Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Stop Politik Uang
Oleh : Redaksi
Senin | 30-07-2012 | 10:29 WIB

Oleh: Fatmawati


Jika tidak ada aral melintang, pada 1 Oktober 2012 mendatang masyarakat Tanjungpinang akan memilih kepala daerah yang baru. Tentunya, masyarakat sudah memiliki pilihan dan pilihan itu kita harapkan bisa memberikan kontribusi bagi nasib pembangunan Tanjungpinang lima tahun ke depan. Kendati demikian, pada pemilihan kali ini kita berharap para calon walikota bisa menang dan terpilih dengan cara-cara yang jujur tidak melakukan politik uang kepada masyarakat pemilih.

Money politics atau politik uang kerap mewarnai dan menodai wajah demokrasi di Indonesia. Dalam alam demokrasi, keterlibatan warga merupakan kontribusi dalam pembangunan politik di suatu daerah dengan asusumsi bahwa mereka yang dipilih merupakan perwakilan dari mereka yang memilih. Secara sederhana, politik uang dapat diartikan sebagai segala sesuatu tindakan yang disengaja oleh seseorang atau kelompok dengan memberi atau menjanjikan uang atau materi lainnya kepada seseorang supaya menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu.

Ada berapa faktor menurut penulis mengapa hal ini bisa terjadi. Pertama, lemahnya komitmen para pejabat, pegawai, kelompok tertentu dan sebagian masyarakat dalam memegang keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kedua, lemahnya komitmen dalam memegang nilai-nilai moral seperti kejujuran. Ketiga, nafsu ingin memperoleh jabatan dengan cara instant. Keempat, aturan dan sanksi yang relatif lemah.

Efek yang ditimbulkan dari politik uang ini juga sangat besar. Pertama, akan melahirkan para pemimpin yang korupsi. Kedua, merusak tatanan demokrasi. Ketiga, biaya politik semakin tinggi. Jadi, jangan heran jika hari ini kita menyaksikan berita kepala daerah yang ditahan KPK karena masalah korupsi. Tentunya, kita juga berharap Pemilukada Tanjungpinang nanti diwarnai dengan politik uang. 

Menurut penelitian Tim Polhukam Kemendagri (2007) bagi negara berkembang yang sebagian rakyatnya miskin, politik uang merupakan teknik pengkaderan massa sangat efektif. Fenomena ini sangat potensial terjadi di Indonesia. Dalam pilkada langsung, siapa yang berduit maka ia akan dengan mudah membeli suara rakyat.

Pilkada yang diselenggarakan dalam batas wilayah yang relatif kecil dengan jumlah pemilih yang lebih sedikit, tentu sangat rawan dengan politik uang. Melihat karakteristik pemilih di Tanjungpinang dan pengalaman-pengalaman anggota dewan yang terpilih sebagian dari mereka pun mengakui bahwa mereka ada memberikan sesuatu.

Dalam PP No. 6 Tahun 2005 pasal 65 ayat 3 dengan tegas disebutkan bahwa sumbangan dana kampanye dari perseorangan dilarang melebihi 50 juta rupiah, dan dari badan hukum swasta dilarang melebihi 350 juta rupiah. Pada ayat 4 disebutkan bahwa pasangan calon dapat menerima dana atau menyetujui pembiayaan bukan dalam bentuk uang secara langsung. Selanjutnya pada ayat 5 disebutkan jika sumbangan kepada pasangan calon lebih dari 2,5 juta baik dalam bentuk ang maupun bukan wajib dilaporkan kepada KPUD mengenai jumlah dan identitas pemberi sumbangan.

Pengaturan dana kapanye ini diantaranya ditujukan agar kinerja kepala daerah dan wakil kepala daerah tidak dipengaruhi oleh sumber dana yang membiayai pencalonan. Di Indonesia, praktik politik uang hampir sama dengan praktik korupsi konfensional yang diyakini sangat merajalela, tetapi sulit sdbuktika keberadaanya. Banyak factor yang menyebabkan praktik politik uang santer beroperasi, diantaranya factor internal pemilih dan factor eksternal atau lingkungan tempat Pilkada itu berlangsung. 

Menurut Leo Agustino (2009: 121) dalam bukunya, “Pilkada dan Dinamika Politik Lokal”.  Ada beragam permasalahan yang menyelimuti Pemilukada selain politik uang. Pertama, tidak akuratnya data pemilih. Masalah data pemilih merupakan masalah yang mendasar dan hampir seluruh Pemilukada mengalami ketidakakuratan data pemilih dan pada sebagian daerah menimbulkan gelombang protes.

Kedua,  persyaratan calon yang tidak lengkap. Dalam memenuhi persyaratan calon, terutama yang menyangkut ijazah sering tidak memenuhi persyaratan, seperti ijazah palsu, tidak punya ijazah atau surat keterangan hilang dan persamaan status ijazah setingkat SLTA. Kurang telitinya KPUD dalam melakukan verifikasi berkas administrasi calon dan adanya pengaduan masyarakat terhadap dugaan ijazah palsu atau pernah dijatuhi hukuman yang sering kurang mendapat tanggapan.

Ketiga,  pengusulan pasangan calon dari partai politik. Berbagai kejadian di daerah, permasalahan internal Parpol dalam menentukan pasangan calon membuat pelaksanaan Pemilukada menjadi terhambat. Ada parpol yang memiliki pengurus kembar, ada yang proses seleksi calon tidak transparan sehingga menimbulkan protes pengurus dan ada intervensi dari pengurus pusat ke daerah. Dualisme dukungan ini juga terkadang sempat membuat Pilkada akhirnya diikuti satu pasang calon dan membuat pelaksanaan Pemilukada tertunda.

Keempat, KPUD yang tidak netral.  Faktor kedekatan dan kekerabatan antara penyelenggara Pilkada dan pasangan calon memengaruhi tingkat kenetralan penyelenggara. Selain daripada itu yang sangat dominan kekuasaan penyelenggara yang begitu kuat tanpa dapat dikoreksi oleh instansi manapun maupun pengadilan.

Kelima, Panwas Pemilukada terlambat dibentuk. Keenam, dana kampanye yang tidak transparan. Dan ketujuh, mencuri start kampanye.

Dukungan PNS yang tidak netral. Dalam berbagai kampanye, masih ditemukan PNS yang memihak salah satu pasangan calon dalam banyak praktek terjadi pemberian dukungan kepada kepala daerah yang mengikuti kembali Pilkada (incumbent). Kesepuluh, pelanggaran kampanye dan terakhir atau kesebelas intervensi DPRD. 

Terlepas dari permasalahan ini, kesulitan ekonomi yang melanda masyarakat membuat mereka menerima dan bahkan menunggu-nunggu praktik politik uang tersebut. Ditambah dengan rendahnya kualitas pendidikan politik partai politik yang tidak berjalan optimal, menambah menjamurnya politik uang di negeri ini.

Nah, kita berharap Pilwako atau Pemilukada Tanjungpinang nanti kita mampu menangkis politik uang tentunya dengan komitmen yang kokoh antara pihak terkait untuk bersama memeranginya. Semoga kita memahaminya!

Penulis adalah Bendahara Umum PD KAMMI Tanjungpinang dan Aktivis Gerakan Kepulauan Riau Menulis (GKGM)