Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Catatan Mahmud Marhaba, Refleksi 77 Tahun Indonesia Merdeka

Wartawan Harus Merdeka!
Oleh : Opini
Kamis | 18-08-2022 | 08:52 WIB
A-MAHMUD-PJS.jpg Honda-Batam
Plt Ketua Umum PJS (Perhimpunan Jurnalis Siber). (Foto: Ist)

Oleh Mahmud Marhaba

MERDEKA!

Hari ini bangsa Indonesia merayakan kemerdekaannya ke 77 tahun. Sebagai warga negara yang baik, tentunya kita patut bersyukur atas kemerdekaan yang telah diraih oleh para pejuang terdahulu. Mereka sangat gigih dan berani, hingga penjajah angkat kaki dari bumi tercinta Indonesia.

Kemerdekaan yang kita rayakan hari ini berbeda suasananya dengan tahun sebelumnya. Bangsa Indonesia dan dunia pada umumnya merasakan kondisi yang terburuk atas serangan wabah virus Corona yang meluluhlantakan perekonomian kita. Banyak diantara anak bangsa kehilangan pekerjaannya. Mereka memulai kehidupan barunya dari titik nol.

Tak ada bedanya dengan dunia pendidikan yang selama 2 tahun tidak didapatkannya secara normal. Tugas guru untuk mengajar anak didik terpaksa diambil alih oleh orang tua dengan berbagai keterbatasannya. Ya, orang tua menggantikan peran guru meski tanpa menerima upah kompensasi sedikit pun sebagai seorang guru dadakan.

Tahun ini aktifitas perekonomian ekonomi mulai bangkit. Pusat perbelanjaan telah dibuka dengan tetap menerapkan protokol kesehatan yang cukup ketat. Masyarakat diwajibkan menggunakan masker saat berada ditempat keramaian, pengecekan suhu badan tidak lagi dilakukan.

Kalau pun ada, sifatnya hanya formalitas semata. Sementara pemberlakuan vaksin menjadi sebuah kewajiban bagi setiap orang, apalagi bagi mereka yang melakukan perjalanan lintas daerah atau bepergian ke luar negeri.

Sebenarnya, kemerdekaan dalam arti luas adalah suasana dimana seseorang merasakan kehidupan yang bebas dan nyaman dengan tetap memperhatikan norma-norma yang ada. Idealnya dia hidup tanpa dalam tekanan dari pihak manapun juga, bebas berinovasi dan memiliki hak untuk menentukan pilihan.

Kemerdekaan Wartawan

Rasanya sangat janggal ketika mendengar jika ada sekelompok wartawan baru merasakan kemerdekaannya. Ini bukan soal kemerdekaan dalam hal mengungkapkan pikiran ataupun gagasan yang dituangkan dalam sebuah tulisan, tetapi lebih kepada menikmati arti kompetensi wartawan yang merupakan program dewan pers.

PJS merupakan organisasi wartawan yang baru didirikan tahun ini. PJS lahir dari sebuah gagasan besar untuk merangkul para wartawan yang berada diluar organisasi sejenis untuk di didik dan di latih menjadi wartawan kompeten dan professional. Terlebih bagi wartawan yang selama ini diberi stempel wartawan KJ, wartawan bodrex dan wartawan abal-abal.

Visi ini kemudian ditangkap oleh setiap wartawan di daerah. Mereka menyadari bahwa selama ini sulit menjadi anggota pada sebuah organisasi sejenis. Berbagai persyaratan yang ketat harus dilalui, apalagi untuk menjadi wartawan kompeten harus menunggu antri panjang.

Sementara dewan pers memiliki target di tahun ini akan banyak wartawan kompeten lahir dengan melakukan Uji Kompetensi Wartawan secara gratis. Ini merupakan tahun ketiga dewan pers melaksanakan kegiatan ini dengan mendapat dukungan penuh dari pemerintah melalui kucuran dana untuk pengembangan sumber daya wartawan.

Pertanyaannya apakah di PJS tidak menerapkan aturan yang ketat untuk menjadikan wartawan kompeten? Semua ini berangkat dari visi PJS itu sendiri yakni 'Terwujudnya wartawan berintegritas, kompeten dan profesional'.

Pendiri PJS melihat bahwa selama ini wartawan tidak menyadari jika undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers pasal 7 ayat 1 mengatakan jika wartawan bebas memilih organisasi wartawan.

Mereka tidak menyadari jika ini adalah perintah undang-undang dimana setiap wartawan harus berada dalam sebuah organisasi wartawan. Padahal pekerjaan wartawan rawan dengan jeratan hukum lainnya seperti undang-undang ITE atau undang-undang perlindungan anak serta peraturan tentang pers.

Kehadiran PJS mendapat tempat dihati para wartawan yang belum tergabung pada organisasi sejenis. Mereka berkomitmen berada dalam wadah PJS untuk menjadi wartawan kompeten dan professional.

Apalagi tujuan PJS sejalan dan mendukung program dewan pers untuk menjadikan mereka kompeten melalui lembaga uji UKW dibawah naungan dewan pers. Melalui visi itu, PJS yang baru seumur jagung ini telah berada di 23 provinsi.

Dari kunjungan konsolidasi pengurus DPP PJS di beberapa daerah terungkap jika wartawan yang ingin bergabung dengan PJS menghendaki agar ada kesetaraan diantara sesama wartawan.

Mereka mendesak agar pengurus DPP PJS segera menggelar UKW seperti yang dilakukan oleh organisasi lain yang selaras dengan tujuan dan cita-cita dewan pers. Di organisasi PJS inilah wartawan yang selama ini terabaikan, yang dianggap sebagai wartawan kelas bawah, yang dijuluki wartawan abal-abal menemukan arti 'kemerdekaan wartawan' yang sesunguhnya.

Pendirian PJS di tanah air tidak semulus yang dipikirkan oleh kita semua. Berbagai tantangan dialami oleh wartawan di daerah. Mereka mengalami tekanan dari pihak lain untuk tidak bergabung dengan PJS. Bahkan ada organisasi perusahan pers menghimbau kepada anggotanya untuk tidak berada pada organisasi ini.

Padahal antara organisasi perusahan pers dan organisasi profesi pers seperti PJS sangat berbeda platformnya. Organsasi perusahan pers anggotanya adalah para pemilik perusahan pers, sementara organisasi profesi pers anggotanya adalah para wartawan.

Di hari kemerdekaan ini atas nama pengurus DPP PJS saya mengucapkan selamat menikmati kemerdekaan Republik Indonesia ke 77 tahun semoga wartawan Indonesia pada umumnya dan wartawan yang tergabung di PJS menikmati kemerdekaan sebagai wartawan kompeten dan professional. Kiranya kita semua diberikan hikmah dan kemampuan dalam menjalankan rutinitas aktifitas sebagai wartawan yang baik.*

Penulis adalah Plt Ketua Umum PJS (Perhimpunan Jurnalis Siber)