Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

DPD RI Bahas Perizinan Berusaha dalam UU Ciptaker
Oleh : Irawan
Rabu | 07-09-2022 | 15:52 WIB
Stefanus_Liaw_B.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Ketua BULD DPD RI, Stefanus Liaw (Foto: istimewa)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Pemerintah daerah dinilai perlu menerapkan Command And Control (CAC) dalam rangka peningkatan ketaatan perizinan oleh pelaku usaha. Untuk itu, pemerintah daerah perlu menyusun aturan dan sanksi atas pelanggaran atas aturan tersebut.

Hal ini tertuang dalam Rapat Dengar Pendapat Badan Urusan Legislasi Daerah (BULD) DPD RI dengan Guru Besar Bidang Hukum Lingkungan Fakultas Hukum Universitas Indonesia Andri Gunawan Wibisana dan Direktur Eksekutif Direktur Eksekutif Indonesian Center For Environmental Law (ICEL), Raynaldo G. Sembiring di Ruang Rapat Tarumanegara, Komplek Parlemen, Senayan, Rabu (7/9/2022)

Ketua BULD, Stefanus Liaw menjelaskan melalui RDP ini, BULD DPD RI ingin menghimpun masukan dan solusi terhadap instrumen perizinan lingkungan hidup di sektor kehutanan dan pertambangan, serta implikasinya terhadap kebijakan dan pembentukan peraturan daerah di bidang lingkungan hidup.

"BULD DPD RI juga ingin mendapatkan potret terkait kompleksitas permasalahan perizinan terkait kehutanan dan lahan di daerah, serta transisi energi berkeadilan menuju tata kelola pembangunan berkelanjutan yang baik sebagai bahan penyusunan Rekomendasi BULD kepada Pemerintah," ujar Stefanus.

Direktur Eksekutif ICEL, Raynaldo G. Sembiring mengatakan mekanisme CAC dapat dipenuhi melalui pengawasan, sanksi administratif dan penegakan hukum perdata di tingkat daerah.

Perda yang mengatur pengawasan dan sanksi administratif masih memuat pengaturan yang umum dan belum menyesuaikan dengan kebutuhan atau kondisi daerah.

"Cukup banyak Perda yang telah mengatur mengenai pengawasan dan sanksi administratif. Namun terkendala pelaksanaan, sehingga tidak sedikit KLHK mengambil alih kewenangan Pemda dalam pengawasan dan sanksi administratif," ujarnya.

Lebih lanjut Raynaldo mengatakan, sebelum tahun 2020 sudah banyak daerah (provinsi dan kabupaten/kota) telah memiliki Perda mengenai perizinan lingkungan (Amdal dan Izin Lingkungan).

Perda-perda tersebut akan mengalami perubahan karena isinya harus menyesuaikan dengan perkembangan dari UU 11/2020 tentang Cipta Kerja.

"UU 11/2020 memberikan perubahan yang siginifikan terhadap kewenangan daerah dalam penyusunan sampai penilaian Amdal, dimana pemerintah pusat terlibat mengelola proses. Perubahan signifikan juga terjadi pada akses dan peran masyarakat dan organisasi lingkungan, dimana kebijakan daerah perlu menyesuaikan dengan kondisi lokal dan tetap memberikan peluang masyarakat dan organisasi lingkungan terlibat lebih jauh," jelasnya.

Sementara itu, Guru Besar Bidang Hukum Lingkungan Fakultas Hukum Universitas Indonesia Andri Gunawan Wibisana menjelaskan terdapat lima jenis persetujuan terkait lingkungan dalam UU Ciptaker yakni perizinan berusaha, persetujuan lingkungan, persetujuan pemerintah pusah/daerah, persetujuan dari pemerintah pusat untuk dumping dan persetujuan teknis sebagai bagian dalam pembuangan/pengelolan limbah.

"UU Ciptaker mengatur bahwa menteri dapat menerapkan sanksi administratif terhadap orang yang melakukan usaha tanpa memiliki perizinan berusaha atau terhadap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap perizinan berusaha, atau persetujuan pemerintah pusat atau daerah," jelasnya.

Editor: Surya