Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Syarat Formil dan Materil Dakwaan Terpenuhi, JPU Minta Majelis Hakim Tolak Eksepsi Terdakwa Kasus 'Bela Rempang'
Oleh : Aldy
Senin | 08-01-2024 | 14:52 WIB
jawaban-eksepsi.jpg Honda-Batam
Sidang pembacaan jawaban atas eksepsi terdakwa kasus 'Bela Rempang' di PN Batam, Senin (8/1/2024). (Foto: Aldy)

BATAMTODAY.COM, Batam - Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Batam menegasakan menolak secara keseluruhan keberatan para terdakwa kasus 'Bela Rempang'.

Bagi tim JPU, dakwaan dari jaksa sudah memenuhi syarat formil, dan meminta majelis hakim menerima pendapat JPU terhadap keberatan penasehat hukum terdakwa.

"Menyatakan menolak secara keseluruhan terhadap keberatan penasehat pukum terdakwa, karena tidak didasarkan pada alasan yang menjadi obyek keberatan sebagaimana dimaksud," ujar tim JPU saat membacakan jawaban atas eksepsi 8 orang terdakawa dan PH terdakwa kasus 'Bela Rempang', Senin (8/1/2024).

"Apa yang dibacakan tim JPU tadi, itulah keputusan kami," timpal Kajari Batam, I Ketut Kasna Dedi, di luar persidangan.

Dijelaskan dalam jawaban atas eksepsi itu, dakwaan yang disusun JPU sudah sesuai dengan Pasal 143 ayat (2) KUHAP dan ekspsi terdakwa telah menyangkut materi pokok perkara.

"Menyatakan Surat Dakwaan Penuntut Umum Nomor Register Perkara PDM- 286/Eku.2/Batam/2023 yang telah dibacakan di depan persidangan pada hari Kamis tanggal 21 Desember 2023 telah memenuhi syarat formil dan materiil berdasarkan pasal 143 ayat 2 KUHAP. Menyatakan pemeriksaan pokok perkara a quo tetap dilanjutkan," ucap salah Tim JPU, saat membacakan jawaban di persidangan.

Lebih lanjut, tim JPU memaparkan, penasihat hukum dalam eksepsinya menyampaikan bahwa JPU tidak memahami makna penggabungan dan pemisahan perkara yang seharusnya memisahkan semua perbuatan pada perkara terpisah, serta penggabungan perkara yang dilakukan hanya membuktikan ketidakmampuan JPU menyusun dakwaan secara jelas, tepat, dan lengkap terhadap pasal-pasal yang didakwakan.

"Sejatinya, hal itu menunjukkan Penasihat Hukum lah yang telah keliru memahami makna penggabungan dan pemisahan (spliting) perkara. Berdasarkan ketentuan, maka pada hakikatnya Penuntut Umum telah benar dan tidak melanggar ketentuan terkait dengan penggabungan dan pemisahanan perkara. Hal tersebut justru menunjukkan bahwa penasihat hukum sepertinya tidak menghormati Asas Peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan untuk kepentingan penegakan hukum yang efisien dan profesional. Terlebih lagi, hal tersebut pada hakikatnya tidak termasuk objek eksepsi dalam KUHAP," papar Tim JPU.

Selanjutnya terkait dengan pernyataan Penasihat Hukum bahwa Pasal 214 ayat (2) ke-1 KUHP dan Pasal 214 ayat (1) KUHP tidak bisa dialternatifkan karena satu kesatuan dengan Pasal 212 atau Pasal 211 KUHP, menunjukkan kembali bahwa Penasihat Hukum tidak menguasai dan memahami secara konkrit mengenai Hukum Pidana yang mana terdapat rumusan delik/perbuatan pidana.

Unsur yang tidak tercantum dalam surat dakwaan oleh penuntut umum tidak perlu disebut dalam surat dakwaan oleh Penuntut Umum. Dalam hal ini Pasal 214 ayat 2 ke-1 KUHP dan Pasal 214 ayat 1 KUHP kualifikasinya merupakan pemberatan dari Pasal 211 atau Pasal 212 KUHP sama halnya dengan pencurian dengan pemberatan (Pasal 363 KUHP) yang penerapannya tidak perlu di juncto kan dengan Pasal 362 KUHP.

"Dengan demikian bukan surat dakwaan penuntut umum yang tidak cermat, tidak tepat, namun penasihat hukum lah yang tidak cermat, tidak tepat, dan tidak memahami makna penggabungan dan pemisahan (splitsing)," tegas Tim JPU.

Ditambahkannya, penasihat hukum dalam eksepsinya memohon kepada majelis hakim untuk menyatakan Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum No. Reg. Perkara PDM-286/Eku 2/Batam/2023 sebagai dakwaan yang batal demi hukum, namun Penasihat Hukum tidak memahami syarat-syarat dakwaan batal demi hukum sebagaimana yang telah kami uraikan diatas karena surat dakwaan tersebut sejatinya telah memenuhi syarat formil, materil, disusun dari hasil penyidikan yang sah sebagaimana telah di uji dalam proses Pra Peradilan dan telah mendapatkan Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Selebihnya pendapat Penasehat Hukum dalam eksepsinya bukanlah termasuk materi eksepsi (keberatan) sebagaimana diatur dalam KUHAP melainkan termasuk pokok perkara, sehingga pendapat Penasehat Hukum dalam eksepsinya (keberatan) hanya merupakan rangkaian kata-kata yang sifatnya subjektif tidak berdasarkan fakta yang sebenarnya.

"Padahal perbuatan atau fakta lebih kuat dari kata-kata (Facta sunt potentiora verbis), maka dengan demikian perkara a quo harus dilanjutkan proses penanganannya untuk dibuktikan," pungkas Tim JPU.

Editor: Gokli