Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

ICMI Ajak Tokoh dan Akademisi Kampanye Pemilu Damai serta Saling Hormati Hak Politik
Oleh : Redaksi
Sabtu | 10-02-2024 | 08:52 WIB
jimly_asshiqie_icmi.jpg Honda-Batam
Ketua Dewan Penasihat ICMI Profesor Jimmly Asshiddiqie (Foto: Istimewa)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) menyayangkan sikap saling menyalahkan dalam berbagai deklarasi terbuka para tokoh nasional, dan akademisi terkait Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

Ketua Dewan Penasihat ICMI Profesor Jimmly Asshiddiqie mengimbau agar para tokoh, dan guru-guru bangsa, serta kalangan akademisi mencukupkan diri untuk mendeklarasikan, atau mengajak pada pelaksanaan pesta demokrasi yang damai, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

"Saya menganjurkan agar suara-suara dari kampus, perguruan tinggi, dan tokoh-tokoh bangsa, dengan kemulian niat dan maksud masing-masing agar, cukuplah menyuarakan sebatas himbauan kepada sesama untuk pelaksanaan pemilu yang damai, dan pemilu yang berlangsung bebas, rahasia, jujur dan adil sesuai dengan ketentuan Undang-undang (UU), dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945," begitu kata Jimmly melalui siaran persnya, Kamis (8/2/2024).

Menurut Jimmly, tak perlu sebenarnya para tokoh, maupun para akademisi di kampus-kampus menyampaikan terbuka atas penilaian yang saling menyalahkan terkait pelaksanaan Pemilu 2024 yang akan digelar pada 14 Februari 2024 ini.

Apalagi dikatakan Jimmly, deklarasi terbuka itu sering disertai dengan penilaian, serta kesimpulan yang menarasikan ketakutan seluruh masyarakat tentang ramalan-ramalan keruntuhan demokrasi, maupun aksi-aksi people power penolakan hasil pemilu.

"Tidak perlu ada nada-nada menyalahkan, berusaha memberikan penilaian negatif yang bersifat konklusif, apalagi dengan keyakinan yang kuat bahwa negara demokrasi kita akan runtuh, dan hasil pemilu dan pilpres akan ditolak oleh rakyat yang akan bergerak, sehingga akan terjadi krisis dan situasi chaos yang memecah belah bangsa," ujar Jimmly.

Ketimbang para tokoh dan akademisi menggunakan narasi kengerian akan Pemilu 2024, Jimmly mengajak agar para tokoh-tokoh tersebut bersama-sama masyarakat sesama pemilik hak suara untuk turut andil dalam mengantarkan pilihannya masing-masing melalui pemungutan suara, pencoblosan 14 Februari 2024 mendatang.

Kata Jimmly, masyarakat, selaku pemilik suara, dan pemilik kedaulatan tertinggi punya pilihan masing-masing. Kata dia, boleh saja pemilik hak suara tak memilih para calon pemimpin peserta Pemilu dan Pilpres 2024 yang tak disukainya. Atau juga yang pernah membuatnya kecewa.

Namun persoalannya, sikap tidak suka pemilik hak suara terhadap calon pemimpin, belum tentu serupa pandang oleh masyarakat, atau individu pemilik suara yang lainnya.

Karena itu, Jimmly mengatakan, agar semua pihak, termasuk para tokoh, dan akademisi, saling menahan diri menyampaikan terbuka atas keyakinan pilihannya itu.

Termasuk kata dia, terhadap pemilik hak suara yang tak menggunakan haknya tersebut. "Kita jangan memilih paslon presiden, wakil presiden, caleg DPD, caleg DPR, dan DPRD dari partai politik yang memang tidak kita sukai, yang bahkan telah membuat kita sangat marah dengan penuh kebencian. Tetapi kita juga harus menghormati warga masyarakat lain yang juga memiliki hak dan kedaulatan yang sama seperti kita untuk memilih orang, atau partai yang kita tidak sukai," kata Jimmly.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu juga mengatakan, agar kontestasi politik menjelang 14 Februari 2024 tak lagi perlu diperkeras situasinya dengan sikap saling tuding-menuding.

Sebab kata dia, kompetisi politik lima tahunan ini, semestinya cukup digebyarkan dengan cara-cara yang rileks.

"Sadarilah bahwa keadaan hingar-bingar kontestasi politik ini, tidak lain hanyalah merupakan dinamuka permainan catur kekuasaan duniawi belaka. Pada waktunya, akan mereda, ketegangan akan pulih, dan kehidupan bersama sebagai bangsa, dan bernegara akan kembali berjalan damai dan sukses menuju Indonesia yang lebih cemerlang," kata Jimmly.

Karena itu, Jimmly meminta agar para intelektual, tokoh-tokoh bangsa, dan kalangan akademisi yang berusaha memperlihatkan objektivitas, dan netralitas pandangannya, harus juga mengakui adanya kenyataan akan dinamika dan berkembangan menuju hari pemilihan.

"Setia ekspresi sikap negatif yang ditujukan kepada pemerintah, kepada presiden sebagai pribadi, kepada kubu paslon melalui berbagai narasi, mudah untuk dipersepsi sebagai upaya mendukung salah-satu kubu. Termasuk dalam mendukung kubu 04," begitu kata Jimmly.

Editor: Dardani