Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Ilmu dan Teknologi Atasi Krisis Air
Oleh : dd/hc
Kamis | 27-09-2012 | 10:09 WIB

BATAM, batamtoday - Tata kelola sumber daya air berpotensi memicu kekacauan sosial dan ekologis. Untuk mengatasinya dunia harus kembali ke ilmu pengetahuan dan teknologi.


Kesimpulan ini terungkap dari laporan Program Lingkungan PBB (UNEP), yang dirilis Senin (24/9/2012) lalu. Laporan ini disusun setelah mengaji 200 proyek terkait sumber daya air senilai US$7 miliar dari Global Environment Facility (GEF) yang telah berjalan selama 20 tahun terakhir.

GEF adalah proyek terbesar UNEP dan United Nations University yang didanai publik yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan memromosikan pembangunan berkelanjutan.

Laporan berjudul “Science-Policy Bridges over Troubled Waters” ini menyebutkan, daerah aliran sungai akan menjadi wilayah yang paling rentan terkena dampak negatif urbanisasi, kekeringan dan penurunan kualitas air.

Laporan ini juga menyatakan, dunia akan mengalami “kebangkrutan tata kelola air” apabila salah dalam mengambil keputusan. Kebangkrutan ini akan mengancam pertumbuhan ekonomi, keamanan pangan dan penduduk, serta pasokan energi yang rentan terkena dampak perubahan iklim.

Untuk mengatasinya, laporan ini mengumpulkan solusi-solusi terbaik dari seluruh dunia yang disusun oleh lebih dari 90 ilmuwan dari berbagai negara dengan lima pokok bahasan yaitu air tanah, danau, sungai, sumber-sumber polusi di darat serta ekosistem kelautan.

Salah satu contoh solusi yang sukses diterapkan dalam laporan ini adalah keberhasilan mengatasi masalah enceng gondok di Danau Victoria, memakai cara-cara biologis sebagai ganti dari alat-alat mekanis. Manfaat ini langsung dirasakan oleh komunitas lokal yang berhasil memertahankan keanekaragaman hayati danau tropis terbesar di Afrika tersebut.

Namun masalah yang dihadapi dunia terkait sumber daya air semakin kompleks. Laporan ini mencatat beberapa masalah penting, diantaranya:

- Kandungan oksigen di sejumlah wilayah kelautan terus turun dalam waktu yang singkat. Para peneliti menemukan lebih dari 400 zona-zona mati (marine dead zones) dengan bentangan wilayah mencapai 245.000 km2.

- Laporan ini juga menyatakan telah terjadi kenaikan jumlah panas yang tersimpan di samudra yang berdampak negatif terhadap ekosistem, permukaan air laut dan kehidupan manusia.

- Tata kelola air tanah (ground water) masih terus dipisahkan dari pengelolaan ekosistem lain dan banyak dari para pembuat keputusan yang belum memahami siklus air.