Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pemko Batam Tak Mampu Intervensi Harga Kedelai
Oleh : Ocep/Dodo
Senin | 30-07-2012 | 15:57 WIB
ahmad_hijazi.JPG Honda-Batam
Ahmad Hijazi, Kepala Disperindag dan ESDM Kota Batam.

BATAM, batamtoday - Pemerintah Kota Batam tidak mampu melakukan intervensi kenaikan harga kedelai karena tidak memiliki kemampuan anggaran.


Ahmad Hijazi, Kepala Disperindag dan ESDM Kota Batam mengatakan, pemerintah kota tidak dapat memberikan solusi atas kenaikan harga kedelai.

"Daerah tidak bisa memberi solusi. Pemerintah kota tidak punya kemampuan untuk itu," ujarnya, Senin (30/7/2012).

Kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan anggaran guna melakukan upaya untuk menekan harga serta kemampuan untuk menerbitkan regulasi khusus.

Dia menjelaskan, pemerintah kota sudah mengetahui bahwa terjadi lonjakan harga kedelai di Kota Batam dalam tiga bulan terakhir.

Kedelai yang dipasok dan digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan tahu dan tempe di Kota Batam selama ini berasal dari Amerika Serikat yang didatangkan melalui Pelabuhan Pasir Gudang, Malaysia.

Empat bulan lalu, harga kedelai di kota ini masih sebesar Rp5 ribu per kilogram dan merangkak naik menjadi Rp6 ribu pada bulan berikutnya hingga saat ini sudah mencapai Rp7.200 per kilogram.

Walaupun harga kedelai di Batam masih dibawah harga secara nasional yang mencapai Rp8.400 per kilogram, namun menurutnya kenaikan yang terjadi tergolong tinggi karena kedelai yang dipasok tidak terkena bea masuk dengan status Batam sebagai salah satu kawasan FTZ.

Karena itu dia meyakini kenaikan harga kedelai yang terjadi di Batam cukup memukul para pengrajin tahu dan tempe di kota ini.

Kendati demikian, lanjutnya, pemerintah kota sendiri tidak dapat berbuat banyak guna mengatasi masalah ini mengingat yang memiliki otoritas dan kemampuan adalah pemerintah pusat.

Pasokan kedelai impor ke kawasan FTZ Batam, Bintan da Karimun (BBK) menurutnya perlu insentif langsung dari pemerintah pusat karena pembebasan bea masuk yang akan diterapkan pada Agustus hingga Desember 2012 oleh Kementerian Perdagangan tidak akan berpengaruh bagi Batam yang memang sudah dibebaskan bea masuk.

Intervensi bisa dilakukan langsung oleh pemerintah pusat antara lain dengan memberikan subsidi kepada pemasok kedelai atau subsidi pembelian kedelai bagi para pengrajin tahu dan tempe.

"Pengrajin tidak bisa disuruh membeli kedelai secara kolektif karena butuh modal besar untuk membelinya ke Malaysia," sambungnya.

Pemerintah pusat harus memfasilitasi pembelian kedelai oleh pengrajin, bukan menyuruh pengrajin untuk membelinya sendiri. Subsidi ini pernah diberikan pemerintah pusat pada 2008 lalu sebesar Rp1.000 per kilogram, namun saat ini tidak ada lagi.

Solusi lainnya, pemerintah pusat bisa memberikan perlakuan khusus untuk pemasukan kedelai impor ke kawasan BBK seperti kemudahan pengurusan perizinan karantina. 

Perizinan karantina diyakininya menjadi salah satu mekanisme  yang cukup membebani pemasok kedelai impor di Batam. Mengingat para pemasok harus mengalami penambaham biaya yang lebih besar karena mengurusnya harus dengan proses pengapalan hingga sampai ke Bogor.

"Pemerintah pusat harus memberikan subsidi itu atau memudahkan perizinan itu. Kalau tidak, kondisinya akan begini-begini terus," tegas Hijazi.