Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Hingga Juni 2012, PPATK Terima 96.731 Transaksi Mencurigakan
Oleh : Surya
Kamis | 26-07-2012 | 21:12 WIB
Muhammad_Yusuf.jpg Honda-Batam

Kepala PPATK Muhammad Yusuf

JAKARTA, batamtoday - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) hingga Juni 2012 menerima 96.731 laporan transaksi keuangan mencurigakan dari 364 penyedia jasa keuangan, karenanya diperlukan pembatasan transaksi tunai untuk mengurangi korupsi.


"Jumlah kumulatif laporan transaksi keuangan mencurigakan yang disampaikan penyedia jasa keuangan (PJK) kepada PPATK terdiri dari laporan transaksi penyedia jasa bank dan non-bank," kata Kepala PPATK Muhammad Yusuf di Jakarta, Kamis (26/7/2012)

Laporan transaksi keuangan mencurigakan yang disampaikan PJK Bank kepada PPATK sebanyak 53.028 laporan dengan jumlah pelapor sebanyak 160 PJK.

Sedangkan laporan transaksi keuangan mencurigakan yang disampaikan PJK non-bank kepada PPATK sebanyak 43.703 dengan jumlah pelapor sebanyak 204 PJK.

Atau sebanyak 54,8 persen laporan transaksi keuangan mencurigakan disampaikan oleh PJK bank sedangkan 45,2 persen disampaikan oleh PJK non-bank.

Jumlah laporan transaksi keuangan mencurigakan yang disampaikan kepada PPATK pada 2012 sebanyak 12.585 LTKM dengan rata-rata penerimaan sebanyak 2.097,5 laporan/bulan.

Sedangkan Wakil Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Agus Santoso mengatakan, pembatasan transaksi tunai dapat mengurangi korupsi di Indonesia sebesar 70 persen.

"Transaksi tunai dibatasi dapat mengurangi korupsi 70 persen," kata Agus.

Untuk itu, dia berharap pihak perbankan dan lembaga keuangan lainnya agar mendukung pencegahan korupsi dengan mengarahkan nasabahnya ke transaksi nontunai.

"Jikapun transaksi harus dilakukan secara tunai, hendaknya dibatasi hingga Rp100 juta," ujarnya.

Sementara Ketua PPATK Muhammad Yusuf meminta Bank Indonesia (BI) membuat peraturan untuk membatasi transaksi tunai karena banyak dilakukan pelaku tindak pidana untuk mengaburkan hasil kejahatan.

Menurut Yusuf, permintaan itu sudah disampaikan PPATK pada BI sejak tahun lalu.

"Tapi permintaan itu tak kunjung direalisasikan BI dengan beralasan, ada hak perseorangan yang dibatasi sehingga perlu regulasi pembatasan transaksi tunai yang diatur dalam undang-undang," katanya.

Agus Santoso menyatakan tak sependapat dengan BI yang menginginkan regulasi setingkat undang-undang untuk pembatasan transaksi tunai.

Menurut dia, yang dibatasi adalah transaksi yang dilakukan seseorang. "Membatasi transaksi saja, bukan membatasi orang bertransaksi," katanya.