Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Menjawab Tuntutan Pembahasan RKUHP Secara Terbuka
Oleh : Opini
Jumat | 26-08-2022 | 09:20 WIB
A-RUU-KUHP3.jpg Honda-Batam
Ilustrasi RKHUP. (Foto: Ist)

Oleh Raditya Rahman

PEMBAHASAN RKUHP (Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) akan dilakukan secara terbuka. Dengan adanya pembahasan secara terbuka maka diharap rakyat akan lebih mengerti mengapa KUHP harus direvisi dan kepentingannya pada hukum pidana di Indonesia.

KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) akan direvisi karena usianya sudah lebih dari 100 tahun, dan sudah tidak relevan jika diterapkan di masa kini. Namun revisi ini membutuhkan waktu yang panjang karena memang pasal-pasalnya sangat banyak.

Selain itu, pasal dan ayat dari RKUHP dibuat untuk melindungi masyarakat dari berbagai tindak pidana yang berbahaya, sehingga wajar jika proses revisinya lama.

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Edward Omar Sharif Hiariej menyatakan bahwa pembahasan RKUHP dilakukan dengan terbuka, tetapi terbatas. Pembatasan yang dimaksud adalah tidak dari awal.

Tujuannya agar masyarakat tidak berfokus pada pasal-pasal di bagian awal RKUHP, tetapi langsung fokus pada 14 isu yang dianggap kontroversial oleh publik.

Dalam artian, Presiden Jokowi menjalankan demokrasi di Indonesia karena tiap warga negara Indonesia (WNI) memiliki hak untuk mengambil keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Meski diwakilkan oleh anggota DPR RI sebagai wakil rakyat, tetapi WNI diperbolehkan untuk melihat langsung di televisi tentang pembahasan RKUHP.

Keterbukaan seperti ini yang menegakkan demokrasi di suatu negara. Pemerintahan Presiden Jokowi menegakkan demokrasi dan menjaga amanah rakyat. Tidak lagi ada rapat tertutup yang tiba-tiba hasilnya harus ditaati oleh seluruh WNI, seperti pada era orde baru.

Ketika masih ada unjuk rasa mengenai RKUHP maka akan sangat keterlaluan karena pemerintah sudah mengumumkan revisi KUHP sejak bertahun-tahun lalu, termasuk dengan penjelasannya.

Sudah ada keterbukaan mengenai proses pembahasan RUU ini dan masyarakat bisa mengawalnya langsung. Tidak usah ada demo karena masih masa pandemi dan bisa jadi pendemo tidak pernah membaca penjelasan RKUHP oleh pemerintah.

Sudah ada keterbukaan mengenai RKUHP termasuk penjelasannya dari beberapa pejabat negara. Diharapkan masyarakat menghormati proses revisi KUHP dan tak mempermasalahkannya.

Jika masih didemo maka apa maunya? Sidang terbuka salah, tapi sidang tertutup juga masih salah, padahal demokrasi sudah ditegakkan oleh pemerintahan Presiden Jokowi dengan keterbukaan seperti ini.

Jika seluruh rakyat Indonesia bisa melihat rapat pembahasan RKUHP secara langsung maka mereka akan paham mengapa KUHP akan direvisi. Selain sudah terlalu kuno, KUHP juga tidak lagi relevan dengan era teknologi informasi. Oleh karena itu ada pasal-pasal dalam RKUHP yang mengatur tentang dunia cyber dan media sosial, agar rakyat terlindungi dari kejahatan di dunia maya.

Pembahasan RKUHP yang secara terbuka akan langsung ke 14 pasal dalam RKUHP yang dianggap kontroversial. Jika ada pembahasan terbuka maka diharap masyarakat mengerti dan tak lagi menganggapnya sebagai pasal yang kontroversial. Pasal-pasal tersebut tidaklah merugikan, tetapi dibuat untuk keselamatan seluruh WNI.

Pasal yang dianggap kontroversial adalah tentang living law alias hukum adat. Masyarakat awalnya takut bahwa mereka kena hukum adat. Padahal sejatinya jika tidak melanggar adat-istiadat dan kebiasaan di suatu daerah tertentu, maka tidak akan terkena pasal tersebut. Bukanlah di mana bumi dipijak di sana langit dijunjung? Tidak usah takut akan hukum adat jika memang tidak melakukan kesalahan apapun.

Selanjutnya, ada pasal mengenai pidana mati, yang dijadikan hukuman paling terakhir. Hal ini tidak melindungi para terpidana yang terancam hukuman mati. Justru ini dibuat sebagai opsi terakhir (dan diganti dengan hukuman seumur hidup) karena menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara yang tidak asal tembak walau ia seorang narapidana.

Jika ada narapidana yang terkena hukuman seumur hidup maka ia akan menyadari kesalahannya, karena ia menghabiskan sisa hidupnya di dalam bui. Indonesia tetap menjunjung tinggi hukum tetapi tidak semena-mena dan tidak menembak narapidana seeenaknya. Jangan sampai dipelintir jadi perlindungan bagi narapidana karena mereka masih harus dipenjara hingga akhir hayatnya.

Pasal selanjutnya yang dianggap kontroversial adalah mengenai perzinaan. Justru ini pasal yang harus disosialisasikan terlebih dahulu karena akan mengamankan moral di negeri ini.

Jika ada pasal ini maka masyarakat tidak akan berbuat macam-macam karena takut kena RKUHP. Indonesia adalah negara demokrasi, bukan negara liberal yang masyarakatnya bergaul terlalu bebas.

Tak akan ada orang yang salah tangkap gara-gara pasal perzinaan. Masyarakat diminta tenang dan jangan berpikiran negatif. Justru pasal ini yang paling disenangi oleh para tokoh karena akan mengurangi kejadian-kejadian amoral di Indonesia.

Pembahasan RKUHP dilakukan dengan sidang terbuka dan masyarakat menanti dengan penuh harapan. Dengan keterbukaan maka menunjukkan bahwa pemerintah menjunjung tinggi demokrasi di Indonesia. Masyarakat akan paham pentingnya revisi KUHP dan menunggu peresmian RKUHP jadi KUHP versi baru.*

Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute Jakarta