Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Membaca 'Meaningful Participation' Masyarakat dalam Penyusunan UU Cipta Kerja
Oleh : Opini
Selasa | 27-06-2023 | 15:40 WIB
A-UU-CIPTAKER2.jpg Honda-Batam
Ilustrasi Undang-Undang Cipta Kerja. (Foto: Ist)

Oleh Devi Putri Anjani

UNDANG-UNDANG Cipta Kerja (UU Ciptaker) merupakan sebuah produk hukum yang ditetapkan oleh Pemerintah RI di era kepemimpinan Presiden Jokowi, yang mana dalam seluruh proses pembuatan hingga pembahasannya, semuanya telah melibatkan adanya partisipasi masyarakat secara maksimal, melalui adanya asas meaningful participation.

Dengan diterbitkannya UU Ciptaker, Direktoral Jenderal Tata Ruang Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Ditjen ATR/BPN) telah melaksanakan kegiatan sosialisasi kepada masyarakat yang dihadiri oleh sejumlah elemen.

Salah satu pihak yang hadir dalam kegiatan tersebut, yakni Staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum dan Ketahanan Ekonomi Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian, Elen Setiadi menjelaskan bahwa dengan adanya pembentukan UU Ciptaker ini, pemerintah terus berupaya untuk bisa meningkatkan partisipasi masyarakat.

Adanya peningkatan partisipasi masyarakat tersebut juga demi menjunjung tinggi asas meaningful participation, yang mana memang sebelumnya juga sudah berkali-kali diinstruksikan secara langsung oleh Presiden Republik Indonesia (RI), Joko Widodo (Jokowi).

Bukan hanya sekedar terus berupaya untuk bisa semakin meningkatkan adanya partisipasi masyarakat saja, melainkan dilakukannya banyak kajian mengenai substansi itu, utamanya terkait dengan substansi yang kemudian menjadi poin keberatan dari masyarakat sendiri, sudah dilakukan melalui pengujian materi oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Setidaknya, sudah ada sebanyak 19 pengujian materi mengenai UU Ciptaker yang dibawa ke MK, yang mana beberapa isu menonjol terus dibahas seperti adanya isu ketenagakerjaan. Kemudian di luar isu tersebut, masih juga ada isu mengenai perizinan usaha dan juga terkait dengan bagaimana sistem online single submission (OSS), isu mengenai Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), sertifikat halal, tata ruang hingga masalah kehutanan.

Sementara itu, Sekretaris Ditjen Tata Ruang, Farid Hidayat menjelaskan bahwa pihak Kementerian ATR / BPN sendiri memang memiliki kewajiban untuk bisa terus melakukan sosialisasi mengenai UU Ciptaker tersebut, yang mana sejatinya memang sama sekali tidak ada perubahan yang signifikan mengenai substansinya. Sebenarnya perubahan hanya dilakukan secara minor saja, namun tetap Pemerintah RI terus memberikan sosialisasi yang secara luas untuk publik.

Di samping itu, Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa dalam rangka seluruh proses akan pembahasan UU Ciptaker sendiri antara pihak Pemerintah RI dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), justru menjadi sangat penting bagi pemerintah untuk bisa mendapatkan banyak sekali masukan dari seluruh masyarakat di Tanah Air.

Karena, dengan ada banyaknya masukan tersebut, maka juga dimaksudkan untuk bisa menerapkan keberlakuan prinsip meaningful participation, yakni diberikan hak atau kesempatan bagi masyarakat di Indonesia untuk bisa didengarkan pendapatnya, termasuk juga adanya hak untuk bisa dipertimbangkan masukannya, serta hak untuk masyarakat bisa mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang telah mereka berikan.

Seluruh hak tersebut sebenarnya juga sudah dan terus dilakukan pengupayaan keterpenuhannya oleh Pemerintah dan DPR RI. Upaya yang dilakukan oleh Pemerintah sendiri merupakan sebuah upaya yang sangat baik, mengingat itu merupakan langkah tinda lanjut dari adanya Putusan Mahkamah Konstitusi sebelumnya mengenai adanya pengujian formil akan UU Ciptaker di tahun 2021 lalu.

Sehingga, Pemerintah sendiri telah melakukan penetapan adanya UU Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Seluruh pengaturan tersebut sudah memuat metode omnnibus law dalam pentusunan Undang-Undangnya serta semakin memperjelas bagaimana ruang lingkup akan partisipasi masyarakat yang bermakna (meaningful participation) dalam seluruh proses pembentukan peraturan perundang-undangan.

Terkait adanya upaya menjunjung asas meaningful participation tersebut, Pemerintah sendiri juga telah melakukan pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Sosialisasi UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang mana Satgas itu terdiri dari banyak pihak seperti Kementerian atau Lembaga terkait, Pemerintah Daerah (Pemda) setempat dan juga para pemangku kepentingan, yang seluruhnya juga telah melaksanakan berbagai macam proses sosialisasi dan focus group discussion (FGD) di berbagai wilayah di Indonesia.

Tentunya harapan ada di pihak Satgas UU Cipta Kerja itu setelah dibentuk, karena mereka merupakan garda terdepan dari Pemerintah untuk bisa semakin meningkatkan pemahaman serta meningkatkan munculnya kesadaran dari masyarakat Tanah Air sendiri, utamanya terhadap bagaimana penangkapan mereka terkait dengan substansi atau isi dari perubahan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja tersebut serta mampu untuk terus menjaring aspirasi seluruh masyarakat.

Adanya partisipasi masyarakat melalui penegakan asas meaningful participation memang terus diupayakan oleh Pemerintah. Utamanya terkait dengan penerbitan UU Cipta Kerja, yang merupakan sebuah produk hukum yang sudah sangat menyerap seluruh masukan dan juga kritikan membangun dari rakyat sehingga diharapkan mampu untuk menjawab seluruh permasalahan yang dialami oleh masyarakat, utamanya bagi para pekerja dan buruh.*

Penulis adalah Kontributor Duta Media