Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Mendung Udan
Oleh : Opini
Senin | 08-08-2022 | 08:36 WIB
A-PUTRI-ferdy-sambo.jpg Honda-Batam
Istri Ferdy Sambo (kanan) saat bicara ke awak media. (Foto: Ist)

MOMENTUM klimaks kelihatannya sudah dekat. Jenderal bintang dua sudah ditahan: Irjen Ferdy Sambo.

Yang sempat bikin bingung adalah sangkaannya: hanya melanggar kode etik. Bukan pidana. Bukan kejahatan. Bukan pembunuhan.

Kebingungan itu beralasan. Sanksi pelanggaran etik, Anda sudah tahu: hanya soal status keanggotaan. Kalau pelanggaran etiknya sangat berat, keanggotaannya dicabut. Permanen. Dipecat. Seperti dr Terawan dalam hal Vaksin Nusantara. Ia dipecat dari keanggotaan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Kalau pelanggarannya hanya berat: diberhentikan sementara. Atau di skors. Kalau pelanggarannya ringan: cukup diberi surat peringatan. Atau teguran.

Awalnya banyak yang sewot: kok enak Irjen Pol Sambo hanya dikenakan sangkaan pelanggaran kode etik.

Tapi semuanya lantas menjadi jelas. Terutama setelah Menko Polhukam Mahfud MD membuat pernyataan: pemeriksaan etik dan pidana bisa saja beriringan. "Proses pidana itu lama. Pengadilan etik bisa cepat," ujar Mahfud.

Maksudnya: dengan memproses Irjen Sambo secara etik statusnya sebagai anggota Polri bisa segera ditentukan. Kalau pelanggaran etiknya berat: dipecat. Dan itu bisa berlangsung hanya satu-dua hari.

Begitu Sambo dipecat semuanya menjadi lebih mudah. Sambo sudah bukan lagi anggota Polri. Ia sudah menjadi orang sipil biasa.

Status sipil Sambo itu membuat proses selanjutnya tidak ada hambatan. Mestinya. Para pemeriksa yang masih berpangkat perwira pertama pun tidak lagi ''sungkan''.

Aturan disiplin ketaatan berdasar pangkat juga sudah tidak ada lagi. Apakah begitu skenario penanganan kasus tembak-menembak antara polisi di rumah polisi itu?

Kalau memang benar, berarti klimaks yang sekarang ini bukan satu-satunya klimaks. Tergantung dalangnya. Terserah pada yang nyetir: mau dibuat klimaks berapa kali.

Misalnya sampai di mana peran Sambo dalam peristiwa itu: dalang? Pelaku utama? Pemeran pembantu? Figuran?

"Ini bukan perkara kriminalitas biasa," ujar Menko Mahfud. Saya menghubungi Pak Mahfud kemarin. Etik dan pidana bisa jalan semua. "Ada yang lebih dulu pidananya selesai, ada yang etiknya selesai lebih dulu. Lihat-lihat mana yang lebih dulu bisa diproses dan dibuktikan," katanya.

Kalau pun pidananya bisa berjalan dulu juga tidak ada masalah. "Sekarang pengadilan untuk anggota polisi aktif sudah di peradilan umum. Bukan lagi peradilan militer. Polisi sudah dijadikan aparat sipil," ujar Mahfud.

Kelihatannya pimpinan Polri ingin mendahulukan yang etik. Itu tadi. Untuk memudahkan teknis pemeriksaan. Maka klimaks berikutnya: apakah Sambo akan dipecat dalam satu-dua hari ini.

Setelah itu masih banyak drama yang akan terungkap. Sebelum Sambo dipecat pun drama baru sudah dimulai: Bharada E yang selama ini disebut menembak Brigadir J sudah menyangkal itu.

Ia sudah mulai tidak sungkan untuk tidak menjalankan skenario sutradara. Istri Sambo belum muncul: apakah akan konsisten dengan skenario dilecehkan secara seksual.

Kelihatannya skenario pelecehan seksual ini akan runtuh juga. Setidaknya begitulah doa pacar Brigadir J, Vera Simanjuntak. Betapa patah jiwanya kalau benar pacarnya berselingkuh dengan istri komandannya itu.

Vera sudah enam tahun menanti datangnya hari perkawinan. Selama enam tahun pula cinta mereka tidak tercederakan. Betapa hancur hati Vera kalau ternyata Brigadir J begitu.

Runtuhnya skenario pelecehan seksual menimbulkan spekulasi baru: apa dong motif tembak menembak itu. Perbuatan harus ada motif.

Mulailah beredar luas di medsos: soal rahasia besar yang dibocorkan. Yakni di sekitar duit besar. Itulah sebabnya pengacara Brigadir J berteriak: pembunuhan berencana.

Sang korban pernah mengutarakan bahwa jiwanya terancam. Bahkan sudah semacam pamit kepada Vera. Hidupnya tidak akan lama. Carilah penggantinya.

Sebelum Sambo ditahan, tesis pembunuhan berencana ini dicoba dipatahkan oleh rekaman CCTV. Berikut jam-jam kedatangan mereka dari Magelang. Sambo, istri, dan rombongan dua mobil tiba hampir bersamaan. Di Duren Tiga sore itu. Tanggal 8 Juli 2022.

Jam-jam kejadian begitu cepat. Masih ada terekam pula sendau gurau. Tertawa-tawa. Lalu dor-dor-dor. Berarti spontan. Bukan pembunuhan berencana.
Kini pembunuhan berencana kembali dapat angin. Semua skenario begitu berantakan.

Masih begitu banyak drama yang dinanti. Dua babak sudah lewat. Sambo yang pangkat dan jabatannya melesat begitu cepat terancam runtuh hampir seketika.
Itulah hidup. Persis seperti digambarkan dalam lagu Mendung Tanpo Udan:

Ketemu lan kelangan
Kabeh kuwi sing diarani perjalanan
Awak dewe tau duwe bayangan

Besok yen wis wayah omah-omahan
Aku moco koran sarungan
Kowe blonjo dasteran

Nanging saiki wis dadi kenangan
Aku karo kowe wis pisahan
Aku kiri kowe kanan
Wis bedo dalan.*

Penulis adalah wartawan senior