Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Moral dan Hati Nurani Pegiat Pers
Oleh : Opini
Senin | 03-10-2022 | 11:40 WIB
pers-ilustrasi.jpg Honda-Batam
Ilustrasi.

Oleh Nur Ainy Rahmadhani

Regulasi dalam pelaksanaan jurnalisme dalam ranah pers diatur Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) dan Undang Undang nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Selain itu diatur juga dalam Undang Undang nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran serta Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (PPP-SPS).

Segala aturan yang ada di Indonesia, adalah bentuk pengawasan penegakan etika dan hukum pers secara prosedural dan fungsional.

Keberadaan Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Indonesia adalah bukti nyata pengawasan penegakan etika jurnalisme. Sayang, kenyataan yang terjadi di lapangan tak sejalan dengan keberadaan etika, regulasi, dan institusi yang ada dalam menyelesaikan persoalan etika dalam pers Indonesia.

Kemerdekaan berpendapat, berekspresi dalam pers memang ada. Tetapi kemerdekaan ini diatur sedemikian rupa agar dalam pelaksanaannya tidak ada pihak yang dirugikan. Demi menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika professional serta melibatkan hati nurani sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik.

Etika yang diberlakukan akan mempengaruhi moral dan hati nurani seseorang. Ketika jurnalisme menjunjung tinggi etika bekerja, maka moral dan hati nurani seseorang yang terliput di dalamnya akan sangat baik pula dalam menjalankan tugasnya. Moral dan hati nurani adalah dua hal yang berkaitan erat.

Ketika kita dapat memahami etika dengan baik, maka dalam melaksanakan pekerjaan apapun kita akan menggunakan moral dan hati nurani demi integritas pribadi. Termasuk dalam kerja jurnalisme. Jurnalis harus melakukan pengandaian bahwa dalam dirinya seolah-olah ada institusi yang selalu mengawasi praktek jurnalisme yang dilakukannya.

Persoalan etika dalam pers tidak hanya bisa ditimpakan pada kode etik yang dibuat asosiasi profesi, regulasi yang dibuat negara serta institusi yang memiliki wewenang, namun juga harus kembali pada individu masing-masing dalam menegakan etika.

Penulis adalah mahasiswa konsentrasi jurnalistik Departemen Ilmu Komunikasi FISIP UNAND