum kembali dan belum melapor," kata kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) Mabes Polri, Brigjen Pol Suhardi Alius di Jakarta, Sabtu (6/10/2012) dini hari.

Dia mengatakan, Novel sudah lima tahun bertugas sebagai penyidik di KPK.

Dari keterangan Dirkrimum Polda Bengkulu Kombes Pol Dedy Irianto bahwa kasus yang menimpa Novel murni kasus pidana.

Saat menjabat Kasatreskrim Polres Bengkulu pada 2004, Novel yang berpangkat Iptu menembak enam tersangka pencurian sarang burung walet.

"Setelah dibawa ke kantor, mereka terus diinterogasi. Tapi kemudian, yang bersangkutan dibawa ke pantai Panjang Ujung. Keenamnya ditembak dan satu tewas," kata Dedy.

Penembakan Novel terhadap enam tersangka dilakukan dari jarak kurang dari setengah meter dan dalam kondisi gelap, kata Dedy.

Menurut Dedy, penembakan langsung yang dilakukan Novel ini didasari keterangan dari anggota polisi lainnya serta diketahui saksi dan korban.

Direskrimum Polda Bengkulu Kombes Dedy Irianrto menegaskan, Kompol Novel Baswedan terbukti bersalah pada sidang kode etik dalam peristiwa penembakan enam pencuri sarang burung walet di Bengkulu.

"Saudara Novel dinyatakan bersalah pada sidang kode etik, namun terkait tindak pidana belum dilakukan," katanya.

Dia melanjutkan, berdasarkan laporan masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan para korban, sejak sebulan lalu Polda Bengkulu melanjutkan lagi kasus ini.

"Kasus ini merupakan kasus biasa, saat itu Novel berpangkat Iptu dan ternyata yang bersangkutan saat ini bertugas di KPK dan berpangkat Kompol," kata Dedi.

Dedi mengklaim, pada Pebruari 2004, Polres Bengkulu menangkap enam pencuri sarang walet setelah dibawa ke kantor polisi dan di interogasi di pantai untuk kemudian enam-enamnya ditembak.

Penembakan langsung dilakukan Novel, hal tersebut berdasarkan keterangan dari anggotanya serta diketahui dari saksi dan korban, demikian Dedi.

Sementara itu demi melindungi penyidiknya, Kompol Novel Baswedan, pimpinan KPK pasang badan dari upaya penjemputan paksa oleh petugas Polri. Sepak terjang sang penyidik itu memang cukup mengesankan dalam menjalankan tugasnya.

Nama Novel sebenarnya tidak begitu asing, setidaknya bagi para majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang pernah beberapa kali akrab dengan namanya. Para kuasa hukum pekara yang ditangani KPK, pernah meminta penyidik dihadirkan, dan Novel setidaknya dua kali hadir.

Novel juga beberapa kali terlibat dalam upaya penggeledahan atau tangkap tangan. Dia merupakan penyidik yang terlibat dalam penangkapan bupati Buol Amran Batalipu, yang mana proses operasi itu diwarnai dengan penghadangan oleh puluhan pendukung Amran.

Novel yang saat itu mengendarai motor untuk melakukan pengejaran, bahkan sempat akan ditabrak oleh romobongan Amran. Beruntung dia bisa menghindar, sedangkan motornya ringsek.

Tak hanya itu saja, Novel adalah penyidik KPK yang dengan keras menghadang upaya penghentian penggeledahan KPK di markas Korlantas bulan Juli lalu. Padahal kala itu, dia harus berhadapan dengan perwira Mabes Polri berpangkat Kombes.

Ketika itu Novel menunjukkan surat perintah pengadilan yang dimiliki KPK untuk menggeledah markas Korlantas. Perdebatan pun terjadi. Ada informasi yang menyebutkan sejak itu, nama Novel masuk dalam daftar incaran.

Dan pada Jumat kemarin, Novel adalah salah satu penyidik KPK yang melakukan pemeriksaan langsung kepada Irjen Djoko Susilo, tersangka kasus Simulator SIM. Seorang perwira menengah berpangkat Kompol memeriksa jenderal aktif bintang dua.

"Novel ini salah satu yang memeriksa langsung DS siang tadi," ujar Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di kantornya, Sabtu (6/10/2012) dinihari.

"Dia merupakan salah satu penyidik terbaik KPK," sambung Bambang.

Selain menyidik dua kasus diatas, Novel juga merupakan penyidik untuk kasus suap penyelenggaraan PON Riau, kasus Wisma Atlet yang melibatkan Nazaruddin dan Angelina Sondakh, kasus PLTS di Kemenakertrans yang melibatkan istri Nazaruddin, Nunung Sri Wahyuni, pemilihan Deputi DGS BI yang melibatkan Anggota DPR dan mantan Deputi BI senior Miranda Goeltom.