Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kemenkes Perlu Sosialisasikan Besaran Premi Iuran

Iuran Jaminan Kesehatan Tak Harus Mahal
Oleh : ardi/dd
Rabu | 03-10-2012 | 13:45 WIB
373Zuber-Safawi_1.jpeg Honda-Batam
Anggota Komisi IX DPR Zuber Safawi

JAKARTA, batamtoday - Anggota Komisi IX DPR RI, Zuber Safawi meminta pemerintah menerapkan premi (iuran) jaminan kesehatan yang terjangkau bagi masyarakat sebagai peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).  

 “Karena pada prinsipnya, asuransi sosial memungkinkan subsidi yang luas, sehingga perhitungan biaya premi secara aktuaria pun rendah,” kata Zuber, usai rapat kerja dengan Wamenkes, Ikatan Dokter Indonesia, dan Asosiasi rumah sakit di DPR, Senin (1/10/2012) lalu.

Zuber secara khusus kepada batamtoday (03/10) kembali menyampaikan agar Kementerian Kesehatan mensosialisasikan kepada publik mengenai estimasi besaran iuran Jaminan Kesehatan.   Sebelumnya Kemenkes mengusulkan dua skenario besar iuran, yakni (1) moderat atau paling rendah dan (2) paling tinggi.  Skenario pertama mengusulkan premi kesehatan sebesar Rp. 19.286 per orang per bulan, sedangkan skenario kedua (tinggi) diusulkan premi sebesar Rp. 22.201 per orang per bulan.  Skenario tersebut adalah besaran iuran yang ditanggung penuh oleh negara untuk masyarakat tidak mampu atau penerima bantuan iuran (PBI).

Adapun komponen utama yang dihitung dalam estimasi tersebut meliputi : (1) Biaya rawat jalan tingkat I (puskesmas dan dokter umum per kapitasi); (2) biaya rawat jalan tingkat lanjut di RS medis termasuk obat dan medis; (3) biaya rawat inap rumah sakit termasuk obat, pelayanan medis, ICU, ICCU, HCU dan akomodasi perawatan;  (4) Penyesuaian Resiko Umur Populasi; (5) penyesuaian pergeseran penyakit; (6) biaya manajemen sebesar 5 persen;  serta (6) biaya cadangan sebesar 5 persen.

Menurut Zuber, sosialisasi besaran premi penting dilakukan untuk menyerap aspirasi publik terkait beban pengeluaran tambahan yang harus ditanggung masyarakat nantinya.   “Saya menilai dasar perhitungan tersebut juga berlaku bagi peserta umum atau non-PBI,” imbuhnya.

Sementara itu, terkait protes Ikatan Dokter Indonesia (IDI ) yang meminta premi/ iuran jaminan kesehatan sebesar Rp. 50.000- 60.000 per orang per bulan, menurut Zuber tidaklah realistis.   “Besaran premi Jamkesmas sekarang saja hanya Rp. 6.500 per kepala per bulan, sedangkan premi Askes per orang per bulan Rp. 39.000, dan seharusnya perhitungan iuran jaminan kesehatan (BPJS I) juga tidak lebih dari Askes,” katanya. 

Dia menambahkan, praktik asuransi sosial memungkinkan untuk lebih murah karena bebas biaya administrasi operasional untuk analisa data nasabah (kepesertaan wajib menurut UU/ sudah pasti), bebas biaya rancangan paket asuransi (karena biasanya paket tunggal yang ditawarkan), dan bebas biaya pemasaran yang mahal.

Zuber berpendapat,  adalah tanggung jawab pemerintah untuk terus meningkatkan kesejahteraan SDM kesehatan (dokter, dokter spesialis, perawat, bidan, para medik, dsb) melalui renumerasi, promosi, kenaikan gaji dan tunjangan, serta beasiswa agar terus memberikan pelayanan kesehatan yang maksimal.

Tutur Zuber lagi,“Mereka ini adalah tulang punggung suksesnya pelaksanaan Jaminan Sosial Kesehatan, karenanya  mereka harus disediakan jaminan keamanan dan kenyamanan dalam bekerja”.
 
Iuran Jamsos Pekerja Tanggung Jawab Pengusaha

Sementara itu, terkait jaminan kesehatan bagi para pekerja, Zuber meminta tetap menjadi tanggungan pemberi kerja. “Pemerintah harus mampu meredam kekhawatiran publik, bahwa penerapan BPJS bukan menjadi beban tambahan nantinya bagi pekerja maupun pengusaha,” jelas Zuber.

Selama ini, berdasarkan UU nomor 3 tahun 1992 tentang Jamsostek dan Peraturan Pemerintah tentang penyelenggaraan Jamsostek (PP No 53 Tahun 2012 tentang perubahan kedelapan atas Peraturan Pemeritah Nomor 14 Tahun 1993), menyebutkan pengusaha menanggung jaminan kesehatan pekerja sebesar 3 persen dari upah (untuk peserta lajang) dan 6 persen dari upah (untuk peserta berkeluarga).  Dasar perhitungan persentase dari upah setinggi-tingginya upah  sebesar Rp. 3.080.000

Sedangkan Kemenkes mengusulkan jaminan kesehatan pekerja ditanggung secara sharing oleh pekerja dan pemberi kerja sebesar lima persen, yakni 3 persen pemberi kerja dan 2 persen dari pekerja.    “Berarti ada penurunan kualitas jaminan sosial kesehatan bagi pekerja, sebelumnya mereka dijamin oleh pemberi kerja,  tetapi kini harus ikut mengiur sebanyak dua persen upah,” kata Zuber.

Karena itu, Zuber menuntut agar pekerja tetap mendapatkan haknya untuk jaminan kesehatan, dan  tidak mengalami penurunan kualitas dalam  pelayanan kesehatan dibandingkan sebelum BPJS, namun justru harus meningkat.