Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Keterlibatan Berbagai Pihak dalam Pembahasan RUU Kesehatan
Oleh : Opini
Minggu | 02-07-2023 | 13:21 WIB
A-PARA-MEDIS.jpg Honda-Batam
Ilustrasi paramedis. (Foto: Ist)

Oleh Samuel Christian Galal

RUU (Rancangan Undanga-Undang) Kesehatan sebentar lagi akan disahkan menjadi sebuah UU. Semua pihak pun telah dilibatkan dalam pembahasannya, mulai dari pemerintah sampai tenaga kesehatan. UU ini dijamin akan melindungi seluruh pemangku kepentingan, baik dokter, perawat, sampai ke pasien.

Tenaga kesehatan berhak mendapatkan perlindungan dari pemerintah dan punya payung hukum yang kuat dalam bentuk UU. Begitu juga para pasien, mereka akan menjadi tenang karena dilindungi juga oleh UU yang diaplikasikan di seluruh Indonesia. Semuanya wajib terproteksi karena baik tenaga kesehatan maupun pasien adalah WNI.

Untuk melindungi para tenaga kesehatan dan pasien-pasiennya, maka pemerintah membuat RUU Kesehatan. RUU ini masih dalam masa pembahasan sebelum nanti disahkan jadi UU. Masyarakat tidak perlu khawatir karena dalam pembahasan RUU ini, semua pihak dilibatkan. Tujuannya agar RUU ini menjadi sempurna sehingga ketika disahkan sebagai sebuah UU, tidak akan ada yang memprotesnya atau menggugat ke MK.

Wakil Presiden KH. Ma'ruf Amin mengingatkan agar pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesehatan melibatkan semua pihak sebelum disetujui menjadi UU. Dalam artian, pemerintah tidak sendirian dalam membahas RUU tersebut. Namun melibatkan banyak pihak, di antaranya Kementerian Kesehatan. Dalam pembahasan ini tentu akan menjadi sangat bagus karena hasilnya makin sempurna.

Masyarakat tidak perlu takut RUU Kesehatan akan merugikan mereka karena pemerintah telah meminta masukan dari para ahli di Kementerian Kesehatan. Mendapatkan layanan kesehatan yang baik adalah hak dari seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena itu pemerintah berusaha membuat RUU Kesehatan yang membuat masyarakat selalu sehat dan tidak khawatir akan biaya berobat.

Akan tetapi ada sebagian masyarakat yang takut akan RUU Kesehatan. Salah satu kekhawatiran yang muncul adalah ketika ada aturan subsidi pemerintah sebesar 5% yang dihapuskan. Masyarakat akan takut yang dihapus adalah bantuan berupa obat generik atau subsidi kepada rakyat kecil yang didapatkan melalui program BPJS Kesehatan.

Namun kekhawatiran ini ditepis oleh Juru Bicara Kementerian Kesehatan dokter Siti Nadia Tarmizi. Menurutnya, subsidi sebesar 5% akan diganti karena kurang sesuai dengan keadaan di lapangan. Nantinya, besaran subsidi akan disesuaikan dengan situasi dan kegawatan yang ada di masing-masing daerah.

Dalam artian, subsidi masih diberikan oleh pemerintah tetapi nominalnya diubah dan berdasarkan dari kebutuhan suatu daerah. Misalnya di daerah yang banyak pasien DBD dan malaria maka subsidi akan ditambah. Kemudian, di wilayah lain yang masyarakatnya relatif sehat dan mampu membayar obat dan biaya dokter sendiri, maka subsidi akan dikurangi.

Dengan demikian maka akan tercipta azas keadilan berkat RUU Kesehatan. Masyarakat yang kurang mampu dan berada di daerah yang terpencil akan mendapatkan subsidi yang besar dari pemerintah. Mereka tak akan khawatir saat sakit karena bisa berobat menggunakan kartu BPJS kesehatan dan mendapatkan obat generik yang ampuh serta membuat dirinya lekas sembuh.

Kemudian, berkat bantuan dari pemerintah maka masyarakat akan tetap menikmati program-program kesehatan yang diberikan secara gratis. Misalnya imunisasi wajib untuk bayi dan balita, pemberian vitamin dan suplemen zat besi melalui Posyandu, dll. Rakyat tak perlu khawatir karena RUU Kesehatan dibuat untuk mereka, agar tetap sehat dan semangat dalam bekerja.

Sementara itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan bahwa sudah dilakukan public hearing RUU Kesehatan dan mengundang semua organisasi profesi dan juga dokter-dokter baik tua maupun muda serta semua kalangan lainnya.

Menteri Budi Gunadi melanjutkan, setelah itu diajukan ke pemerintah dan diterima di bulan Februari, bulan Maret-April, pemerintah juga melakukan uji publik dengan mengundang lagi semua dokter dan juga organisasi profesi untuk memberikan masukan dan kritikan, dan kemudian diteruskan ke DPR dan kembali lagi ke Komisi IX DPR RI.

Dalam artian, pemerintah tidak sembarangan dalam membuat dan merencanakan pengesahan RUU Kesehatan. Namun dalam pembahasan RUU tersebut telah diundang para dokter umum maupun spesialis yang ahli di bidang masing-masing. Mereka sudah memberikan masukan maupun kritik sehingga isi RUU Kesehatan makin disempurnakan sehingga ketika nanti disahkan akan sangat berguna bagi rakyat Indonesia.

RUU Kesehatan mengedepankan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice) dalam penyelesaian perselisihan (Pasal 322 ayat 4 DIM Pemerintah) Anti-perundungan (anti-bullying).

Tenaga medis dan Tenaga Kesehatan dapat menghentikan pelayanan kesehatan apabila memperoleh perlakuan yang tidak sesuai dengan harkat dan martabat manusia, moral, kesusilaan, serta nilai-nilai sosial budaya, termasuk tindakan kekerasan, pelecehan dan perundungan (Pasal 282 ayat DIM pemerintah).

Ada juga perlindungan bagi peserta didik (dokter yang masih dalam masa studi) yang memberikan pelayanan kesehatan dari kekerasan fisik, mental dan perundungan juga tertuang dalam Pasal 208E ayat 1 huruf d DIM pemerintah.

RUU Kesehatan menjamin hak peserta didik yang memberikan pelayanan kesehatan atas bantuan hukum, dalam hal terjadinya sengketa medik selama mengikuti proses pendidikan (Pasal 208E ayat 1 huruf a DIM Pemerintah).

Pemerintah melibatkan semua pihak mulai dari para dokter dan para ahli di Kementerian Kesehatan, dalam membahas RUU Kesehatan. Masyarakat tidak usah khawatir karena RUU ini dibuat untuk melindungi mereka, juga para tenaga kesehatan. Pemerintah juga tetap memberikan subsidi sehingga rakyat kecil sekalipun tetap akan mendapatkan layanan kesehatan yang bagus.*

Penulis adalah Analis kontributor Lembaga Gala Indomedia