Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Gubernur Papua Harusnya Taat Hukum
Oleh : Opini
Jumat | 30-09-2022 | 09:53 WIB
A-LUKAS-ENAMBE-PAPUA_jpg22.jpg Honda-Batam
Gubernur Papua Lukas Enembe. (Foto: Ist)

Oleh Rebecca Marian

GUBERNUR Papua Lukas Enembe terus mangkir dari panggilan KPK terkait kasus korupsi yang menjeratnya. Masyarakat pun mendesak Lukas Enembe agar taat hukum dan memenuhi panggilan KPK sehingga penegakan hukum dapat berjalan maksimal.

 

Korupsi yang dilakukan oleh Lukas Enembe menggetarkan tak hanya bagi warga Papua, tetapi juga seluruh Indonesia. Pasalnya, selama ini ia dikenal sebagai pejabat berprestasi. Namun ternyata ia melakukan korupsi dan menerima gratifikasi senilai 1 triliun rupiah. Bahkan ia ketahuan melakukan pencucian uang di sebuah kasino di luar negeri, dan memiliki simpanan juga di rekening luar negeri.

Ketika dipanggil oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), Lukas terus mangkir dengan berbagai alasan. Presiden Jokowi jadi geram dan menegaskan bahwa semua orang sama di mata hukum (termasuk seorang gubernur). Lukas harus menghormati proses hukum dan memenuhi panggilan KPK.

Dalam artian, jika Presiden Jokowi sudah memerintahkan, maka Lukas harus menurut karena merupakan upaya untuk menaati hukum. Apalagi, Lukas adalah pejabat negara yang harus memberikan contoh baik kepada masyarakat.

Ketika Lukas terus membangkang maka selain terancam dicokok KPK, maka jabatannya juga terancam. Bisa saja ia diberhentikan dengan tidak hormat karena melakukan korupsi dengan nilai yang fantastis. Yang jadi sorotan bukan nominal uangnya, tetapi perilaku buruknya yang telah merugikan rakyat Papua.

Lukas Enembe tidak bisa meminta dispensasi atau beralasan macam-macam, agar tidak harus datang saat KPK memanggil. Sesuai dengan aturan maka jika sudah mangkir 2 kali dari panggilan KPK, maka akan dilakukan penjemputan paksa. KPK dan pihak berwajib akan mencokok Lukas, meski posisinya berada di Papua, agar ia mau mempertanggungjawabkan perbuatannya dan mematuhi proses hukum yang berjalan.

Sementara itu, pengacara Lukas Enembe, Stefanus Roy Rening, memberi alibi bahwa Lukas sakit stroke sehingga tidak bisa memenuhi panggilan KPK. Alasan ini sangat tidak logis karena sebelumnya Lukas terlihat sehat-sehat saja. Sakit adalah alasan utama bagi para koruptor untuk berkelit dari panggilan KPK, dan modus lama ini sangat tidak efektif karena semuanya bohong.

Pengacara Lukas Enembe diminta untuk bekerja sama, bukannya memperkeruh suasana. Bahkan Stefanus dengan lancangnya meminta izin agar Lukas diizinkan untuk berobat ke Singapura. Izin ini tidak akan diberikan karena bisa jadi ia malah kabur dan tidak pulang ke Indonesia, atau memindahkan uangnya lagi ke rekening luar negeri.

Sementara itu, sang pengacara juga melakukan manuver dengan menuduh bahwa kasus Lukas adalah serangan dari lawan politik, dan panggilan KPK adalah permintaan dari seorang pejabat. Padahal tidak ada lawan politik yang melakukannya.

KPK juga telah melakukan penyelidikan sejak tahun 2017 dan ketika bukti dan saksinya kuat, maka Lukas Enembe ditetapkan sebagai tersangka korupsi dan graifikasi.

Protes keras terhadap perbuatan Lukas Enembe juga datang dari Majelis Rakyat Papua (MRP). Herman Yoku, anggota MRP, menyatakan bahwa Lukas Enembe harus memenuhi panggilan KPK. Jika memang ia tidak bersalah, maka harus melakukan klarifikasi. Hukum adalah panglima tertinggi dan Lukas harus taat hukum.

Dalam artian, MRP sebagai perwakilan rakyat Papua mengingatkan agar Lukas mematuhi panggilan KPK. Jika ia tak bersalah, mengapa harus takut? Justru perbuatannya yang selalu berkelit dan beralasan ini dan itu, menunjukkan bahwa ia bersalah dan memakan uang rakyat.

Jangan sampai rakyat Papua menderita karena uang yang seharusnya digunakan untuk membangun infrastruktur di Bumi Cendrawasih, malah dikorupsi oleh Lukas.

MRP juga sangat malu akan perbuatan Lukas Enembe, yang memakan uang rakyat seenaknya sendiri. Warga Papua sebelumnya membanggakan Lukas, dan senang karena ada stadion megah yang diberi nama Stadium Lukas Enembe. Namun mereka sangat kecewa karena ternyata Lukas terbukti korupsi sampai triliunan rupiah.

Apalagi uang hasil korupsi itu digunakan untuk main judi di sebuah kasino di luar negeri. Berjudi adalah tindakan yang melawan hukum agama dan hukum negara.

Lukas tidak bisa beralasan kalau ia berjudi hanya untuk relaksasi, karena ada banyak cara agar otaknya beristirahat. Rakyat makin geram karena ada video CCTV yang tersebar, sebagai bukti bahwa Lukas sering mengunjungi kasino.

Oleh karena itu Lukas harus taat hukum dan mematuhi panggilan KPK. Jangan beralasan sakit stroke atau alasan lain, lalu lari tunggang-langgang ke luar negeri. Ia bisa kena cekal untuk pergi ke mana saja, karena harus mempertanggungjawabkan perbuatannya dan menjawab pertanyaan-pertanyaan dari KPK.

Korupsi adalah perbuatan nista karena yang diambil adalah uang rakyat. Ketika Gubernur Papua Lukas Enembe terbukti korupsi, maka tiada ampun. Ia harus datang ke KPK dan tidak ada alasan bahwa sedang stroke. Rakyat Papua juga mendesak agar Lukas berani datang ke gedung KPK.*

Penulis adalah mahasiswa Papua bermestautin di Jakarta