Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

DPR Minta Penjelasan Kemendikbudristek Soal Polemik PPDB
Oleh : Irawan
Jum\'at | 21-07-2023 | 08:04 WIB
diskusi_ppdb.jpg Honda-Batam
Dialektika Demokrasi dengan tema 'Polemik Zonasi PPDB, Bagaimana Solusinya', Kamis (20/7/2023)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih menyesalkan menyeruaknya polemik Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun 2023.

Semestinya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) sedari awal sudah mengantisipasinya agar polemik ini tidak terus berulang setiap tahun.

"Karena sekecil apapun (PPDB) akan berdampak luas," terang Fikri melalui video zoom dalam Dialektika Demokrasi dengan tema 'Polemik Zonasi PPDB, Bagaimana Solusinya', Kamis (20/7/2023).

Diskusi diselenggarakan Koordinatoriat Wartawan Parlemen bekerja sama dengan Biro Pemberitaan DPR RI berlangsung di Media Center MPR/DPR/DPD RI, Gedung Nusantara III Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

Disampaikan Fikri Faqih, kesalahan kebijakan dalam dunia pendidikan akan berdampak luas bagi masyarakat dan akan susah untuk memperbaikinya.

Berbeda misalnya dengan kesalahan dibidang lain, infrastruktur misalnya. Ketika sebuah jembatan mengalami kesalahan dalam pembangunan, maka bisa diperbaiki dengan mudah.

"Orang bangun jembatan kalau salah bisa dibetulkan, tapi kalau pendidikan kalau keliru susah dibetulkan," jelasnya.

Disebutkan, kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sudah berlaku sejak tahun 2017. Meski sebelumnya sudah ada, namun PPDB secara legal formal berlaku di tahun tersebut. Artinya sudah berlangsung bertahun-tahun.

Saat itu kepada DPR, lanjut Fikri Faqih, Kemendikbudristek dalam paparannya menyampaikan jika sistem PPDB seakan-akan sebuah kebijakan yang paling indah. Bagaimana dalam prakteknya, sistem zonasi yang diberlakukan dikatakan mengadopsi apa yang terjadi di luar negeri.

Harapannya, melalui sistem zonasi sekolah, tidak ada lagi rebutan atau istilah Fikri Faqih 'rayahan' sekolah-sekolah tertentu yang dianggap favorit oleh orang tua murid. Di sisi lain, ada anak yang pintar dan nilai akademiknya tinggi, namun ketika mengikuti PPDB tidak diterima oleh pihak sekolah.

"Ada anak pintar, NEM tinggi dan sekolah favorit yang digadang-gadang, kemudian karena beda kecamatan dia enggak diterima," ucap Fikri.

Konon, lanjutnya, sudah ada perbaikan demi perbaikan yang dilakukan Kemendikbudristek. Utamanya terkait dengan radius anak dengan sekolah. Sayangnya, Komisi X DPR yang meminta penjelasan Kemendikbudristek sebelum penutupan masa sidang kali ini urung datang.

"Tanggal 12 Juli sebelum penutupan masa sidang, Komisi X menggelar rapat tapi menterinya enggak dateng dan diketahui Pak Menteri lagi cuti ke Uganda, cuti di luar tanggungan negara," demikian Fikri Faqih.

Akan Jadi Petaka

Sementara itu, Pengamat Politik, Indra Charismiadji menegaskan puncak bonus demografi pada tahun 2030 mendatang akan jadi petaka bagi Indonesia.

Menurut Indra, bonus demografi akan jadi bencana bagi Indonesia, karena di masa itu selain perbedaan usia produktif, peningkatan mutu pendidikan di Indonesia tentu menjadi penentu untuk mendapatkan bonus demografi tersebut.

Indra menyampaikan hal itu dalam diskusi dialektika demokrasi di Media Center Parlemen Senayan Jakarta Kamis, 20 Juli 2023.

Indra mengatakan bahwa Indeks Pembangunan Manusia atau Human Capital Index Indonesia menduduki peringkat 130 dari 199 negara di dunia, begitu juga dengan peringkat EQ Indonesia yang menduduki peringkat enam ASEAN.

"Artinya IQ kita rata-rata 78,49 sama dengan IQ simpanse. Bagaimana mau bicara bonus demografi kalau manusia kita tak terdidik," beber Indra.

Indra pun menyoroti kualitas pendidikan Indonesia, ada 260 ribu sekolah di seluruh Indonesia, namun sekolah yang berbayar kualitasnya lebih buruk daripada sekolah yang gratis.

"Ini kan udah lucu, jadi ya jangan ngomong bonus demografi deh kalau kalau berpikir yang logis gitu aja nggak bisa tapi itu yang terjadi jadi memang harus ditata ulang ini pendidikan kita," tandas Indra.

IQ atau Intelligence Quotient adalah taraf kecerdasan yang digunakan untuk mengukur kemampuan seseorang dalam penalaran hingga menyelesaikan masalah.

Pengukuran IQ dapat dilakukan dengan tes IQ sesuai dengan kelompok usia tertentu.

Menurut The Wechsler Adult Intelligence Scale dan Stanford-Binet, skor IQ rata-rata berada di antara 90-109.

Di atas angka tersebut dianggap skor IQ tinggi, dan di bawah angka tersebut dianggap rendah. Sedangkan untuk skor di bawah 70 berarti ada kendala perkembangan atau ketidakmampuan belajar.

Untuk itu, Indra mendorong pemerintah agar segera benahi perbaikan sistem pendidikan, karena beberapa faktor yang menyebabkan tingkat IQ seseorang tergolong rendah, salah satunya adalah sistem pendidikan.

"Jadi pemerintah dalam hal ini juga harus memberikan perhatian lebih pada pengembangan sistem pendidikan di Indonesia saat ini," pungkas Indra Charismiadji

Editor: Surya