Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Inisiatif PISAgro Jebakan untuk Petani Kelapa Sawit
Oleh : Surya
Rabu | 08-08-2012 | 11:01 WIB
Koordinator-SPKS 1.jpg Honda-Batam
Mansuetus Darto

Jakarta, batamtoday - Koordinator Nasional Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Mansuetus Darto, menilai inisiatif PISAgro (Partnership for Indonesia's Sustainable Agriculture) melalui Innovative Financing merupakan jebakan untuk petani kelapa sawit.


"Apa yang diinisiasi oleh PISAgro tidak berbeda dengan yang diinisiasi oleh Bank Dunia pada tahun 1980-an dengan munculnya kemitraan inti-plasma. Menurut kami, inisiatif tersebut menjebak petani kelapa sawit dalam kehancuran dan sebaliknya menguntungkan industri. Industri akan memonopoli seluruh usaha perkebunan rakyat. Dan seharusnya hal ini ditiadakan," ujar Mansuetus Darto kepada batamtoday, Rabu (8/8/2012).  

Mansuetus Darto juga menyerukan kepada pelaku industri pertanian, khususnya komoditi kelapa sawit di dalam inisiatif PISAgro meninjau kembali dan merevisi tujuan dan target kerja PISAgro melalui innovative financing yang telah dicanangkan sejak pertemuan pertama di Hotel Mandarin Oriental Jakarta pada November 2011 lalu.

Ditambahkan, Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Kelapa Sawit yang diketuai oleh Franky O. Widjaja dari Sinarmas Group menyampaikan bahwa tujuan jangka panjang Pokja yang dipimpinnya adalah, peningkatan produksi dan kualitas minyak sawit serta tetap memberi manfaat kepada lingkungan. Dan target untuk meningkatkan produksi dari 2 ton/ha menjadi 5 ton/ha pada lahan sebesar 2 juta hektar milik petani kecil, serta mengurangi emisigas sebesar 20 persen, serta menciptakan peningkatan laba sebesar 5 miliar dolar AS.

Menurutnya, peningkatan produksi dan laba tidak melalui diskusi atau konsultasi dengan petani kecil (independent smallholders) kelapa sawit, sehingga ukuran peningkatan produksi dan laba dimaksud patut dipertanyakan.

"Rerendahnya produktifitas perkebunan rakyat selama ini, antara lain dipengaruhi oleh kelangkaan pupuk dan manajemen distribusi pupuk yang panjang. Sementara perusahaan besar yang membangun kebun plasma tidak sesuai dengan standar kebun yang layak," paparnya.

Selain itu, katanya, pemerintah juga tidak memfasilitasi proses pendanaan melalui bank agar dapat diakses langsung melalui kelembagaan petani. Tidak tersedianya waralaba pembibitan di daerah sehingga petani menggunakan bibit yang tidak bersertifikat. Serta lemahnya inisiatif industri dan pemerintah untuk peningkapan kapasitas budidaya kebun petani, merupakan beberapa hal yang mempengaruhi rendahnya produktifitas perkebunan rakyat. 

Ia juga menilai pola kerja sama yang ditawarkan, yakni innovative financing PISAgro adalah implementasi dari Revitalisasi Perkebunan (Permentan No 33 tahun 2007) dengan konsep manajemen Satu Atap adalah pola yang terburuk sepanjang sejarah pengelolaan kerja sama pertanian antara industri-pemerintah/bank dan petani kecil.

"Pola ini akan menjerat petani kecil dengan skema kemitraan yang tidak berkeadilan, akuntabilitas dan transparansi yang lemah hingga akses dan partisipasi petani yang dibatasi. Pola Satu Atap makin mengerdilkan petani kecil. Sayangnya, justru industri besar seperti PIS AGRO mempelopori situasi ini," katanya.

Pola innovative financing atau Revitalisasi Perkebunan dengan konsep manajemen Satu Atap, lanjutnya, akan memicu konflik sosial yang lebih besar karena tidak memberi ruang bagi petani kecil untuk menjadi pelaku pertanian yang sesungguhnya, dan hanya sebagai buruh tani pada lahan-lahan yang dimanfaatkan untuk kepentingan industri dalam waktu yang panjang.
 
Menurutnya, konflik sosial di perkebunan kelapa sawit harus dijadikan acuan bagi industri perkebunan besar. Ia mencontohkan beberapa perkebunan besar yang menerapkan pola satu manajemen, seperti misalnya PT Riau Agrotama Plantation di Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, yang sedang berkonflik dengan masyarakat di Kecamatan Silat Hilir; PT Tribakti Sari Mas di Kabupaten Kuantan Singingi, Riau, yang sedang berkonflik dengan masyarakat di Kecamatan Kuantan Mudik; PT Kebun Ganda Prima dan PT Borneo Ketapang Permai di Kabupaten Sanggau yang sedang berkonflik dengan masyarakat di Kecamatan Kembayan; dan PT. Sumber Wangi Alam di Mesudji, Sumatra Selatan.
 
Ia juga menegaskan, SPKS meminta Pemerintah Indonesia, terutama dari Kementerian Pertanian, yang duduk di dalam PISAgro untuk mendiskusikan kembali dan/atau membatalkan konsep innovative financing, jika tidak mau berpihak kepada petani kecil yang menjadi mitra kerja dalam inisiatif PISAgro. 

"SPKS juga meminta kepada pemerintah untuk mengawasi pelaksanaan revitalisasi perkebunan yang jauh dari transparansi dan akuntabilitas serta partipasi petani sawit sebagai mitra, serta mendesak lembaga KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) untuk memantau pelaksanaan revitalisasi perkebunan karena terdapat subsidi bunga dari pemerintah untuk proyek revitalisasi tersebut, dan cendrung terjadinya manipulasi dan korupsi dana kredit pembangunan kebun plasma," ungkapnya.

Dia juga menyerukan seluruh petani kecil untuk menggunakan hak-haknya sebagai calon mitra kerja dan memboikot inisiatif industri dan pemerintah yang merugikan petani melalui penghentian suplay Tandan Buah Segar Kelapa Sawit bagi mitra kerja yang menerapkan pola Satu Manajemen.

"Industri PISAgro harus menghormati hak-hak politik ekonomi petani kelapa sawit yang berinisiatif untuk mandiri dan tidak menjebak petani dalam skema yang tidak berkeadilan," tutupnya.