Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pemerintah Waspadai Konflik Terbuka di Laut China Selatan
Oleh : Redaksi
Rabu | 20-03-2024 | 11:44 WIB
laut_china_selatan2.jpg Honda-Batam
Ilustrasi (Foto: istimewa)

BATAMTODAY.COM, Jakarta-Pemerintah Indonesia terus mewaspadai munculnya konflik terbuka di Laut China Selatan. Alasannya karena sejumlah insiden di perairan sengketa itu dalam beberapa tahun terakhir.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto menilai potensi konflik selalu ada karena ada tumpang tindih klaim kepemilikan wilayah di Laut China Selatan, terlebih China memaksakan klaim sepihak atas seluruh wilayah Laut China Selatan yang mengacu pada sejarah (nine-dash lines).

"Kita juga mencatat seringnya terjadi insiden di wilayah Laut China Selatan yang apabila tidak dikelola dengan baik akan dapat memicu konflik terbuka," katanya di Jakarta, Selasa (19/3/2024).

Menurut Hadi, Indonesia, yang wilayahnya di Laut Natuna Utara juga menjadi bagian dari Laut China Selatan, berkepentingan untuk mengelola sengketa itu agar situasi tetap damai dan kondusif.

Namun, dia mengakui, tujuan itu pun saat ini menghadapi tantangan karena Tiongkok secara sepihak juga mengeluarkan peta negaranya yang menambah sembilan garis putus-putus itu (nine-dash lines) menjadi 10 (ten-dash lines).

Klaim itu pun tumpang tindih dengan zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia, tepatnya di Laut Natuna Utara.

Tidak hanya itu, Hadi menilai, sengketa menjadi kian rumit karena rivalitas antara dua negara adidaya, Tiongkok dan Amerika Serikat (AS) pun menguat. Tiongkok, satu sisi, semakin agresif menempatkan kapal-kapal coastguard-nya di perairan-perairan sengketa.

Sementara itu, AS pun juga membangun pakta pertahanan, yaitu AUKUS (AS, Inggris, Australia) dan QUAD (AS, India, Jepang, dan Australia) untuk membendung pengaruh Tiongkok.

Terkait situasi itu, Hadi menyebut Indonesia berkewajiban menjalankan mandat pembukaan UUD 1945, yang di antaranya memelihara perdamaian dunia.

"Kita tidak ingin melihat wilayah Laut China Selatan justru dijadikan ajang proyeksi kekuatan negara major powers (negara adidaya, red.) dan menjadi episentrum konflik. Kita harus mampu mengubah Laut China Selatan menjadi sea of peace," tegasnya.

Editor: Surya