Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Gerak Aceh Khawatir Koruptor Kian Menjamur dengan Disahkan KUHP Baru
Oleh : Redaksi
Kamis | 08-12-2022 | 08:20 WIB
A-GERAK-ACEH-ASKSHKLANI_jpg2.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Koordinator Gerak Aceh, Askhlani. (Foto: Ist)

BATAMTODAY.COM, Banda Aceh - Pengesahan Kitab Undang-undang Hukum Pidana Indonesia (KUHP) oleh DPR RI, mendapat sorotan dari Gerakan Anti Korupsi (Gerak) Aceh. Utamanya, pada pasal 603 yang mengatur tindak pidana korupsi dengan penjara minimal 2 tahun dan maksimal 20 tahun.

"Pasal tersebut akan meningkatkan angka korupsi dan menjamurnya para koruptor di Indonesia," kata Koordinator Gerak Aceh, Askhlani, seperti dikutip Kantor Berita RMOLAceh, Rabu (7/12/2022).

Askhlani menjelaskan bahwa dalam pasal 603 disebutkan "Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau Korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori II dan paling banyak kategori VI".

"Padahal sebelumnya pada UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam pasal 2 disebutkan kalau pelaku tindak pidana korupsi bisa mendapat pidana penjara minimal empat tahun dan maksimal 20 tahun," tuturnya.

Tidak hanya itu, menurutnya, dalam naskah KUHP pasal 603 itu disebutkan koruptor hanya membayar denda minimal Rp 10 juta dan maksimal Rp 2 miliar. Sedangkan sebelumnya dalam UU 20/2001 koruptor didenda paling sedikit Rp 200 juta.

Dengan fenomena yang terjadi saat ini, kata Askhal, seharusnya undang-undang diciptakan untuk dapat menekan dan memberantas korupsi dan kejahatan. Apabila hukuman yang diterapkan di dalam undang-undang sangat berat, maka para pelaku kejahatan dapat berfikir dan mengurungkan niatnya.

"Dengan ancaman hukum yang rendah membuat para koruptor ini bukannya semakin takut, malah akan membuat semakin tumbuh korupsi di Indonesia," terangnya.

Kata Askhlani lagi, seharusnya UU menjadikan orang-orang tidak melakukan tindak kejahatan. Hukuman yang berat dan tinggi akan membuat orang akan berpikir ulang untuk melakukan tindak kejahatan, karena ancamannya lebih tinggi.

"Seharusnya eksekutif dan legislatif dapat belajar dari pengalaman sebelumnya dimana pada UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi meskipun ancaman hukuman berat, tetapi pada masa itu angka korupsi juga melonjak tinggi," ujar pria yang juga berprofesi sebagai Advokat tersebut.

Lebih lanjut Askhal mengatakan bahwa dapat dipastikan dengan ancaman pidana ringan, akan ada kecenderungan kejahatan pidana korupsi menjadi lebih banyak.

"Dalam UU 31/1999 ancaman hukumannya tinggi, tetapi tingkat korupsi juga tinggi, harusnya ini menjadi pembelajaran menjadi para pembuat kebijakan," pungkasnya.

Sumber: RMOL
Editor: Dardani