Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Sudah Saatnya Koruptor Dihukum Mati
Oleh : si
Senin | 24-09-2012 | 17:40 WIB
Ahmad_Farhan_Hamid.jpg Honda-Batam

Wakil Ketua MPR Farhan Hamid

JAKARTA, batamtoday - Pakar hukum pidana Universitas Indonesia (UI) Akhiar Salmi mengusulkan agar koruptor diberikan hukuman mati  karena korupsi sudah mendarah daging  dan sulit dilakukan pemberantasan.


Sedangkan ahli warisnya diusulkan dijatuhi hukuman waris pidana, jika dalam proses koruptornya meninggalkan dunia.

Sebab selama ini, banyak putusan hakim yang memberikan hukuman ringan sehingga hal itu tidak membuat jerah para koruptor.

“Koruptor itu lebih sadis daripada teroris dan pelaku kriminal lainnya. Sebab, korban dari koruptor tersebut bukan saja seseorang, tapi generasi bangsa dan negara yang akand datang. Jadi, koruptor tanpa hukuman mati, tak akan pernah ada orang yang takut melakukan korupsi khususnya bagi penyelenggara negara,” tandas pakar hukum tindak pidana korupsi Universitas Indonesia Akhiar Salmi bersama Ketua Komisi III DPR RI FPD Gede Pasek Suardika, dan Wakil Ketua MPR RI A. Farhan Hamid di Gedung MPR/DPR RI Jakarta, Senin (24/9//2012).

Menurut Akhiar, dalam proses penegakan hukum bagi para koruptor saat ini, jangankan terhukum mati, yang dituntut hukuman mati pun tidak ada. Apalagi dalam revisi UU KUHP juga tidak mengatur hukuman mati bagi koruptor, yang ada hanya bongkar pasang pasal-pasal dan ayat-ayat bersfiat basi-basi-basi. 

 “Maka harus menjadi komitmen bersama agar negara ini bersih dari korupsi perlu diterapkannya hukuman mati bagi koruptor dengan rumusan yang lebih komprehensif,” kanya.

Wakil Ketua MPR Farhan Hamid menjelaskan, lahirnya KPK dan  Pengadilan Tipikor antara lain untuk mencegah korupsi yang mendarah-daging tersebut. Namun, kedua lembaga baru sebagai penyeimbang penegakan hukum dari kejaksaan dan kepolisian tersebut masih belum bisa memuaskan masyarakat, meski memang tidak bisa berharap hanya kepada Presiden SBY, kepolisian,dan kejaksaan.

 “Memang berat. KPK pun keberadaannya seperti polisi di jalanan. Yaitu sembunyi-sembunyi, lalu menangkap orang. Tapi, bagaimanapun agar negara ini tidak hancur MPR mendukung hukuman mati,” ujar anggota DPD RI asal Aceh ini.

Dia mengusulkan di setiap provinsi ada pengawas khusus untuk mengontrol penyelenggara daerah (eksekutif, legislatif dan yudikatif). Adanya pengawasaan ini bagus dan dirinya yakin dalam lima tahun akan ada hasilnya, meski dibutuhkan dana yang cukup besar untuk menggaji mereka itu.

“Sebagai salah satu contoh lagi di DKI Jakarta, misalnya Jokowi-Ahok bertemu dengan Presiden SBY, kepolisian, kejaksaan, dan KPK untuk mencegah korupsi dengan menempatkan 1000 orang untuk mengawasi pejabat daerah DKI Jaya ini,” tegas Farhan Hamid.

Sementara Ketua Komisi III DPR I Gede Pasek Suardika mengatakan,  penyelenggara negara banyak yang terjerat korupsi karena mempunyai kewenangan, kesempatan, dan bisa kolaborasi dengan pundi-pundi keuangan, maka korupsi akan terus terulang. Karena itu memberantas korupsi tersebut tidak cukup hanya dengan menyadap dan menangkap pelaku. Sementara yang ditangkap selama ini hanya sebagai ‘penggembira’ saja.

“Padahal, koruptor besar di Migas dan pertambangan yang jumlahnya mencapai triliunan tidak tersentuh,” ungkap Ketua Komisi III DPR ini.

Oleh sebab itu, selain harus menegakkan hukum dari hulu ke hilir juga harus ada sistem hukum dengan prioritas penegakan yang fundamental. Tapi, kalau tiga pilar hukum (KPK, kepolisian dan kejaksaan) tidak kompak, maka sulit menegakkan hukum.

Sedangkan DPR kata Pasek, tidak boleh berpihak kepada salah satunya, dan kalau bisa ketiga lembaga penegak hukum tersebut sama-sama bertanding untuk menegakkan hukum.

 “DPR hanya membantu dengan membuat regulasi, aturan yang benar,” ujarnya.

Sebelumnya keputusan Munas dan Konbes NU di Cirebon, 14-17 September 2012 lalu antara lain mendukung hukuman mati bagi koruptor. Menurut Ketua Umum PBNU KH. Said Aqil Siradj, korupsi itu ada dua macam. Yaitu yang merugikan negara, dan merusak tatanan kehidupan bernegara. Dan,yang kedua itulah yang harus dihukum mati.

Bahkan dalam Islam, mereka yang korupsi sampai ratusan miliar itu bukan saja harus disalib, dibunuh, tapi juga harus dibuang dari bumi ini. "Mungkin ke laut. Jadi, NU tetap komitmen korupsi yang merusak tatanan negara harus dihukum mati," tegas Kang Said.