Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Petisi Kedaulatan Pangan Rakyat Indonesia

Krisis Pangan Karena Neoliberalisme
Oleh : Tunggul Naibaho
Jum'at | 25-02-2011 | 13:29 WIB

Batam, batamtoday - Krisis pangan yang melanda dunia saat ini sebab diterapkanya sisitim ekonomi kapitalisme-neoliberalisem, demikian salah satu butir pernyataan dalam Petisi Kedaulatan Pangan Rakyat Indonesia yang ditandatangani di Taman Menteng, Jakarta Pusat, Kamis 24 Februari 2011.

Sejumlah ormas petani, perempuan, ekonom, ormas buruh, nelayan, aktivis hijau, dan berbagai elemen masyarakat lainya, menandatangani Petisi Kedaulatan Pangan Rakyat Indonesia (KPRI), karena melihat fenomena krisis pangan yang tengah melanda dunia, dan juga berimbas ke Indonesia dengan semakin meningkatnya jumlah orang miskin.

Rencananya Petisi KPRI akan dibawa keliling ke seluruh penjuru Nusantara, mulai April hingga September 2011, dan selanjutnya petisi akan diserahkan kepada pemerintahan SBY-Boediono, demikian disampaikan  Serikat Petani Indonesia (SPI) dalam rilisnya kepada batamtoday, Jumat 25 Februari 2011, yang ditandatangani Tita Riana Zen, Ketua Departemen Komunikasi NasionalSPI.

Petisi tersebut menyatakan bahwa  sesungguhnya krisis harga pangan yang terjadi sekarang ini, sebagai akibat diterapkannya sistem neolibarilisme, melalui World trade organizations dan free trade agreement. Akibatnya  pertanian  terkonsentrasi pada pertanian eksport, dan monokultur.

Petisi KPRI menyatakan bahwa, dewasa ini makanan tidak lagi sejati nya untuk makanan manusia, tetapi makanan telah diutamakan sebagai bahan industri agrofuel, dan keperluan perusahaan peternakan. Makanan juga menjadi bahan spekulasi perdagangan. Saat ini terus terjadi perampasan tanah-tanah rakyat dan penguasaan tanah-tanah negara oleh perusahaan-perusahaan private di dunia ini.

Petisi menyatakan bahwa esungguhnya kedaulatan pangan itu adalah hak dari segala bangsa di dunia ini untuk melindungi dan memenuhi kebutuhan rakyatnya untuk berkecukupan pangan, dan berbagi bahan pangan secara sukarela dan bergotong royong dengan bangsa-bangsa lainnya. Bahwa hak dari bangsa-bangsa di dunia ini telah berkurang bahkan hilang untuk bisa melindungi dan memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya. Bahwa tekad para peminpin dunia pada World Food Summit yang diselenggarakan Food and Agriculture Organizations (FAO) pada tahun 1996 untuk menghapuskan kelaparan sebanyak 50 persen dari jumlah 825 juta pada tahun 2015 dipastikan gagal. Karena yang terjadi justru sebaliknya, kelaparan  terus meningkat, diperkirakan sudah lebih 1 milyar pada tahun ini. Pun demikian di Indonesia jumlah orang-orang yang lapar tidak berkurang, bahkan orang-orang yang lapar cenderung akan meningkat.

Dengan terjadinya krisis harga pangan maka jumlah orang miskin akan meningkat tajam menjadi 60,40 juta jiwa. Yang paling rentan adalah perempuan dan anak-anak.

Sesungguhnya pemerintah Indonesia yang ada sekarang ini telah salah arah dalam mengambil kebijakan pembangunan pertanian dan pangan di Indonesia. Pemerintah Indonesia sudah tidak sanggup lagi menjaga kedaulatan pangan rakyat Indonesia. Pemerintah Indonesia telah menyerahkan kebijakan pangan Indonesia pada perangkap perdagangan bebas pangan dunia, ke tangan para spekulan pangan dunia, mendorong pemenuhan pangan Indonesia dari hasil impor. Pemerintah Indonesia telah membiarkan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya bukan untuk memenuhi dan melindungi kebutuhan pangan rakyat Indonesia, tetapi sebaliknya untuk kepentingan perusahaan-perusahaan besar. Semua ini menunjukkan bahwa pemerintah
Indonesia telah abai terhadap konstitusi Indonesia, terutama pada pasal 33 UUD 1945, dan juga pasal 27 ayat 2, 31, dan 34.


Tuntutan

Untuk menegakkan kedaulatan pangan dan mengakhiri kelaparan di Indonesia, Petisi KPRI menyatakan dan mendesak:

Pemerintah Indonesia segera mencabut pembebasan impor bea masuk ke Indonesia, terutama impor bahan pangan, dan melarang impor pangan hasil Genetik Modified Organisme (GMO). Untuk jangka panjang harus membangun suatu tata perdagangan dunia yang adil dengan  mengganti rezim perdagangan dibawah World Trade Organizations (WTO), dan berbagai Free Trade Agrement (FTA). Menjamin ketersediaan benih lokal dengan memajukan pengetahuan para petani dan mengganti UU No 12 tahun 1992 tentang sistem budidaya tanaman yang banyak mengkriminalkan petani. Sistem distribusi pangan liberal mengakibatkan ketidakstabilan dan maraknya spekulasi harga pangan.

Pemerintah Indonesia harus melaksanakan reforma agraria dan landreform untuk memastikan hak setiap petani untuk menguasai tanah pertanian, sesuai dengan konstitusi Indonesia pasal 33 UUD 1945 dan UUPA No 5 tahun 1960,  dan pemerintah Indonesia harus mencabut UU No 7 tahun 2004 tentang sumber daya air, UU No 18 tahun 2004 tentang perkebunan, serta UU No 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Pemerintah Indonesia harus menempatkan pertanian rakyat sebagai soko guru perekonomian Indonesia,  dan pemerintah Indonesia harus menghentikan pengembangan food estate. Untuk menghambat ini salah satunya adalah dengan merevisi UU No  7 tahun 1996 tentang Pangan. Pemerintah harus mengembangkan pertanian berkelanjutan yang menjaga keanekaragaman hayati, mengurangi ketergantungan input luar, dan memandirikan pertanian di Indonesia.

Pemerintah Indonesia harus membangun industri nasional berbasis pertanian, kelautan dan keanekaragaman hayati Indonesia yang sangat kaya raya ini. Sehingga memungkinkan usaha-usaha mandiri, pembukaan lapangan kerja dan tidak tergantung pada pangan impor.

Pemerintah Indonesia segera memfungsikan Badan Urusan Logistik (BULOG) untuk menjadi penjaga pangan di Indonesia, dengan memastikan mengendalikan tata niaga,  distribusi dari hasil  produksi pangan  petani Indonesia, khususnya padi, kedelai, jagung, kedelai, dan minyak goreng. Pemerintah Indonesia juga harus menjadi pengendali seluruh impor pangan asal luar negeri.

Pemerintah Indonesia perlu memastikan adanya perlindungan sosial, menjamin pemenuhan pangan, pendidikan, kesehatan bagi semua warga negara, khususnya para buruh dengan menjamin kepastian kerja dan menghapus sistem upah murah. Menghapuskan UU No.13/2004 yang tidak menjamin kesejahteraan buruh dan mempermudah sistem kerja outsourcing.

Pemerintah Indonesia dengan segera membuat program khusus menyediakan pangan bagi rakyat miskin, dengan mengutamakan makanan bagi para ibu hamil, menyusui, juga bagi perempuan-perempuan yang berstatus janda, dan tidak memiliki pekerjaan  dan juga bagi anak-anak balita.