Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pengusaha Pelayaran Setuju Ekspor Hasil Sedimentasi di Laut
Oleh : Paskalis Rianghepat
Selasa | 13-06-2023 | 19:36 WIB
Hengky1.jpg Honda-Batam
Presiden Direktur PT Bahtera Bestari Shipyard (BBS) Batam, Hengky Suryawan. (Ist).

BATAMTODAY.COM, Batam - Pengusaha pelayaran dan shipyard (galangan kapal), Hengky Suryawan melihat rencana pengelolaan ataupun ekspor hasil sedimentasi di laut mengacu pada penentuan titik koordinat lokasinya, sehingga manfaatnya (sedimentasi) jelas serta memberi manfaat untuk masyarakat.

Hengky menuturkan, pnentuan titik koordinat potensi pengambilan (pengerukan) hasil sedimentasi di laut tentunya dengan menggunakan metode, GPS dan teknologi canggih yang akurat.

"Kemaslahatan (pengelolaan sedimentasi) tergantung lokasi pengerukan atau penyedotannya. Seperti contohnya Sungai Musi, Sungai Indragiri sempat mengalami pendangkalan (karena sedimentasi). Kami pernah ambil pasir (sedimentasi) di sana sekitar tahun 1995, sehingga alur sungai untuk pelayaran (angkutan barang, penumpang komersial) yang dilalui kapal berjalan lancar," kata Hengky Suryawan melalui sambungan telepon, Selasa (14/6/2023).

Sebelumnya, kata dia, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono mengungkapkan pentingnya kolaborasi para pemangku kepentingan dalam pelaksanaan tata kelola hasil sedimentasi di laut.

Kerja kolaboratif itu, katanya, untuk menjamin pengelolaan hasil sedimentasi di laut dengan mengutamakan kepentingan ekologi sehingga tidak berdampak negatif bagi ekosistem.

Pada PP (Peraturan Pemerintah), kata dia lagi, sudah tepat. Dimana penentuan apakah ada (material) sedimentasi, dibarengi dengan hasil kerja Tim Kajian.

"Tim dibentuk dulu, termasuk Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sendiri, Kementerian ESDM, KLHK, perguruan tinggi, Pushidrosal, Kementerian Perhubungan, pemerintah daerah, lembaga lingkungan," ujarnya.

Menurut Hengky, beberapa sungai di berbagai daerah di Indonesia termasuk Musi, Indragiri sempat mengalami pendangkalan. Bukan hanya kapal angkutan dan penumpang, tapi akibat pengendapan sedimen, pendangkalan bisa menghambat bersandarnya berbagai jenis kapal, termasuk kapal perang.

"Saya aktif berlayar dan pernah ambil sedimen sekitar tahun 1995 di Musi, Indragiri dan daerah lain. Setelah keruk (sedimen), alur sungai menjadi dalam. Tapi sekarang sudah dangkal lagi karena endapan sedimen lumpur," kata Presiden Direktur PT Bahtera Bestari Shipyard (BBS) Batam.

Pada rapat kerja MKP Trenggono dengan Komisi IV DPR RI, dijelaskan mengenai Pembentukan Tim Kajian, yang tertuang dalam Pasal 5 Bab Perencanaan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023.

Tim ini bertugas menyusun dokumen perencanaan pengelolaan hasil sedimentasi di laut yang berisikan sebaran lokasi prioritas, jenis mineral, dan volume hasil sedimentasi. Lalu prakiraan dampak sedimentasi terhadap lingkungan, upaya untuk pengendalian hasil sedimentasi di laut, rencana pemanfaatan hasil sedimentasi di laut, dan rencana rehabilitasi ekosistem pesisir dan laut.

Menteri Trenggono mengungkap alasan perlunya penerbitan regulasi tata kelola hasil sedimentasi di laut. Salah satunya untuk memenuhi kebutuhan tingginya permintaan material reklamasi di dalam negeri.

"Saya setuju dengan PP tersebut (No. 26/2023), tapi sampai sejauh mana Pemerintah yakin ada pembelinya. Kalaupun (sedimentasi di laut) dijual, pendapatan hanya sedikit. Pulau Nipah (pulau terluar seluas 42 hektar dan berbatasan langsung dengan Singapura) sebelum direklamasi (Kementerian PUPR) juga sebetulnya nggak tenggelam. Upaya reklamasi, pasirnya dari pulau lain, daerah lain. Kapal keruk terutama dari Belanda juga menggunakan teknologi canggih, menyedot sampai kedalaman 30 meter," pungkas Hengky.

Editor: Yudha