Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pro Kontra Rencana Kenaikan Pajak dan Retribusi Da

Masyarakat Dukung Pemerintah, Sebut Pengusaha Itu Mafia
Oleh : Andri Arianto
Kamis | 24-02-2011 | 15:48 WIB

Batam, batamtoday - Gelombang penolakan rencana kenaikan pajak dan retribusi daerah Kota Batam yang datang dari kalangan pengusaha mendapat sambutan pedas dari elemen masyarakat yang justru mendorong pemerintah agar tidak takut dengan ancaman pengusaha.

Salah satunya dikemukakan Ta'in Komari, Ketua Presidium LSM Kodat 86 kepada batamtoday saat ditemui di bilangan Batam Center, Kamis 23 Februari 2011 yang menilai sikap pengusaha yang tidak siap keuntungan usahanya dibagi kepada pemerintah melalui pajak daerah.

Menurutnya, jika ingin bicara mengenai keberatan tentu konteksnya saat kalangan pengusaha itu memposisikan diri sebagai masyarakat, sebab jika keberatan disampaikan dalam konteks sebagai pengusaha akan berseberangan dengan semangat undang-undang No.28 tahun 2009 yang mengamanatkan agar struktur APBD menjadi lebih baik, iklim investasi di daerah menjadi lebih kondusif, sebab menunjukan kepastian hukum bagi semua pihak.

"Selama ini masih banyak pendapatan pajak yang loss akibat banyaknya pengusaha yang nakal terlibat permainan "Mafia Pajak"," tukas Ta'in.

Pendapat lain juga disampaikan Hubertus dari LSM Forum Masyarakat Madani yang menegaskan suara penolakan kenaikan pajak seolah-olah pengusaha mengendepankan aspirasi masyarakat. Padahal, kata Hubertus pengusaha selama ini memanfaatkan nama masyarakat untuk menentang kenaikan pajak daerah, sehingga pada saat disepakati ditolak justru yang menanggung beban adalah masyarakat sebab orientasi pengembangan pembangunan pun tidak menyeluruh.

Menurutnya upaya meningkatkan kualitas pelayanan secara bertahap dan terus menerus sekaligus menciptakan good governance dan clean government tidak akan berjalan dengan baik,  jika pada saat penggalian potensi pendapatan daerah kalangan pengusaha selalu menghambat.

"Kan masyarakat juga yang rugi. Kami mendukung upaya pemerintah," kata Hubertus pasti.

Suara kontra tersebut muncul setelah Pemko Batam mengajukan mengajukan usulan draft Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Kota Batam tentang pajak daerah, sebagai upaya penyesuaian dengan Undang-Undang (UU) 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Usulan disampaikan langsung Walikota Batam, Ahmad Dahlan dalam Rapat Paripurna ke 6 masa sidang I tahun sidang 2011, di gedung DPRD Kota Batam, Rabu 2 Februari 2011.

Kalangan asosiasi pengusaha yang menjadi objek kenaikan tarif pajak daerah keberatan dan menolak rancangan peraturan daerah (ranperda) tentang pajak dan retribusi yang diusulkan Walikota Batam kepada DPRD. Sebagai bentuk protes di simpang empat Gelael, kalangan asosiasi pengusaha memasang baliho besar yang membunyikan penolakan atas rencana kenaikan tersebut.

Ada lima ranperda yang diusulkan Walikota Batam kepada DPRD Batam pada 4 Februari 2011 lalu, yaitu Ranperda Pajak-Pajak Daerah Kota Batam, Ranperda Retribusi Layanan Persampahan dan Kebersihan, Ranperda Perparkiran, Ranperda Pajak Bumi Bangunan, Pedesaan, dan Perkotaan, dan Ranperda Kepelabuhanan.

Dalam rapat paripurna DPRD Batam yang digelar pada 21 Februari untuk mendengarkan pandangan umum 9 fraksi di dewan, sebanyak 6 fraksi yang dipimpin Fraksi Demokrat menyatakan dukungannya terhadap pembahasan lanjutan terhadap ranperda tersebut sedangkan tiga fraksi yaitu Golkar, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan   Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tegas-tegas menyatakan penolakannya.

Berdasarkan mekanisme pembahasan ranperda di DPRD, usulan walikota ini akan dilanjutkan dengan pembahasan pada tingkat panitia khusus (Pansus) yang dibentuk setelah mendengarkan tanggapan dari walikota.

"Pansus ini yang akan melakukan pembahasan lebih lanjut dengan mengundang segenap stake holder termasuk asosiasi pengusaha yang menjadi objek dari pemberlakuan tarif pajak baru tersebut," ujar Aris Hardi Halim, Wakil Ketua DPRD Kota Batam.