Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pakar Keamanan Siber Beberkan Alasan Pemerintah Migrasi dari TV Analog ke Tv Digital
Oleh : Redaksi
Minggu | 13-11-2022 | 15:07 WIB
alfons_tanuwijaja_b.jpg Honda-Batam
Pakar keamanan siber dan forensik digital dari Vaksincom, Alfons Tanujaya (Foto: Istimewa)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Pakar keamanan siber dan forensik digital dari Vaksincom, Alfons Tanujaya, membeberkan alasan banyak negara berlomba melakukan migrasi dari tv analog ke tv digital atau analog switch off (ASO), termasuk Indonesia.

Padahal, menurut dia, pengaturan waktu spektrum digital tidak akan pernah bisa menyamai spektrum analog. Sebab, spektrum digital adalah buatan manusia yang berbasis binari dan dibatasi oleh banyaknya jumlah transistor yang mengaturnya.

Sementara spektrum analog adalah dunia nyata yang memiliki spektrum antara yang tidak terbatas.

Oleh karena itu ia menilai kebijakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dalam kebijakan migrasi tv ini yang menyebutkan seakan-akan spektrum digital lebih baik daripada analog sebetulnya kurang tepat.

"Di dalam dunia nyata, baik dunia fotografi (warna), dunia musik (suara), dan pengaturan waktu spektrum, digital tidak akan pernah bisa mengalahkan atau menyamai spektrum analog," kata Alfons dalam keterangan tertulis, Sabtu (12/11/2022).

Lalu mengapa produk elektronik digital lebih populer daripada produk elektronik analog dan dalam dunia penyiaran semua negara berlomba-lomba melakukan ASO?

Alfons menyebutkan hal tersebut semata-mata karena spektrum digital lebih andal dan efisien dibandingkan spektrum analog. Sebaliknya, spektrum analog mengonsumsi frekuensi terlalu luas yang kurang diperlukan.

Sementara frekuensi adalah sumber daya yang terbatas. Oleh sebab itu, pemborosan penggunaan frekuensi menimbulkan kerugian yang sangat besar dan harus dihindari.

Menurut Alfons, walaupun secara ideal sinyal analog memiliki spektrum lebih luas daripada sinyal digital, tapi dalam dunia penyiaran spektrum lebih itu tidak diperlukan dan terkadang mengganggu. Hal ini berbeda dengan menikmati lagu audiophile yang ingin mendapatkan detail suara seotentik mungkin.

"Banyaknya spektrum analog ini malah mengakibatkan pemborosan frekuensi dan malah mengganggu kualitas siaran itu sendiri," ucap Alfons.

Dia menilai justru keterbatasan digital ini malah memberikan kenikmatan dalam penyajian konten yang lebih efisien. Karena kelebihan spektrum dalam gelombang analog memberikan efek yang kurang menyenangkan dalam menangkap siaran TV seperti berbayang atau bintik-bintik.

Bayangkan, Alfons berujar, masyarakat menonton Piala Dunia antara Iran dan Inggris dengan tidak nyaman. Karena sinyal analog yang spektrumnya luas dan berhasil ditangkap antena mengakibatkan pemain bola dan bolanya menjadi banyak.

"Untung saja kipernya juga jadi banyak, sehingga tidak kerepotan menghalau bola yang menjadi banyak tersebut," tutur Alfons.

Selain itu, transmisi sinyal digital membutuhkan bandwidth yang lebih kecil dibandingkan sinyal analog. "Di mana satu channel analog yang sama dapat digunakan untuk transmisi 4 atau lebih channel digital," ujar Alfons.

Kominfo sebelumnya telah resmi memberlakukan kebijakan migrasi dari TV analog ke TV digital di 222 titik, termasuk Jabodetabek. Penerapannya akan diperluas secara bertahap hingga 514 titik.

Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan penerapan migrasi TV digital atau ASO ini sesuai dengan Undang-Undang Cipta Keja. "Ini merupakan amanat dari UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang di dalamnya disebutkan migrasi televisi terestrial diselesaikan paling lambat 2 November 2022 atau beberapa menit yang lalu," ujar Mahfud MD melalui siaran YouTube Kominfo, Kamis (3/11/2022).

Editor: Surya