Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Ini Penjelasan Kemenag Terkait Usulan Kenaikan Biaya Haji 2023
Oleh : Redaksi
Senin | 23-01-2023 | 10:32 WIB
Halimah-L.jpg Honda-Batam
Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Hilman Latief. (Kemenag)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Kemenag mengusulkan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) tahun ini naik dibanding 2022. Kenaikannya sebesar Rp 514.888,02.

Rata-rata BPIH yang diusulkan tahun ini adalah Rp 98.893.909,11. Sementara rerata BPIH 2022 sebesar Rp 98.379.021,09. Lantas, kenapa BPIH yang dibayar jemaah dalam usulan pemerintah naik signifikan jika dibanding tahun 2022?

Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Hilman Latief, menjelaskan kenaikan terjadi karena perubahan skema prosentase komponen BPIH dan Nilai Manfaat. Pemerintah mengajukan skema yang lebih berkeadilan dengan komposisi 70% BPIH dan 30% nilai manfaat.

"Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar nilai manfaat yang menjadi hak seluruh jamaah haji Indonesia, termasuk yang masih mengantre keberangkatan, tidak tergerus habis," terang Hilman Latief di Jakarta, Sabtu (21/1/2023), demikian dikutip laman Kemenag.

Menurutnya, pemanfaatan dana nilai manfaat sejak 2010 sampai dengan 2022 terus mengalami peningkatan. Pada 2010, nilai manfaat dari hasil pengelolaan dana setoran awal yang diberikan ke jamaah hanya Rp 4,45 juta. Sementara BPIH yang harus dibayar jamaah sebesar Rp 30,05 juta. Komposisi nilai manfaat hanya 13%, sementara BPIH 87%.

Dalam perkembangan selanjutnya, komposisi nilai manfaat terus membesar menjadi 19% (2011 dan 2012), 25% (2013), 32% (2014), 39% (2015), 42% (2016), 44% (2017), 49% (2018 dan 2019). Karena Arab Saudi menaikkan layanan biaya Masyair secara signifikan jelang dimulainya operasional haji 2022 (jamaah sudah melakukan pelunasan), penggunaan dan nilai manfaat naik hingga 59%.

"Kondisi ini sudah tidak normal dan harus disikapi dengan bijak," jelasnya.

Nilai manfaat, lanjut Hilman, bersumber dari hasil pengelolaan dana haji yang dilakukan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Karenanya, nilai manfaat adalah hak seluruh jemaah haji Indonesia, termasuk lebih dari 5 juta yang masih menunggu antrean berangkat.

Mulai sekarang dan seterusnya, nilai manfaat harus digunakan secara berkeadilan guna menjaga keberlanjutan. "Tentu kami juga mendorong BPKH untuk terus meningkatkan investasinya baik di dalam maupun luar negeri pasca pandemi Covid-19 ini, sehingga kesediaan nilai manfaat lebih tinggi lagi," tambahnya.

Jika komposisi BPIH dan Nilai Manfaat masih tidak proporsional, maka nilai manfaat akan cepat tergerus dan tidak sehat untuk pembiaayaan haji jangka panjang. "Jika komposisi Bipih (41%) dan NM (59%), dipertahankan, diperkirakan nilai manfaat cepat habis. Padahal jamaah yang menunggu 5-10 tahun akan datang juga berhak atas nilai manfaat," urainya.

Untuk itulah, kata Hilman, pemerintah dalam usulan yang disampaikan Menag saat Raker bersama Komisi VIII DPR, mengubah skema menjadi BPIH (70%) dan NM (30%). "Mungkin usulan ini tidak populer, tetapi Pak Menteri melakukan ini demi melindungi hak nilai manfaat seluruh jemaah haji sekaligus menjaga keberlanjutannya," tegasnya.

"Ini usulan pemerintah untuk dibahas bersama Komisi VIII DPR. Kita tunggu kesepakatannya, semoga menghasilkan komposisi paling ideal! Amin," tutupnya.

Editor: Gokli