Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Disetujui Kejagung RI, Kejati Kepri Hentikan Penuntutan Dua Perkara Pidana Melalui Restorative Justice
Oleh : Devi Handiani
Selasa | 30-01-2024 | 14:48 WIB
ajukan-RJ.jpg Honda-Batam
Kajati Kepri, Dr Rudi Margono didampingi Wakajati Rini Hartatie beserta jajaran saat melaksanakan expose terhadap perkara pidana di hadapan jajaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI yang diwakili oleh Direktur Tindak Pidana Orang dan Harta Benda (OHARDA) Ibrahim Soleh melalui sarana virtual dengan mengajukan 2 perkara pidana yang dimohonkan untuk diterapkan Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif, Selaa (30/01/2024). (Ist)

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Dua perkara pidana yang diajukan Kejati Kepri kepada Kejaksaan Agung RI untuk dilakukan penghentian penuntutan melalui Restorative Justice (RC) akhirnya disetujui.

Pengajuan RJ itu dilakukan langsung Kajati Kepri, Dr Rudi Margono, didampingi Wakajati Rini Hartatie, Kajari Tanjungpinang, Lanna Wanike Pasaribu dan Kajari Lingga, Rizal Edison melalu sarana virtual kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI yang diwakili oleh Direktur Tindak Pidana Orang dan Harta Benda (OHARDA) pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI, Nanang Ibrahim Soleh, Selasa (30/1/2024).

Turut hadiri Aspidum Kejati Kepri, Bayu Pramesti; Kasi Oharda; Kasi Teroris dan Lintas Negara Kejati Kepri; Kasi Pidum Kejari Tanjungpinang dan Kasi Pidum Kejari Lingga.

Adapun dua perkara pidana yang dimohonkan untuk diterapkan Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif yaitu:
1. Kejaksaan Negeri Tanjungpinang terhadap 1 perkara Tindak Pidana Orang dan Harta Benda (Oharda) yaitu: Tersangka Muhammad Sandi Irwansyah Bin Suidi dalam perkara Penggelapan dalam jabatan jo perbuatan perlanjut melanggar Pasal 374 Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
2. Kejaksaan Negeri Lingga terhadap 1 perkara Tindak Pidana Orang dan Harta Benda (Oharda) atau Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yaitu: Tersangka M Ali alias Ali Bin Ismail dalam perkara Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 atau Pasal 351 ayat (1) KUHP.

"Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif Justice, untuk kedua perkara yang dimohonkan itu telah disetujui oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI," tulis Kejati Kepri, dalam siaran persnya.

Alasan dan pertimbangan menurut hukum terhadap pemberian Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif yang telah memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
2. Tersangka belum pernah dihukum;
3. Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana;
4. Ancaman pidana denda atau pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun;
5. Kesepakatan perdamaian dilaksanakan tanpa syarat dimana ke dua belah pihak sudah saling memaafkan dan Tersangka berjanji tidak mengulangi perbuatannya dan korban tidak ingin perkaranya dilanjutkan ke persidangan;
6. Pertimbangan Sosiologis; dan
7. Masyarakat merespon positif Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Menurut ketentuan peraturan perUndang-undangan dengan segera Kepala Kejaksaan Negeri Tanjungpinang dan Kepala Kejaksaan Negeri Lingga untuk segera memproses penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) yang berdasarkan Keadilan Restoratif Justice sebagai perwujudan kepastian hukum dan kemanfaatan hukum, sesuai dengan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

"Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau melakukan penyelesaian perkara tindak pidana dengan mengedepankan keadilan restoratif yang menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan keseimbangan perlindungan, kepentingan korban, maupun pelaku tindak pidana yang tidak berorientasi pada pembalasan, merupakan suatu kebutuhan hukum masyarakat dan sebuah mekanisme yang harus dibangun dalam pelaksanaan kewenangan penuntutan dan pembaharuan sistem peradilan dengan memperhatikan azas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan, dalam rangka menciptakan rasa keadilan di tengah-tengah masyarakat," tulis siaran pers itu.

"Melalui kebijakan Restorative Justice ini, diharapkan tidak ada lagi masyarakat bawah yang tercederai oleh rasa ketidakadilan, meskipun demikian perlu juga untuk digaris bawahi bahwa keadilan restoratif bukan berarti memberikan ruang pengampunan bagi pelaku pidana untuk mengulangi perbuatan pidana," tutup siaran pers Kejati Kepri.

Editor: Gokli